Pernah melihat story All Eyes on Rafah atau justru ikut mempostingnya di akun Instagram kalian? Dari mana sih awalnya poster viral ini, dan apakah benar-benar berpengaruh untuk Palestina?
FROYONION.COM - Pengguna media sosial Instagram pasti sudah tidak asing dengan tampilan poster All Eyes on Rafah. Fitur add yours di Instagram memungkinkan pengguna untuk memposting ulang poster ini di story akun masing-masing.
Tampilan posternya sendiri menggunakan gambar AI. Tulisan All Eyes on Rafah terpampang dengan latar belakang kamp pengungsian di Rafah, bagian paling selatan dari jalur Gaza yang berbatasan langsung dengan Mesir.
BACA JUGA:
TREN WAR TAKJIL, BAGAIMANA MEMANDANG HUMOR DAN RELASI ANTARUMAT BERAGAMA?
Hingga kini, poster All Eyes on Rafah telah dibagikan hingga 47 juta kali. Siapa yang pertama kali membagikan poster ini dan apakah mengikuti tren pajang poster ini akan memiliki dampak langsung untuk membantu korban genosida Palestina?
Viralnya poster All Eyes on Rafah mengingatkan kita pada tren black square pada 2020 silam. Kala itu, dunia digegerkan dengan kematian warga sipil Amerika Serikat berkulit hitam, George Floyd di tangan Derek Chauvin, seorang polisi kulit putih.
Kematian Floyd menyulut amarah masyarakat. Pasalnya, Chauvin diketahui melakukan kekerasan pada Floyd dengan cara sengaja menekan lehernya menggunakan kaki hingga kehabisan nafas.
BACA JUGA: TWITTER RESMI PERKENALKAN KOMUNITAS NSFW, YAY OR NAY?
Kasus ini memicu demonstrasi secara global untuk menentang rasisme serta kekerasan oleh polisi. Protes yang dilakukan warga Amerika Serikat pada pertengahan 2020 bahkan diklaim menjadi aksi protes terbesar sejak gerakan Civil Rights pada tahun 1960-an.
Pengguna internet yang tidak ikut turun ke jalan juga tidak mau kalah. Netizen menggaungkan tagar BlackOut Tuesday dengan cara memposting black square alias kotak hitam. Tercatat ada lebih dari 28 juta postingan kotak hitam di Instagram kala itu.
Tujuan dari postingan kotak hitam ini adalah untuk menunjukkan solidaritas pada gerakan Black Lives Matter sekaligus mengedukasi satu sama lain tentang kesetaraan ras.
BACA JUGA:
TAPERA: TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT ATAU TAMBAHAN PENDERITAAN RAKYAT?
Kini, tren yang sama dapat kita lihat melalui viralnya postingan story All Eyes on Rafah. Invasi Israel atas Palestina masih belum berhenti sejak Oktober silam, bahkan makin mengganas dari waktu ke waktu.
Diketahui bahwa tentara pendudukan Israel memaksa warga Gaza untuk mengungsi dari bagian utara Gaza ke bagian selatan yang diklaim sebagai zona aman. Sebanyak 1.5 juta jiwa telah berdesakan di Rafah dalam tenda-tenda pengungsian.
Namun, pada 6 Mei 2024, Israel tetap melancarkan serangan ke Rafah. Bom dijatuhkan secara membabi-buta pada para pengungsi yang tidak tahu harus pergi ke mana lagi.
Kebetulan, pada saat yang sama tengah digelar acara Met Gala di Amerika Serikat. Perhatian dunia tertuju pada gaun-gaun unik yang dikenakan para pesohor di acara tersebut.
Netizen pro Palestina kemudian menaikkan trending All Eyes on Rafah. Tujuannya, agar orang-orang tidak terdistraksi pada acara Met Gala dan terus menyuarakan kebebasan Palestina.
Serangan Israel tidak berhenti sampai di situ. Pada 26 Mei lalu, kamp pengungsian Rafah kembali dibombardir. Satu video yang menunjukkan seorang anak kecil dalam keadaan tanpa kepala dengan cepat menjadi viral di internet.
All Eyes on Rafah kembali trending. Kali ini, seniman asal Malaysia, @shahv4012 melalui akun Instagramnya membagikan poster yang kemudian viral dan jadi simbol keberpihakan orang-orang pada warga Palestina.
Sekarang pertanyaannya, apakah ada dampak nyata yang dirasakan orang-orang Palestina apabila kita klik add yours pada poster All Eyes on Rafah dan turut mempostingnya di story? Sejujurnya, tidak ada.
Membagikan poster memang diyakini sebagai simbol keberpihakan dan meningkatkan kesadaran atas pembantaian yang terjadi di Rafah. Namun, sekedar memposting story tidak akan mengubah apapun.
Kecuali, apabila kita turut memposting tautan donasi bantuan kemanusiaan yang akan langsung disalurkan pada mereka yang membutuhkan. Ini baru akan terasa nyata dampaknya.
Pasalnya, banyak pengguna Instagram memposting ulang poster viral ini di story mereka tanpa disertai tautan donasi atau informasi apapun. Hanya sebatas posting ulang yang mungkin dimaksudkan untuk mengikuti tren.
Hal yang sama juga terjadi saat gerakan BlackOut Tuesday masif di tahun 2020 lalu. Tagar #BlackLivesMatter membanjir di Instagram dengan postingan kotak hitam. Padahal, tujuan awal dari tagar itu sebenarnya bukan untuk membagikan foto black square.
Kenindra Woods, aktivis gerakan Black Lives Matter mengungkap bahwa tagar tersebut dimaksudkan untuk memberi informasi terbaru seputar gerakan Black Lives Matter. Termasuk juga untuk membagikan dokumentasi ketidakadilan oleh polisi yang dialami oleh ras kulit hitam.
Banyaknya pengguna Instagram yang mengunggah foto kotak hitam dengan tagar Black Lives Matter justru membuat informasi berharga yang seharusnya dibagikan menjadi tenggelam.
Pada akhirnya, tren black square dengan memposting foto kotak hitam tidak banyak membantu karena sudah melenceng dari maksud awalnya.
Ini bisa terulang kembali pada poster All Eyes on Rafah apabila orang-orang hanya sekedar mempostingnya ulang di story tanpa ada tindakan konkret lebih jauh.
Tentu, ini bukan larangan untuk ikut memposting posternya di story. Namun, cobalah untuk memposting story selanjutnya berisi informasi terkini terkait perkembangan situasi yang terjadi atau tautan donasi.
Jika memungkinkan, batasi penggunaan produk atau jasa dari perusahaan yang terang-terangan memberikan dukungan mereka pada Israel. Jangan lupa untuk tetap selipkan doa untuk kemerdekaan Palestina. Never forget to say “Free Palestine!”. (*/)