Tips

BISA NGGAK SIH TETAP OPTIMIS SAAT INFO NEGATIF BERMUNCULAN SEHARIAN?

Jadi orang yang punya sikap ‘realist optimism’ itu bagus banget buat bikin kita lebih damai dan tenang. Tapi, gimana caranya untuk terus optimis di saat tiap hari selalu terpapar berita negatif?

title

FROYONION.COM - Buat jadi orang yang punya sikap optimistis di era digital sekarang ini tentunya jadi hal yang nggak mudah. 

Tak hanya di Indonesia, ternyata kebiasaan ini juga ditemukan melanda banyak orang di berbagai negara, karena memang sekarang ini kita diterpa oleh berbagai berita atau informasi negatif sepanjang 24/7 setiap waktunya. 

Pertanyaannya, bagaimana kita bisa tetap optimis meskipun berada pada era yang seperti itu? 

Sebelum jauh melihat hal tersebut, sebaiknya kita memahami dulu bagaimana tren perkembangan informasi digital yang negatif itu bisa benar-benar memengaruhi persepsi manusia dan akhirnya punya kaitan erat dalam bertindak. 

"Bad News, It's a Good News" Istilah tersebut lekat dan akhirnya terus menjadi kebiasaan sampai saat ini. Orientasi negatif dalam berita dinilai banyak peneliti di seluruh dunia semakin parah sekarang ini. Kenapa demikian? 

Berita cenderung penuh dengan informasi negatif, seperti kebencian ataupun hal-hal yang tidak sopan menjadi konten yang diperhatikan oleh audiens di media sosial. 

Makanya siapapun itu, mereka yang mendevelop sebuah informasi cenderung mencari hal yang paling negatif dari keseluruhan informasi yang akan disebarkan tersebut. 

Sebuah studi dari University of Winnipeg menganalisis tweet anggota Kongres AS tahun 2009 dan 2019, mereka menemukan jika konten negatif yang disebarkan oleh para kongres dalam medio waktu tersebut menerima lebih banyak likes dan retweet dibanding dengan komentar positif. 

New York University juga menemukan hal senada. Dari total 2,7 juta postingan di Facebook dan Twitter yang dianalisis, ditemukan kalau pesan bernada negatif dua kali lebih sering dibandingkan atau di-retweet dibandingkan dengan pesan positif atau negatif. 

Nggak cuma soal isi berita yang semakin negatif, tetapi frekuensi kita membaca berita juga jadi salah satu faktor utama yang bikin pesimisme semakin mengakar. Dalam dunia yang serba terhubung seperti sekarang, kita bisa mengakses berita kapan saja, di mana saja, tanpa henti. Inilah yang akhirnya membuat kita terjebak dalam kebiasaan doomscrolling—menggulir tanpa henti berita-berita penuh kecemasan dan rasa takut.

Sederhananya, berita negatif itu seperti racun yang kita konsumsi setiap hari. Nggak peduli apakah lewat televisi, media cetak, atau aplikasi berita, siklus informasi yang terus-menerus ini membuat kita merasa bahwa dunia lebih suram daripada yang sebenarnya.

Lantas, ayo kita kembali ke pertanyaan utama di atas tadi. Apakah bisa kita bersikap optimis di tengah terpaan informasi negatif sekarang ini? 

Mengutip Psychology Today, ada cara untuk melawan efek buruk ini, dan langkah pertama adalah dengan mengingat bahwa setiap zaman punya tantangannya sendiri. 

Memang benar, saat ini kita dihadapkan pada berbagai peristiwa tragis, dari konflik besar hingga bencana alam. Namun, sejarah manusia juga menunjukkan bahwa dalam banyak hal, kehidupan sebenarnya lebih baik sekarang dibandingkan sebelumnya.

Penelitian psikolog Harvard, Steven Pinker, menunjukkan bahwa kekerasan global sebenarnya sedang berada di titik terendah dalam sejarah manusia. Artinya, meskipun berita negatif terus membanjiri layar kita, itu bukan cerminan mutlak dari kondisi dunia secara keseluruhan.

Masih pada merujuk pada artikel tersebut, jika ingin tetap optimis kita perlu mengubah cara kita memandang dunia. Salah satu caranya adalah dengan fokus pada kemajuan yang sudah kita capai. 

Misalnya, meskipun isu diskriminasi rasial masih ada, sudah banyak perubahan positif yang terjadi dibandingkan satu abad lalu. Begitu juga dengan kesetaraan gender dan mungkin masih banyak lagi isu lain yang relevan dengan keseharian setiap kita. 

Kita nggak bisa mengabaikan fakta bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Tapi justru di sinilah peluang kita untuk berkontribusi.

Dengan menjadi realist optimism, kita nggak hanya berharap dunia jadi lebih baik, tapi juga mengambil langkah konkret untuk mewujudkannya. Mulai dari hal kecil seperti berbagi cerita positif, hingga ikut dalam gerakan sosial yang mendukung kesetaraan, setiap tindakan kita punya potensi besar untuk menciptakan perubahan.

Jadi, di tengah derasnya arus berita negatif, tugas kita adalah memilih untuk tetap optimis, fokus pada hal-hal baik, dan menjadi bagian dari solusi. Karena pada akhirnya, perubahan dunia dimulai dari diri sendiri.

Tips lainnya mungkin buat kalian yang sering jadi overthinking, bisa memilih untuk membaca artikel atau informasi yang memberikan konteks mendalam. 

Secara sederhana, kita membatasi konsumsi berita yang negatif tersebut dan memaksimalkan apa dampak positif yang mungkin ditimbulkan dari suatu informasi dengan menelaahnya beberapa kali. Ini membantu kita memahami isu tanpa terjebak pada sensasi. 

Selain itu, membatasi waktu untuk membaca berita juga penting. Misalnya, alokasikan waktu khusus di pagi atau sore hari untuk membaca berita, sehingga kita tidak terjebak dalam kebiasaan mengecek notifikasi tanpa henti. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Michael Josua

Cuma mantan wartawan yang sekarang hijrah jadi pekerja kantoran, suka motret sama nulis. Udah itu aja, sih!