Pandemi bikin orang Indonesia jadi mudah percaya ‘mitos-mitos’ seperti khasiat anti-Covid Susu Beruang. Kenapa itu bisa terus terjadi?
FROYONION.COM - Beberapa hari ini pandemi Covid-19 menyebabkan terpaksanya pemerintah mengambil PPKM Darurat untuk Jawa dan Bali. Yang memang kedua pulau ini mengalami lonjakan yang tinggi jumlah kasus positif Covid-19 saat ini. Gelombang Covid yang berkali-kali ini ternyata tidak membuat masyarakat belajar hidup berdampingan dengan Covid-19.
Sama seperti tahun lalu, pemerintah memberikan istilah PSBB selama kurang lebih empat belas hari dan menyebabkan masyarakat sontak langsung melakukan panic buying kebutuhan hidup sehari-hari agar mereka merasa aman saat PSBB berlangsung di rumah.
Tahun lalu obat herbal dan rempah menjadi topik hangat pembicaraan untuk mengobati gejala-gejala Covid-19. Tanpa mengetahui secara pasti efek terhadap tubuh secara ilmiah dan hanya ikut-ikutan belaka. Terlihat saat itu harga jahe di pasar tradisional mengalami lonjakan beberapa ribu sampai puluhan ribu per kilogram.
Namun, belakangan ini tren penyembuh Covid-19 berevolusi menjadi Susu Beruang yang dikatakan dapat membersihkan paru-paru dari virus tersebut. Bahkan sebenarnya mitos Susu Beruang dapat membersihkan paru-paru sudah lama ada berdasarkan apa yang saya dengar bahkan berbincang dengan orang yang akan tes kesehatan menjadi aparat negara maupun CPNS dianjurkan meminum susu ini untuk membersihkan paru-paru hingga menangkal Covid itu sendiri. Kenaikan harga juga dialami oleh pembeli Susu Beruang tersebut layaknya kenaikan jahe pada tahun lalu. Dari biasanya range harga per kalengnya 8-9 ribu melonjak hingga 14 ribuan per kaleng.
Namun, Direktur Corporate Affairs Nestle Indonesia Debora Tjandrakusuma seperti dilansir dari CNNINdonesia.com menyatakan, “Kami tidak melakukan kenaikan harga atas produk-produk kami termasuk produk susu”.
Saking besarnya lonjakan pembelian Susu Beruang ini kemudian banyak stok pada minimarket juga supermarket ludes diborong para penganut mitos. Hingga para ahli menjawabnya antara lain, Ketua Satgas Covid IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Prof. Zubairi Djoerban membantah bahwa Susu Beruang tidak bisa menyembuhkan virus Covid dalam tubuh. Susu Beruang untuk mengobati Covid-19, ya tentu saja tidak bisa. Susu Beruang tak bisa mematikan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19," kata Zubairi seperti dilansir dari CNBC Indonesia.
Ternyata mitos semacam itu sering datang dan muncul secara tiba-tiba dan tanpa terduga. Mitos ini seringnya muncul karena informasi yang turun-temurun dan kemudian dianggap sebagai kebenaran yang sudah dirasakan manusia kebanyakan namun apakah faktor tersebut yang memengaruhi suatu peristiwa tersebut ? Menjadi pertanyaan yang besar dan sulit dijawab tanpa diteliti lebih jauh.
Menurut Darmodjo, mitos yang diterima masyarakat sering disebabkan karena:
Dari ketiga poin yang merupakan alasan mengapa masyarakat begitu percaya terhadap mitos Susu Beruang ini yaitu karena memang ada sebuah ketidakmampuan untuk menyelesaikan sesuatu (baca: pandemi).
Namun, hasrat untuk menggapai sesuatu itu kemudian lebih besar lalu kemudian masyarakat tersebut menggapai objek dalam pikiran semampunya kemudian disangkut pautkan dengan peristiwa yang terjadi itu.
Gelombang penganut mitos ini sering muncul tiba-tiba lantaran keadaan yang tidak normal dialami oleh manusia dan dengan akal pikirnya yang tidak sempurna kemudian memercayai begitu saja perkataan yang didengarnya serta mengaplikasikan kepada dirinya tanpa mengindahkan berbahaya atau tidak terhadap dirinya sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak hanya mitos Susu Beruang ini yang pernah muncul di tengah masyarakat kita. Ingatkah kalian dengan fenomena batu Ponari yang konon dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit?
Hal ini dapat menjadi tolak ukur terkait adanya kesamaan proses munculnya mitos tersebut. Seperti keadaan yang kepepet, keterbatasan pengetahuan serta penalaran namun keadaan yang memaksakan hal itu harus selesai.
Mitos-mitos lain yang kemudian tumbuh dan berkembang di masyarakat sangatlah banyak serta berbagai macam alasannya. Seperti dulu ketika kita masih kecil gigi yang patah harus dibuang di kebalikannya. Jika yang copot gigi bagian bawah maka kita harus membuangnya ke atas biasanya di atas genteng. Mitos pohon yang diberi kain putih di pangkal batangnya menandakan kesakralan yang ada pada pohon tersebut. Namun terdapat juga pendapat logis atas pohon yang dikeramatkan tersebut bahwa alasan diberikannya kain putih di pangkal pohon diharapkan masyarakat atau orang-orang kemudian takut untuk melakukan penebangan pohon yang berlebihan juga agar lestarinya alam sekitar. Maka mereka berpikir untuk membuat masyarakat ketakutan namun tidak perlu menggunakan logika. Pada masa lalu logika juga masih dikesampingkan oleh masyarakat kita.
Tetapi di saat yang sama, kita tidak dapat dipungkiri kekuatan sugesti memang sering membuat kita sangat percaya diri. Dan sugesti positif ini juga bisa membuat manusia lebih kuat namun dalam kondisi tertentu, sugesti malah bisa menjadi malapetaka bagi diri sendiri. Sugesti diri juga mempunyai pengaruh atas terjadinya mitos seperti kesembuhan setelah meminum air hasil rendaman batu Ponari. Akibatnya kemudian terjadi banyak orang berbondong-bondong mendatangi Ponari cilik dan meminta pengobatan.
Contoh lainnya ialah kewajiban menyediakan sesaji atau persembahan sebelum penebangan pohon dan jika tidak dilaksanakan akan terjadi kejadian yang tak diinginkan atau mengundang marabahaya. Lalu jika tidak dipenuhi akan dikaitkanlah hal itu dengan ‘korban’ yang berjatuhan padahal bisa jadi memang karena kelalaian orang tersebut sendiri dan tidak ada sangkut pautnya terhadap penebangan pohon tersebut.
Selalu mencari dan bertanya adalah kunci dari kekuatan kita atas gempuran mitos yang kemudian menghampiri kita. Jika memang mitos itu akan bekerja dan baik untuk diri dan kehidupan kita maka okelah mitos itu dianut. Tapi bila mitos tersebut hanya merugikan, mempersulit bahkan menipu maka sebaiknya kita bermuhasabah bersama-sama. (*/)