Tips

SECUIL TIPS KEPENULISAN DARI MAHFUD IKHWAN DAN AS LAKSANA

Mau jadi penulis andal kayak Mahfud Ikhwan dan AS Laksana? Simak tulisan ini!

title

FROYONION.COMMembincang soalan kepenulisan ibarat tetangga menggosipkan tetangga lainnya: tak ada habisnya; bisa dimulai dari mana saja; dan boleh dikatakan tak ada cara yang sepenuhnya salah. Setidaknya begitulah menurut pemahaman saya.

Pada 28 Mei 2022, di sebuah acara yang mengangkat tema literasi dan budaya, terdapat satu nama besar di dunia sastra Indonesia: Mahfud Ikhwan. Sang pengarang Dawuk itu menjadi pembicara di acara tersebut. Sedikit pembahasannya ialah seputar novelnya, Kambing dan Hujan, juga tak lupa tentang sepak terjangnya di dunia kepenulisan.

Satu pertanyaan—yang mungkin terkesan klise—muncul pada sesi tanya jawab. “Adakah kiat tertentu dalam menulis?” Mahfud Ikhwan tersenyum, merujuk kepada hasil karyanya, ia menjelaskan bahwa satu hal yang membuat sebuah tulisan hidup adalah “kedekatan”. 

Kedekatan yang dimaksud ialah apa yang ada di dekat seorang penulis. Kalau tinggal di dusun, coba susun cerita dengan latar dusun. Kalau tinggal di kota, rangkai kisah yang berlatar perkotaan. Jangan kemudian kamu tinggal di desa tapi membuat cerita dengan latar tempat di Paris. 

Mahfud kemudian menyambung dengan menerangkan salah satu keniscayaan pada zaman sekarang: bahwa kecanggihan teknologi mampu membuat kita memahami bagaimana keadaan di Paris, meski kita sama sekali belum pernah ke ‘kota cinta’ itu. 

Akan tetapi yang perlu digarisbawahi adalah kelima indra kita belum pernah menjamah kota tersebut. Bagaimana baunya, bagaimana kelihatannya, bagaimana rasanya, bagaimana kedengarannya, bagaimana perabaannya. 

Akibatnya, dikhawatirkan karangan yang sudah rampung kita susun menjadi kurang ‘mengena’. Terkesan memaksakan, bahkan cenderung hanya berupa cerita dengan latar ‘tempelan’ semata. 

Tempelannya adalah Kota Paris sebagai latar tempat, yang walaupun latar tempat tersebut diganti dengan Kota Jakarta, maka tulisan itu tetap utuh dan tetap masuk akal untuk dibaca. Maka kedekatan atau apa yang ada di dekat kita, menjadi hal yang vital untuk ditulis dalam konteks kepenulisan fiksi—terlebih untuk seorang pemula yang baru terjun menekuni kepenulisan.

BACA JUGA: MARTIN SURYAJAYA, PENULIS YANG INGIN MENDOBRAK SASTRA INDONESIA LEWAT ARTIFICIAL INTELIGENCE

AS Laksana dalam esainya yang bertajuk Riset Seorang Penulis, juga menuliskan kiat yang senada. Akan tetapi di samping hal-hal yang sudah kita akrabi setiap hari (yang ada di dekat kita), satu lagi yang perlu diasah adalah kepekaan dalam menangkap detail-detail yang kerap luput dari perhatian orang lain. 

Dengan pengamatan yang lebih rinci, seorang penulis mampu membuat setting cerita dengan lebih hidup dan meyakinkan. Penggambaran yang dituliskan oleh AS Laksana boleh membuat kita serempak mengatakan “Lah, iya juga, ya” diikuti gerakan menggaruk kepala padahal tidak gatal.

Esai yang ditulis pada tahun 2006 itu seolah-olah menantang kita, apakah yang kita akrabi setiap hari itu sudah benar-benar kita ‘akrabi’? Jika kita adalah seorang mahasiswa atau pekerja kantoran yang memanfaatkan transportasi bus kota setiap hari, lalu kita disuruh menuliskan sebuah cerita dengan latar bus kota, maka bagaimana situasinya? 

Penulis dengan pengamatan biasa-biasa saja akan menuliskan bahwa situasi di bus kota dipenuhi dengan penumpang yang berdesak-desakan. Sedangkan jika kita benar-benar mengakrabi dan betul-betul mengamati, kita mungkin akan memperoleh berderet kalimat yang detail dan bisa membuat tulisan kita hidup. 

Berikut sederet pertanyaan yang ditulis AS Laksana dalam sebuah pengamatan mengenai bus kota: berapa kali pengamen naik turun selama perjalanan dengan bus itu dari kantor ke halte tempat kamu turun? Berapa kali kamu menjumpai peminta sumbangan yang nekat menyodorkan proposal kumal di sela-sela kepadatan penumpang? Berapa jumlah kursi bus tersebut? 

Apakah ada jendela yang kacanya pecah atau macet dan tak bisa ditutup? Berapa jumlah halte yang kamu lewati selama dalam perjalanan dengan bus tersebut? Berapa jumlah perempatan lampu merah yang kamu lalui? Apakah ada lampu lalu lintas yang kacanya pecah? 

Di mana lampu lalu lintas yang pecah itu? Apakah selama perjalanan dengan bus tersebut kamu menjumpai jenis-jenis pohon yang tidak kamu kenal namanya? Apakah pipa-pipa kursinya karatan? Seperti apa baunya? Apa saja tulisan yang bisa kamu baca di bus tersebut? Dan masih banyak lagi.

Belajar dari Mahfud Ikhwan dan AS Laksana, pada akhirnya bekal—yang boleh dikatakan menjanjikan—bagi seorang penulis adalah ketajaman akan pengamatannya pada hal-hal yang sebenarnya ada di dekatnya. Tidak perlu menulis sesuatu yang jauh, cukup jadilah pengamat yang cerdik dalam menangkap momen atau detail yang tak terpikirkan oleh orang lain. Kamu bisa mulai menuliskan itu sekarang. Cobalah! Sejauh dan setajam apa pengamatanmu. Apa cukup tajam untuk membuat tulisanmu hidup? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Uzair Assyaakir

Freelance Writer. Menulis feature, esai, cerpen, dan artikel lainnya. Tulisannya telah dimuat di beberapa media online.