Lifestyle

DI-SPILL GAJI 1 MILIAR RUPIAH PER BULAN? AWAS OVERGLORIFYING

Gimana kalau lo punya kerjaan yang gajinya Rp1 miliar per bulan, Civs? Kalau dikasih tau soal profesi yang bisa dapat gaji segitu, kira-kira lo bakal penasaran sama kerjaannya atau bakal switch career gara-gara termotivasi nih?

title

FROYONION.COM - Belakangan ini di FYP TikTok gue lagi ramai jadi perbincangan soal wawancara yang dilakuin sama Felicia Putri Tjiasaka ke beberapa perempuan berusia di atas 30 tahunan tentang penghasilan per bulan mereka.

Yang bikin ramai itu, ternyata perempuan yang diwawancarai Felicia itu mengaku punya penghasilan lebih dari Rp1 miliar setiap bulannya. 

Netizen yang budiman pun banyak merespons dengan banyak cara. Ada yang skeptis dan mempertanyakan, ada yang menganggap itu cuma sebagai lelucon, ada juga yang mungkin termotivasi sama pengakuan tersebut.

Kontennya pun masih berlanjut dengan pertanyaan berikutnya soal kerjaan apa yang bisa membuat perempuan-perempuan itu digaji lebih dari Rp1 miliar. Disebutlah kalau mereka kerja di bidang asuransi, tepatnya bisnis asuransi. 

Kita sih memang nggak tau pastinya yaa pekerjaan di bidang asuransi apa yang mereka lakoni. Tapi buat orang yang termotivasi, mereka mungkin bakal langsung overglorifying pekerjaan yang disebutkan itu. 

Ada baiknya kita nggak terlalu mudah buat terpikat dan kepincut sama konten-konten yang tersebar di media sosial. Apalagi soal pekerjaan yang mungkin itu sangat berpengaruh sama masa depan lo, Civs.

Beberapa anak muda (kalangan millennial dan gen Z) yang coba gue ajak ngobrol soal video ini memberi respons yang rata-rata mirip pada awalnya: “Masa iya?”, “Bener bisa segitu”, “Keren itu dari mana aja dapetnya”. Ada sikap mempertanyakan tapi ingin tahu dan ikutan juga buat dapet gaji sebesar itu. 

Salah seorang teman gue yang bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta, Wilda juga merasa kaget ketika melihat pengakuan soal pendapatan itu. "Buset, ini beneran Rp1 miliar sebulan?" kata dia singkat. 

Meski demikian, dia merasa kalau kita harus lebih memahami lebih lanjut profesi yang dibicarakan dalam konten tersebut. Pasalnya Civs, menurut dia nggak semua orang juga bisa bertahan dalam bidang ataupun profesi yang dijalani mereka. 

BACA JUGA: EMANGNYA ‘PEKERJAAN IDEAL’ CUMA TENTANG GAJI YANG GEDE?

Banyak faktor yang mungkin membuat perempuan di konten tersebut bisa berpenghasilan fantastis di usia yang masih muda. 

Jadi motivasi mungkin iya, tapi nggak membuat konten tersebut membuatnya lupa sama goal yang sudah disiapkannya sendiri. Dia beranggapan kalau lebih baik ngejalanin kerjaan di zona nyaman daripada mudah kepincut sama pencapaian orang.

"Pas dijalanin kayaknya nggak bisa dan bakal setengah hati kerjanya," ucap dia. 

Memang tawaran gaji yang diperlihatkan dalam video tersebut pasti sangat menggiurkan. Tapi sebenarnya banyak unsur lain yang nggak diperlihatkan dalam video tersebut. Jadinya, tanggapan yang dikasih sama narasumber seolah menjadi testimoni upah besar atas suatu pekerjaan yang mungkin terkadang nggak wajar. 

Gue coba obrolin fenomena ini sama Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida. Menurutnya, di era serba digital saat ini banyak konten yang sangat memungkinkan untuk mengglorifikasi sesuatu untuk kepentingan tertentu. Hal itu pastinya juga terjadi dalam konten video penghasilan Rp1 miliar per bulan itu. 

Efek samping dari video itu sudah pasti pekerjaan di bisnis asuransi menjadi ramai diperbincangkan oleh penontonnya. Dari sisi sosiologi, glorifikasi terhadap profesi itu pun akan terjadi lantaran banyak yang termotivasi. 

Ida pun beranggapan kalau sebenarnya milenial dan gen Z harus lebih skeptis dalam menyikapi konten-konten tersebut. Perlu dicari tahu lebih lanjut, apakah ada tujuan tertentu sehingga content creator mengangkat profesi tertentu sehingga terkesan menjadi "WAH". 

"Tayangan-tayangan seperti ini tidak sensitif atas konteks situasi yang tengah alami krisis ekonomi global," ucap Ida dalam perbincangan kami. 

Pertanyaan yang seharusnya muncul pertama kali ketika menonton video tersebut adalah gimana buat menghasilkan uang sebegitu banyaknya dalam sebulan. Penonton, kata Ida, nggak disuguhi cerita di balik layar hingga akhirnya perempuan-perempuan berusia 30an tahun itu bisa berpenghasilan fantastis.

Yang penting dalam menjalankan suatu pekerjaan itu kan sebenarnya apakah kita semua punya peluang yang sama sehingga mendapat gaji besar? Bisa saja itu hanya dialami oleh segelintir orang yang punya kerja keras dan cerita dibaliknya. Oleh sebab itu, Ida beranggapan penting agar kita tahu proses struggle para perempuan itu hingga bisa mencapai titik tersebut. 

Bagaimana tuntutan pekerjaan yang dilakukan, beban pekerjaannya, jam kerja, hingga iuran-iuran lain yang memungkinkan angka Rp1 miliar diraih setiap bulannya. 

Ini pun menurut gue jadi hal yang perlu sangat diperhatikan Civs. Bayangin lo main nyebur di kolam renang itu tanpa tahu seberapa dalam air yang ada. Lo nggak tahu bagaimana persaingan di industri itu, tapi kepikat sama testimoni-testimoni keberhasilan yang lo juga nggak tahu prosesnya. 

Masyarakat kita, menurut Ida, masih banyak terjebak dalam low context society. Di mana cara komunikasi ini seringkali menyampaikan pesan secara eksplisit dan terang-terangan. Hal tersebut kemudian mendorong individu lebih memperlihatkan hasil kinerja daripada proses yang dituju. 

"Tayangan-tayangan yang berpotensi over glorifying tersebut akan menstimulasi efek demonstratif," ucap dia menambahkan. 

Kalau kita bedah dari peluangnya, memang kayaknya prospek untuk menjadi seorang agen asuransi mendapat cuan di negeri ini masih cukup besar. Dilansir dari investor, disebutkan kalau potensi menguntungkan itu tercermin dari beberapa data. 

Misalnya, penetrasi asuransi di Indonesia saat ini masih di bawah 4 persen, sementara densitas asuransi atau belanja premi per-kapita itu baru Rp1,8 juta. Dijabarkan juga kalau kontribusi aset industri asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) baru sekitar 5,8 persen.

BACA JUGA: KERJA NGGAK CUMA SOAL DUIT ATAU GAJI

Dari sisi lain, aset asuransi yang berkontribusi terhadap keseluruhan aset sektor keuangan baru sekitar 12 persen. Bisa disimpulkan kalau memang masih ada ceruk pasar yang besar untuk memasarkan produk-produk asuransi ke masyarakat. 

Tapi dari artikel itu disebutkan juga kalau seorang agen asuransi yang sukses itu harus terus mengembangkan diri dan mengikuti perkembangan zaman. Kuncinya adalah mereka harus memahami apa yang dibutuhkan oleh orang-orang sekarang ini. 

Selain itu, penting juga agar orang-orang di bidang asuransi ini bisa menyampaikan informasi yang valid jadi nggak ada merekayasa produk atau layanan yang bakal diserahkan ke pelanggannya. 

Hal ini yang jadi salah satu poin berbahaya dari terjebang dalam overglorifying suatu pekerjaan. Perlu lo sadari Civs, kalau setiap orang punya jalannya masing-masing yang berbeda dan nggak sama.

Gen Z dan milenial menurut Ida harus lebih banyak literasi sehingga berhati-hati dalam mengambil tindakan. Menurutnya banyak kok sumber yang bisa dijadikan rujukan buat mematangkan diri.

"Kematangan diri tercermin dari kemampuan mereka mengolah dan menyeleksi informasi, tidak hanya mengimitasi. Termasuk pada profesi yang 'overglorifying', kematangan tersebut juga tercermin dari kesadaran bahwa profesi-profesi tersebut juga butuh kompetensi diri, bukan hanya koneksi," tandas dia. 

Itu dia Civs beberapa hal yang perlu lo perhatiin supaya nggak mudah overglorifying suatu pekerjaan. Kan repot jadinya kalau orang yang termotivasi malah dapat hasil yang nggak sesuai ekspektasi. (*/)

BACA JUGA: CARA TEPAT MENJAWAB PERTANYAAN WAWANCARA KERJA SOAL GAJI YANG DIINGINKAN

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Michael Josua

Cuma mantan wartawan yang sekarang hijrah jadi pekerja kantoran, suka motret sama nulis. Udah itu aja, sih!