Lifestyle

FENOMENA KONDANG KUSUMANING AYU, APAKAH BOLEH MEMILIH CALEG DARI PARASNYA?

Nama Kondang Kusumaning Ayu menjadi viral di media sosial. Caleg DPD Jatim ini dipilih karena fotonya yang good looking. Banyak masyarakat yang memilih caleg dari fotonya, misalnya Komeng.

title

FROYONION .COM - Pencoblosan sudah selesai digelar dan yang tersisa darinya adalah cerita-cerita unik bahkan meme yang beredar di media sosial. 

Ada cerita yang bikin geram seperti indikasi pelanggaran pemilu di berbagai lokasi. Ada yang bikin sedih seperti caleg yang terlihat mendadak stres berat ketika gagal memperoleh suara.

Namun, ada juga yang bikin kita senyum seperti cerita bagaimana perempuan bernama Kondang Kusumaning Ayu yang ramai dipilih oleh orang Jatim karena punya paras yang good looking.

Arek-arek Jatim yang sepertinya masih di usia muda merasa relate  dengan isi dari reel yang tersebar di Instagram tersebut. 

Mengetahui kalau mereka bukan satu-satunya yang memilih Mbak Kondang ini karena kecantikannya (dan kebetulan namanya ayu) beramai-ramai ikut berkomentar dan menjadikan reel tersebut menjadi viral. 

BACA JUGA: JANGAN BINGUNG! INI ARTI DARI QUICK COUNT, EXIT POLL, DAN REAL COUNT DI PEMILU

Tak hanya kaum lelaki saja, melainkan juga kaum hawa. Beberapa berkomentar dengan menyampaikan harapan kepada Mbak Kondang ini, jika nantinya ia terpilih, semoga bisa amanah.

Yang menyedihkan dan patut disayangkan adalah komentar-komentar bernada seksis yang menjurus pada catcalling.

Namun, ada juga beberapa komentar yang bertanya kenapa tidak memilih caleg lainnya yang lebih kredibel, misalnya seperti Ir. H. Agus Rahardjo?

BUTA INFORMASI SOAL CALEG

Memilih caleg dengan alasan orangnya good looking memang terkesan mengesampingkan kapabilitas politik seseorang yang harusnya jadi pertimbangan utama. Namun, selalu ada alasan yang mendasari fenomena semacam ini bisa terjadi.

Meski terkesan kurang pertimbangan yang matang, fenomena ini bisa dibilang menjadi bagian dari perilaku pemilih atau voting behavior.

Menurut studi yang tercantum dalam Jurnal KPU, fenomena tersebut dijelaskan sebagai voting behavior dengan Pendekatan Rasional yang cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional.

Pendekatan Rasional ini kemudian punya empat kelompok pemilih, yakni Pemilih Rasional Kalkulatif, Pemilih Primordial, Pemilih Pragmatis dan Pemilih Emosional.

BACA JUGA: FILM ‘DIRTY VOTE’: MEMBONGKAR SKEMA KECURANGAN DALAM PEMILU 2024

Pemilih Rasional Kalkulatif adalah mereka yang membekali diri dengan informasi yang cukup sebelum menjatuhkan pilihan. Sedangkan Pemilih Primordial adalah mereka yang memilih karena alasan SARA.

Pemilih Pragmatis bisa dibilang mereka yang memilih karena keuntungan sesaat. Oknum money politic biasa menyasar kelompok pemilih ini.

Sementara itu mereka yang memilih Mbak Kondang ini bisa dibilang merupakan bagian dari Pemilih Emosional yang biasanya diisi oleh para pemilih pemula.

Namun, selain mereka yang pemula, kelompok ini juga bisa diisi oleh mereka yang buta informasi soal siapa caleg yang maju dan kompeten di wilayah mereka. Karena ketidaktahuan ini mereka pun cenderung memilih caleg sesuai selera.

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG

Cara paling umum yang digunakan oleh para caleg untuk memperkenalkan diri mereka kepada pemilih adalah melalui baliho yang disebarkan di jalan-jalan.

Meski bikin pemandangan kota jadi kurang estetis, cenderung miskin gagasan, bahkan dianggap sebagai cara terlemah dalam berpromosi (utamanya di era media sosial ini), masih banyak caleg yang menempuhnya. 

Tak hanya mereka yang pemula saja, mereka yang sudah punya nama di dunia politik ikut menebarkan balihonya di jalan-jalan.

Sedangkan mereka yang punya dana besar diuntungkan karena mereka bisa menemui langsung dan berinteraksi dengan calon pemilih. 

BACA JUGA: 6 REKOMENDASI FILM TEMA EDUKASI POLITIK BUAT GEN Z FIRST VOTERS

Saya sendiri pernah menemukan seorang caleg yang entah siapa mendatangi kampung saya dan melakukan penyuluhan ini-itu. Saya lekas melupakannya karena visi-misi yang disampaikannya kelewat textbook.

Metode promosi para caleg yang usang inilah yang membuat para pemilih buta informasi soal siapa caleg yang layak dipilih. 

Para caleg ini seolah lupa kalau mereka hidup di era media sosial dan mereka bisa menggunakan itu untuk memamerkan gagasan dan visi-misi mereka.

Namun, berdasarkan data KPU yang menyebut kalau mereka yang mencalonkan caleg kebanyakan berusia lebih dari 40 tahun ke atas, dapat dimaklumi kalau mereka tidak aktif menggunakan media sosial sebagai personal branding.

SELEBRITI MASUK POLITIK

Lemahnya personal branding para caleg inilah yang membuat mereka sulit dikenal oleh para pemilih. Tak heran jika kemudian banyak partai yang menggandeng caleg dari kalangan selebriti.

Para selebriti memiliki popularitas yang membuat mereka banyak dikenal oleh masyarakat. Hal inilah yang membuat para partai kemudian menggandeng para artis sebagai pendulang suara atau vote getter.

Trend partai menggandeng selebriti semakin meningkat dalam dua kampanye terakhir.

BACA JUGA: TINGGALKAN ZONA NYAMAN, 6 ANAK MUDA INDONESIA INI BERANI TERJUN KE POLITIK

Tahun ini PDI Perjuangan menjadi partai yang paling banyak menggandeng artis di Pileg tahun ini dengan total 18 orang.

Sedangkan PAN yang sebelumnya dikira sebagai partai yang paling banyak mengusung artis sebagai caleg hingga diplesetkan menjadi ‘Partai Artis Nasional’, ternyata berada di posisi dua dengan total 14 artis.

Nama-nama seperti Once, Uya Kuya, Denny Cagur hingga Primus Yustisio sukses meraih suara di daerah mereka masing-masing. 

Sedangkan di daerah Jatim, nama Ahmad Dhani juga sukses mengumpulkan banyak suara dan berpeluang lolos sebagai anggota DPR RI Dapil Jatim 1 yang memperebutkan 10 kursi.

BACA JUGA: CARA BERTAHAN DARI KEHIDUPAN KAMPUS YANG PENUH UNSUR POLITIK

Viralnya Mbak Kondang di DPD Jatim lewat senyumnya yang menawan itu, mungkin hanya bisa ditandingi dengan kehebohan dari foto komedian Komeng yang menampilkan pose nyeleneh.

Foto Komeng mudah ter-notice dibandingkan caleg lainnya yang bertarung untuk DPD Jabar karena posenya yang jauh dari kesan formal bahkan cenderung komikal.

Sejauh ini, saat tulisan ini dibuat berdasarkan data KPU, nama Mbak Kondang berada di empat besar dan tengah bersaing sengit dengan nama-nama kader lainnya seperti La Nyalla Mattalitti, Agus Rahardjo dan Lia Istifhama.

Ketimbang tiga kader lainnya, profil Kondang Kusumaningayu sangat terbatas. Hal ini tentunya menyulitkan pemilih untuk merunut kiprahnya di politik dan apa saja gagasan yang diusungnya.

ADAKAH DAMPAK BURUKNYA?

Menentukan pilihan karena alasan yang cenderung emosional, seperti dari melihat fotonya saja, mengesankan bahwa Pemilihan Legislatif (Pileg) bukanlah sesuatu yang penting-penting amat jika dibandingkan menu utama pemilu yakni Pilpres.

Padahal posisi yang nantinya mungkin bakal diisi oleh para selebriti dan juga Mbak Kondang ini sebagai anggota legislatif adalah posisi yang penting bagi jalannya negara ini dalam 5 tahun ke depan.

Menurut laman Kompas, tugas anggota legislatif secara umum meliputi membuat dan merumuskan undang-undang juga kebijakan. Bahkan di situasi sulit, anggota legislatif punya wewenang untuk melengserkan presiden.

BACA JUGA: KENAPA KITA TIDAK BISA LEPAS DARI POLITIK?

Dalam sebuah jurnal berjudul Analisis Framing Caleg Selebritis di Media Online pada Pemilu 2024 karya dari Sugiarto yang merupakan mahasiswa Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, disebutkan dampak buruk dari Pileg yang tidak didasarkan pada pertimbangan matang.

Hal ini misalnya berdampak pada menurunnya produktivitas anggota dewan dalam menyelesaikan dan mengesahkan undang-undang. 

 

Di periode 2015 hingga 2019 misalnya, undang-undang yang berhasil dirampungkan berjumlah 10 undang-undang per tahunnya. Namun, di periode selanjutnya jumlahnya justru turun menjadi 5 undang-undang pertahunnya.

Jika ada pihak yang pertama disalahkan untuk ini adalah pihak partai politik yang masih terlalu berfokus pada elektabilitas ketimbang kualitas kadernya.

Selain itu sebagai pemilih kita juga punya andil dalam menentukan anggota legislatif yang akan maju ke Senayan. Kita misalnya bisa meluangkan waktu untuk melakukan riset siapa caleg yang cukup kompeten untuk lolos.

Namun, mengingat jumlah caleg di tiap dapil yang seabrek itu, mau meluangkan waktu kok ya rasanya mager banget. Mengingat jumlah kursi yang diperebutkan terbatas, mestinya pihak parpol membatasi kader yang dikirim.

Pada akhirnya beban untuk promosi ke calon pemilih mesti ditanggung semua oleh para caleg. Tinggal pintar-pintarnya mereka saja ‘jual diri’ agar mereka mudah dikenal oleh masyarakat.

Mbak Kondang dan Komeng mungkin bisa jadi referensi para caleg di kampanye 5 tahun mendatang untuk menarik suara calon pemilih. Saya tak akan kaget tentunya jika di kampanye selanjutnya bermunculan foto-foto unik dari para caleg.

Namun, tentunya saya tak akan memilih berdasarkan foto unik atau yang menampilkan senyum menawan. Tentunya dengan Mbak Pevita Pearce sebagai pengecualian. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Shofyan Kurniawan

Shofyan Kurniawan. Arek Suroboyo. Penggemar filmnya Quentin Tarantino. Bisa dihubungi di IG: @shofyankurniawan