Lifestyle

SUTRADARA ‘TERGANTENG’ TAMPAR KRU PEREMPUAN DI LOKASI SYUTING, APAKAH INDUSTRI FILM MEMANG PENUH KEKERASAN?

Merupakan mimpi banyak anak muda Indonesia untuk bisa berkarier di industri kreatif. Salah satunya adalah industri film. Tapi melihat ekosistem industri film Indonesia saat ini yang dipenuhi beragam kasus kekerasan, akankah industri film Indonesia punya masa depan?

title

FROYONION.COM - Gue percaya, masa depan Indonesia dipegang oleh anak mudanya. 

Kepercayaan gue ini bisa diterapkan di semua bidang. Dari bidang politiknya, bidang ekonominya, bidang budayanya, termasuk perkembangan industri kreatif Indonesia juga bergantung sama anak muda. 

Kenapa? 

Sesederhana karena anak muda Indonesia lah yang akan melanjutkan perkembangan bangsa ini supaya bisa lebih maju. Nggak heran kalo Menteri Keuangan kita, Sri Mulyani, yang sekaligus jadi perempuan Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, pernah bilang kalo Indonesia bisa jadi negara yang maju karena generasi mudanya yang selalu mau belajar. 

Dari pernyataan Sri Mulyani ini ada dua ironi nih. 

Gimana kalo semangat generasi muda malah dimatikan dengan ekosistem industri yang nggak sehat? Ibu Sri Mulyani juga jadi perempuan Indonesia yang membanggakan di kancah internasional. Tapi gimana kalo ekosistem industri ini nggak aman buat perempuan? 

Pada Rabu lalu (31/8) sutradara Andi Bachtiar terseret kasus kekerasan di lokasi syuting, diduga ia menampar salah satu kru perempuan di depan banyak orang. Hal ini pertama kali tersebar ke khalayak luas lewat Instagram Stories akun @juandini yang membeberkan detail ceritanya, karena ternyata Juandini juga terlibat sebagai kru Talent Coordinator dalam proses syuting tersebut. 

Dalam Instagram Stories-nya, Juandini mengaku kalau ia sudah lama menahan diri untuk tidak membeberkan cerita ini sebelum proses syuting selesai, yang kemudian diketahui bahwa syuting yang dimaksud adalah syuting Catatan Akhir Sekolah the Series

Ia menceritakan kronologi kekerasan terhadap salah satu kru perempuan di lokasi syuting tersebut. 

“Dia menyebut dirinya “SUTRADARA TERGANTENG”, tapi mohon maaf ya Naudzubillahimindzalik yang gue liat ga ada ganteng-gantengnya dari mulut, perbuatan, dll. APA PANTAS LAKI-LAKI MENAMPAR DAN MENDORONG PEREMPUAN??!!,” ketiknya sambil diikuti dengan emoji marah. 

Tidak ada satupun nama sutradara yang bocor dalam unggahan Juandini. Namun dengan berbagai bukti yang ada, akhirnya diyakini bahwa sutradara yang dimaksud adalah Andibachtiar Yusuf atau yang akrab disapa Ucup. Termasuk karena unggahan Instagramnya sendiri di bawah ini. 

Menanggapi hal ini, CEO Paragon Pictures, Robert Ronny, meminta maaf dan mengeluarkan pernyataan resmi lewat akun Instagram Paragon Pictures. Lewat pernyataan ini kemudian diketahui bahwa sutradara itu adalah Andibachtiar Yusuf.

Kemudian keputusan tegas yang sama juga ditunjukkan oleh Asosiasi Sutradara Film Indonesia untuk mengeluarkan Andibachtiar Yusuf dari keanggotaan asosiasi ini. 

Karena dinilai dapat menanggapi kasus ini dengan tegas, banyak orang merasa puas dengan keputusan yang diambil. Walaupun begitu, tampaknya Ucup sendiri merasa dipojokkan tanpa adanya ruang untuk membela. Hal ini terlihat dari unggahan Instagramnya yang berisi sisi lain cerita yang nggak diketahui sebelumnya. 

Inti tulisan ini bukan untuk mencari mana yang benar dan salah. Segala bentuk kekerasan pasti salah. Termasuk apa yang dilakukan sang sutradara kepada salah satu krunya. Namun merujuk kepada unggahan Ucup yang mengatakan bahwa ia tidak diberikan kesempatan untuk mediasi, rasanya juga nggak adil. 

Kasus ini juga semakin memperburuk ekosistem industri film Indonesia yang sudah keruh dengan berbagai kasus kekerasan dan pelecehan seksual. Buat para pekerja lapangan, pasti udah nggak asing ngeliat sutradara teriak, marah, banting barang, ataupun kru bahkan talent lainnya yang melakukan tindakan tidak senonoh. 

BACA JUGA: ANGGOTA TIM ‘PENYALIN CAHAYA’ DIHAPUS DARI KREDIT FILM ATAS PELAPORAN KASUS PELECEHAN SEKSUAL: TEGAS ATAU CANCEL CULTURE? 

Ternyata kekerasan verbal, fisik, mental, hingga seksual dianggap ‘biasa’ terjadi di industri film. Di Amerika Serikat, kekerasan di industri film sudah ada sejak tahun 1921. Kemudian makin menjadi-jadi tahun 1977 karena ada kasus Roman Polanski. 

Di Jepang juga begitu, kasus kekerasan sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Bahkan dilansir dari Deutsche Welle, calon cast perempuan dipaksa untuk melakukan hubungan intim dengan sutradara filmnya terlebih dahulu kalau mau diterima. Gila? Tentu.   

Kira-kira kenapa bisa begitu? 

Tentu sangat dipengaruhi oleh tindakan para manusia yang terlibat dalam industri ini. Tapi jam kerja yang terlalu panjang juga menjadi salah satu penyebabnya. Bayangkan kalau mereka harus bekerja 20 jam sehari. Jam tidur tentu terkurang, otak nggak berfungsi dengan baik, apalagi hati nurani. Belum lagi banyak kasus saat kru film nggak sempet makan karena padatnya jadwal syuting. 

Kondisi mental dan fisik para kru film seakan terancam. Hal ini membuat mereka harus bisa bertahan dengan berbagai cara. Sayangnya, jalan pintas kerap kali diambil. Seperti minum alkohol biar nggak stres, kecanduan narkoba biar tenaganya nggak habis, melampiaskan amarah lewat kekerasan verbal dan fisik ke orang lain, sampai tega melecehkan orang lain demi mendapat ‘hiburan’ sementara dari penatnya kerja. 

BACA JUGA: KUNCI KESEHATAN MENTAL: BELAJAR MENERIMA ‘HEALTHY NEGATIVITY'

Makanya, banyak kasus kekerasan yang terjadi di industri film. 

Terus kita harus gimana? 

Tentu pelaku industri film harus bisa introspeksi dan membenahi hal-hal yang selama ini keliru. Jika dirasa jam kerja yang terlalu lama menjadi salah satu pemicu kekerasan, bisa lah disesuaikan kebijakannya agar lebih memanusiakan orang-orang yang bekerja di dalamnya. Jika kurangnya edukasi seksual menjadi pemicu maraknya pelecehan seksual di lokasi syuting, bolehlah kasih edukasi kepada para krunya. 

Kalau dirasa kesehatan mental yang nggak stabil menjadi pemicu kekerasan, bisalah kasih fasilitas konsultasi ke psikolog buat para kru. 

Selain itu masih banyak kok solusi yang bisa dibuat. Sayang sekali kalau ekosistem industri film Indonesia makin keruh dengan kasus semacam ini. Padahal banyak anak muda yang mau berkarier di sini. 

Nggak mau kan industri film Indonesia ‘mati’ karena nggak ada yang mau nerusin? (*/) 

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Bercita-cita menjadi seperti Najwa Shihab. Member of The Archipelago Singers.