Jangan heboh, mahasiswa lulus nggak pakai skripsi bukan hal pertama kok di Indonesia, ada loh kampus yang menerapkan lulus tanpa repot-repot ngerjain skripsi. Yuk, sini Froyonion kasih paham dulu.
FROYONION.COM – Pendidikan tinggi di Indonesia belakangan ini diwarnai oleh pengumuman menggegerkan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim soal penghapusan skripsi untuk mahasiswa perguruan tinggi.
Lantas benarkah berita ini? Atau jangan-jangan hanya hoaks lagi?
Kabar simpang siur mengenai penghapusan skripsi sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa telah menciptakan sejumlah perdebatan dan pernyataan kontroversial.
Sebelumnya, skripsi telah lama menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan tinggi, baik pada tingkat sarjana maupun pascasarjana.
Isu penghapusan ini awalnya dari pernyataan pria lulusan Harvard Business School ini saat dirinya meluncurkan kebijakan baru, yaitu “Merdeka Belajar Episode Ke-26” bertajuk “Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi”.
Di sana ia sempat memberikan contoh bagaimana skripsi dapat menghambat perguruan tinggi dalam merancang program pembelajaran pembelajaran yang dengan perkembangan dunia nyata.
BACA JUGA: TIDAK BERMANFAAT, INI 5 ALASAN TRADISI SENIORITAS DI KAMPUS HARUS DIHENTIKAN
Ia memberikan analogi bagaimana mahasiswa diwajibkan membuat skripsi, mahasiswa program magister harus mempublikasikan jurnal ilmiah terakreditasi, dan mahasiswa program doktor wajib mempublikasikan jurnal internasional yang terhormat akan menghambat mereka untuk maju.
Nah, pernyataan inilah yang kemudian disalah artikan bahwa skripsi sebagai syarat kelulusan akan dihapuskan karena banyak merugikan mahasiswa.
Padahal, yang dimaksud oleh Mas Mentri ini bahwa kebijakan ini diarahkan untuk memberikan fleksibilitas dan kemerdekaan yang lebih besar bagi mahasiswa dalam mengeksplorasi bentuk tugas akhir yang sesuai dengan kebutuhan ilmu dan perkembangan teknologi saat ini.
“Karena kebijakannya adalah keputusan itu dilempar ke perguruan tinggi seperti di semua negara lain,” kata Eks Gojek tersebut dikutip oleh Froyonion.com dari Kompas, Kamis 31 Agustus 2023.
“Untuk S-2 dan S-3 masih harus tugas akhir tapi bisa kepala prodinya menentukan bahwa tugas akhirnya dalam bentuk yang lain bukan tesis, project. Jadi jangan keburu senang dulu, hahaha. Tolong dikaji dulu. Itu masing-masing perguruan tinggi haknya,” tambahnya.
BACA JUGA: PERPRES JURNALISME BERKUALITAS JADI KUBURAN BAGI PELAKU KONTEN DIGITAL DAN MEDIA INDIE
Nadiem mengklarifikasi bahwa mahasiswa tetap akan dihadapkan pada tugas akhir yang relevan dengan program studi dan bidang ilmunya.
Nadiem menekankan bahwa pemerintah hanya memindahkan hak untuk membuat skripsi atau tidak ke masing-masing kampus saja.
Jika memang pihak kampus ingin kebijakan skripsi ditiadakan maka, bisa saja dan diganti ke proyek lain yang lebih relevan misalnya.
Tapi jika tidak maka aturan skripsi juga masih bisa diberlakukan sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi dan mahasiswa.
Nantinya skripsi tidak benar-benar ditiadakan, namun akan digantikan ke dalam bentuk lain, seperti berupa prototipe, proyek, atau jenis tugas akhir lain yang sesuai.
BACA JUGA: TUNGGAKAN PINJOL AKAN BUAT NAMAMU BURUK DI BI CHECKING, SEBURUK APA?
Tujuan utama adalah untuk membebaskan mahasiswa dari keterbatasan tertentu dan memberikan mereka peluang untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengekspresikan pemahaman mereka.
Penghapusan persyaratan skripsi juga dapat mengurangi tekanan yang biasanya dialami oleh mahasiswa dalam menyelesaikan penelitian yang kadang-kadang rumit dan memakan waktu.
Dengan cara ini, perhatian dapat beralih lebih kuat pada pemahaman substansial terhadap materi yang diajarkan dan perkembangan keterampilan yang lebih relevan dengan dunia kerja.
Langkah ini juga berkontribusi pada tujuan lebih besar yaitu meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Dengan memberikan mahasiswa kesempatan untuk lebih fokus pada pembelajaran yang mendalam dan beragam, perguruan tinggi dapat lebih baik menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
BACA JUGA: USAHA MODAL KECIL YANG SERING JADI SAMBILAN MAHASISWA DI KOTA-KOTA YANG BANYAK KAMPUSNYA
Ini akan membantu memastikan bahwa lulusan perguruan tinggi memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan untuk memasuki dunia kerja yang terus berkembang.
Dalam konteks ini, keputusan Nadiem juga sejalan dengan upaya global untuk mereformasi pendidikan tinggi agar lebih adaptif dan responsif terhadap tuntutan era digital dan globalisasi.
Tidak hanya dalam perubahan bentuk tugas akhir, tetapi juga dalam penyederhanaan proses akreditasi dan penerapan standar pendidikan yang lebih fleksibel.
Dalam dunia yang terus berubah dan berkembang, perubahan pendidikan tinggi menjadi suatu keharusan.
Oleh karena itu, langkah-langkah inovatif seperti ini adalah bagian integral dari transformasi pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan lulusan yang siap menghadapi tantangan masa depan.
Sebenarnya di Indonesia sendiri ada kok kampus yang tidak memberikan beban skripsi kepada para mahasiswa. Kampus itu adalah Universitas Terbuka.
BACA JUGA: HAPPY TO HOPE BOX JEMBATAN SUHAT, CARA UNIK CEGAH KASUS BUNUH DIRI DI KOTA MALANG
Kalau gitu, syarat lulusanya pakai apa?
Di UT sendiri, mahasiswa dari program sarjana hanya perlu lulus di semua mata kuliah yang ditempuh, lulus Tugas Akhir Program (TAP) dengan minimal nilai C, dan beberapa syarat lain tergantung dari jurusan yang kalian tempuh.
Tugas Akhir Program (TAP) sendiri adalah tugas yang harus diselesaikan atau dikerjakan oleh mahasiswa program sarjana (S1) yang meliputi serangkaian tugas berbentuk permasalahan, kasus-kasus, atau pertanyaan yang diangkat dari masalah nyata pembelajaran bidang studi atau bidang pengembangan sesuai dengan jurusan masing-masing
Jadi sebenarnya kebijakan ini bukanlah hal yang baru di Indonesia. (*/)