Dengan segala kemudahan bikin konten di TikTok, tampaknya proses kreatif dalam crafting konten tersebut juga jadi terlalu singkat. Terlebih didukung dengan format ‘Ib’ alias ‘inspired by’ yang jadi tumpang tindih dengan nyontek ide konten plek ketiplek.
FROYONION.COM - Sejak media sosial menjamur di kancah industri kreatif Indonesia, karier sebagai kreator konten pun semakin melejit. Mulai dari karya grafis, video, audio, musik, tarian, rias wajah, sampe masak juga ada. Apalagi karena aplikasi media sosial zaman sekarang yang makin memudahkan penggunanya untuk membuat karya.
Contohnya seperti TikTok. Aplikasi yang didesain sedemikian rupa untuk membuat konten berbasis user generated (konten yang dihasilkan oleh penggunanya sendiri). Didukung sama fasilitas untuk bisa langsung merekam, mengedit, memberi filter, memberi subtitle, di satu aplikasi sekaligus. Begitu praktis dan mudah untuk membuat proses pembuatan konten juga jadi cepet.
BACA JUGA: AKTIVITAS KREATIF BIKIN LO LEBIH SEHAT LUAR DALAM
Sekarang pertanyaannya, apakah konten yang semakin cepet proses kreatifnya juga makin bagus? Tergantung. Segala fasilitas masa kini yang mempermudah kita berkarya jelas sangat menguntungkan, tapi bagaimana dengan proses kreatif yang semakin singkat? Pasalnya, ada alasan kenapa proses kreatif, dalam industri kreatif khususnya, memakan waktu yang cukup panjang.
Hal ini untuk membuat suatu karya original yang unik, tepat sasaran, berkualitas, dan berkesan bagi orang-orang yang melihat karya tersebut. Dalam proses kreatif tersebut melibatkan banyak waktu, ide, dan tenaga dalam setiap tahapan prosesnya.
Kalau mau diurutkan, berbagai tahapan tersebut adalah mulai dari brainstorming untuk menuangkan ide, mengkurasi ide-ide yang layak, menentukan treatment yang cocok untuk karya tersebut, menentukan budget yang diperlukan jika ada, eksekusi ide, revisi, revisi, dan revisi sampai akhirnya siap untuk dipublikasikan.
Sayangnya, beberapa tahapan tersebut dipaksa untuk ditiadakan agar proses kreatifnya nggak kelamaan demi bisa lebih cepet mempublikasikan karya. Inilah yang kerap terjadi ke beberapa konten kreator media sosial seperti TikTok.
BACA JUGA: MENDAPATKAN IDE KREATIF DENGAN MELAKUKAN KEBIASAAN UNIK SEPERTI DALI
Pernah nggak lihat konten kreator TikTok yang kontennya mirip banget dengan konten orang lain yang lo tahu? Fenomena ini sering banget terjadi. Biasanya untuk menghindari plagiarisme, para kreator dapat menyematkan tulisan ‘Ib’ alias inspired by di caption.
Tapi makin ke sini, kayaknya udah jarang yang mencantumkan sumber konten lain sebagai inspirasi karya mereka. Untungnya, para pengguna TikTok tampaknya lebih peka soal hal-hal beginian. Alhasil, banyak yang komentar, “Keterangan sumbernya mana kak? Kok persis banget ya kontennya?”
Budaya untuk mencantumkan ‘Ib’ yang semakin hilang ini juga diikuti dengan berbagai alasan. Ada yang bilang kalau pencantuman ‘Ib’ terlalu membingungkan karena mengharuskan para konten kreator mencari pembuat originalnya dan hal ini sering dianggap merepotkan.
Alasan lainnya adalah karena tren yang semakin cepat menyebar membuat beberapa konten kreator TikTok berpikir bahwa meniru konten lain adalah hal yang wajar. Bukankah ini udah trending dari lama? Bukankah wajar? Bukankah seharusnya konten original tersebut merasa bersyukur karena kontennya gua jiplak karena membuktikkan kontennya bagus?
Semakin bertanya-tanya, pada akhirnya makin bingung juga. Pada akhirnya ini semua akan terjawab oleh moralitas dan kemanusiaan masing-masing konten kreator. Apakah proses brainstorming masih perlu? Apakah mengkurasi ide itu penting? Apakah mencantumkan sumber itu krusial?
Semua kembali ke pribadi masing-masing karena bagaimanapun, di media sosial semua orang memiliki akses terbuka kepada informasi dan kebebasan untuk mengolah informasi tersebut.
BACA JUGA: METODE NARASI: MENGASAH KREATIVITAS BIAR LO JADI LEBIH KREATIF LAGI
Jika pekerjaan menyangkut nyawa seperti dokter, pemadam kebakaran, dan tentara butuh moralitas dan sisi kemanusiaan yang selalu aktif, maka konten kreator pun sudah layak dan sepantasnya begitu pula.
Dari pada menjiplak konten orang lain, kan lebih bermoral jika memodifikasinya sehingga karya yang dihasilkan pun unik. Dari pada taking for grated tren yang ada, kan lebih bijak kalau bisa menghargai kreator yang membuat tren tersebut dengan menyebut namanya sebagai inspirasi konten kita.
Supaya hal ini terwujud, kita bisa kok lebih dulu melakukan proses kreatif yang baik dan benar untuk menciptakan ekosistem kreatif yang suportif.
Mengutip pidato Vina Muliana saat mendapat penghargaan Best of Learning and Education di ‘TikTok Awards Indonesia 2021’, “Seperti speech saya waktu menerima penghargaan, saya sangat berharap TikTok bisa hadirkan ekosistem yang positif untuk berkarya.
Bukan hanya untuk kreator, tapi juga penonton, perusahaan, dan stakeholder lain. Ekosistem berarti ada banyak entitas yang terlibat di dalamnya. Maka untuk mencapai hal tersebut, kita semua turut memegang peran penting.” (*/)
BACA JUGA: BERIKAN PENGHARGAAN BAGI PARA KREATOR, TIKTOK BUKTIKAN DIRI SEBAGAI LADANG SUBUR UNTUK BERKARYA