Kemenhub mengesahkan kebijakan untuk mengatur tarif baru ojek online pada 4 Agustus 2022 lalu. Ada kenaikan di tarif minimal yang mesti dibayar penumpang. Berapa besarannya? Simak tulisan berikut.
FROYONION.COM - Belakangan ini Indonesia akrab betul dengan berita kenaikan harga beberapa kebutuhan masyarakat, mulai dari harga minyak goreng, bahan pangan, hingga pertamax dan beberapa jenis bahan bakar lainnya. Yang nggak ikutan naik palingan hanya nilai kita di hadapan Yang Maha Kuasa, semuanya masih sama rata.
Berita kenaikan harga selalu dirayakan dengan lesu, lemah, letih seperti orang kurang darah. Apalagi di masa pascapandemi, ketika perekonomian sebagian besar orang belum sepenuhnya pulih, berita kenaikan harga hanya berarti satu hal: harus ada lagi yang perlu dikorbankan.
Dan baru-baru ini, kabarnya tarif ojek online ikutan naik. Alasannya demi menunjang perekonomian para mitra ojol.
Kenaikan ini dipicu oleh keputusan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang diterbitkan pada 4 Agustus 2022 lalu. Regulasi terbaru ini nantinya akan mengatur besaran tarif ojek online sebagaimana tertulis di Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Sebagaimana kami kutip dari Republika, Hendro Sugiatno, Direktur Jenderal Perhubungan Darat, mengatakan, aturan ini akan menggantikan KM Nomor 348, Tahun 2019.
Meski begitu, beliau menegaskan, aturan ini bakal menjadi pedoman sementara dalam menetapkan biaya jasa batas atas dan biaya jasa batas bawah juga biaya jasa minimal ojek online. Nantinya setiap tahunnya akan terus dilakukan evaluasi demi menjaga kelangsungan bisnis ojek online tersebut.
Seperti di aturan yang lama, kebijakan yang baru ini juga diterapkan pada tiga zona yang berbeda.
Besaran biaya jasa di KP 564 tahun 2022 adalah sebagai berikut:
Besaran tarif minimal di atas untuk jarak lima kilometer pertama, berbeda dengan aturan sebelumnya yang ditetapkan untuk jarak empat kilometer pertama.
Berikut ini besaran tarif lama yang diperbarui pada Maret 2020 lalu sebagai perbandingan:
Bisa dibilang, di aturan terbaru, penumpang ojek online akan lebih hemat jika jarak tempuhnya lebih dari lima kilometer. Buat lo yang menempuh jarak kurang dari lima kilometer, ongkos yang mesti lo bayar adalah biaya jasa minimal alias lo tetap bayar ongkos buat jarak lima kilometer.
Jadi misalnya, lo tinggal di wilayah Jabodetabek dan naik ojek online, untuk lima kilometer pertama, ongkos yang mesti lo bayar sebesar 13.000 hingga 13.500 rupiah.
Dengan kata lain ada kenaikan sekitar 2.000 rupiah untuk tarif minimal di semua zona (jika dihitung berdasarkan jarak minimal 5 kilometer). Namun kenaikan ongkos untuk jarak per kilometernya hanya terjadi di zona 2 alias wilayah Jabodetabek yang punya selisih sekitar 50 hingga 250 rupiah dengan tarif yang lama.
Sedangkan untuk zona 1 dan 3, ongkos per kilometernya tetap sama seperti di aturan yang lama.
Nantinya, pihak penyedia aplikasi, seperti GoJek dan Grab, hanya boleh mengambil sekitar 20% dari pendapatan mitra gojek sebagai biaya sewa aplikasi.
Melihat kebijakan ini, gue jadi bertanya-tanya, apakah selama ini kebanyakan penumpang ojol jarak tempuhnya nggak lebih dari lima kilometer mengingat hanya tarif minimalnya saja yang naik cukup besar?
Bisa jadi, sih. Soalnya kata beberapa teman gue yang bekerja sebagai ojek online, mereka memang cukup jarang mendapat penumpang dengan jarak tempuh yang jauh.
Mengingat hanya tarif untuk lima kilometer awalnya saja yang naik, sedangkan ongkos buat jarak per kilometernya cenderung masih sama, kenaikan tarif ojek online ini nggak seharusnya membuat kita kelewat khawatir.
Kecuali buat lo yang sering naik ojol dan jarak tempuhnya kurang dari empat kilometer dan biasanya bayar ongkos tarif minimal berdasarkan aturan lama, tentu kenaikannya akan terasa signifikan. Apalagi jika dikalikan sebulan.
Sebetulnya dampak kenaikan tarif ojek online ini lebih heboh ketika pemerintah menerbitkan regulasi yang menyamaratakan tarif ojek online pada tahun 2019 lalu.
Sebelumnya, tarif ojek online bisa sangat murah karena nggak ada tarif minimal. Gue sendiri pernah merasakan naik ojol hanya bayar goceng untuk jarak dekat.
Di tengah bobroknya transportasi publik di Surabaya, kehadiran ojek online dengan tarif murah saat itu menjadi penolong bagi gue. Dan gue rasa di tempat lain pun juga merasakannya. Bisa dibilang ojek online menjadi transportasi favorit bahkan tren anak muda Indonesia pada masa itu.
Namun setelah adanya demo besar-besaran sopir angkot di beberapa wilayah, juga di Surabaya tentunya. Dan disambung dengan keluhan para mitra ojol yang merasa tarif ojol kelewat murah, regulasi dibikin dan gue mesti mengucapkan: "Selamat tinggal tarif murah ojek online."
Gue akhirnya beralih kembali memakai motor pribadi yang selama ini lebih sering gue kandangin, buat mobilitas gue. Mau bagaimana lagi, lah wong transportasi publik di Surabaya enggan berbenah.
Makanya nggak heran, di Jabodetabek tarif ojek online-nya paling tinggi ketimbang di zona lain, karena menurut gue transportasi publik di sana masih lebih mendingan ketimbang di daerah lain.
Kembali naiknya tarif ojek online ini sebetulnya bisa jadi momen kebangkitan transportasi publik. Namun sulit buat gue percaya itu bisa terjadi di Surabaya dengan kondisi transportasi publiknya yang yaa gitu lah.
Kabarnya, kebijakan tarif baru ojek online tersebut resmi diterapkan paling lambat 10 hari setelah aturan tersebut disahkan. Itu artinya, kemungkinan pada tanggal 14 Agustus aturan tarif baru ini bakal berlaku.
Pengamat ekonomi Nailul Huda, sebagaimana dilansir dari viva.co.id mengatakan bahwa kenaikan tarif ojek online bisa memicu inflasi melalui transportasi.
Beliau berpendapat, "Bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen akhir atau penumpang dan pelaku UMKM (mitra penjual makanan-minuman). Perubahan cost dari sisi mitra driver akan mempengaruhi perubahan di sisi konsumen penumpang dan pelaku UMKM."
Bisa dibilang, dengan naiknya tarif ojek online akan memicu penurunan konsumen, terlebih di masa pasca pandemi ini ketika perekonomian terancam dengan krisis global.
Penurunan konsumen akan berimbas pada turunnya pendapatan mitra ojol dan pelaku UMKM yang bekerjasama dengan platform transportasi online tersebut; karena konsumen kemungkinan akan beralih ke kendaraan pribadi dan memilih membeli makanannya sendiri ketimbang memesannya lewat aplikasi. (*/)