Menguasai menyampaikan bahasa nonverbal menjadikan kita lebih komunikatif saat berbicara tatap muka untuk menjelaskan suatu hal. Karenanya, kita perlu melatihnya.
FROYONION.COM – Saat berbicara tatap muka dengan orang lain, kita sebenarnya tak hanya menyampaikan kata-kata kepada lawan bicara ataupun, mencerna kata-kata yang disampaikan olehnya tetapi kita juga menyampaikan bahasa-bahasa nonverbal.
Dilansir dari buku The Interpersonal Communication karya Joseph A. Devito, bahasa nonverbal terdiri dari gerak tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, intonasi, keheningan, area berkomunikasi, fashion, wewangian, dan waktu berkomunikasi.
Saat berbicara secara tatap muka, bahasa nonverbal sangat penting. Bahkan melebihi pentingnya bahasa verbal.
BACA JUGA: 4 KESALAHAN KOMUNIKASI TERTULIS YANG PERLU DIHINDARI
Perlu diketahui, menurut suatu penelitian, komunikasi akan komunikatif bila 93% prosesnya diisi oleh bahasa nonverbal.
Sisanya, yaitu sebanyak 7%, diisi oleh bahasa verbal atau kata-kata. Semakin baik bahasa nonverbal yang kita tampilkan, maka hal yang kita sampaikan menjadi lebih komunikatif. Lawan bicara pun menjadi lebih tertarik dengan hal yang kita sampaikan.
Kemampuan satu ini penting sekali untuk Gen Z yang pasca pandemi lebih banyak berkomunikasi lewat kecanggihan teknologi dan lebih jarang berinteraksi secara tatap muka.Tak heran, sejumlah Gen Z mengalami kebingungan saat harus wawancara kerja tatap muka begitu pandemi telah usai seperti sekarang.
Dengan demikian, anak muda Gen Z sebenarnya perlu meningkatkan kemampuan bahasa nonverbal. Berikut 4 tips yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan bahasa nonverbal.
Saya pernah membandingkan bahasa nonverbal yang sering ditunjukkan teman saya dengan bahasa nonverbal yang sering saya tampilkan. Teman saya ini senang menggunakan variasi gestur tangan untuk menjelaskan suatu hal. Sedangkan saya lebih nyaman menggunakan variasi intonasi untuk menjelaskannya.
Misalnya, saya menjelaskan smartphone yang baru saja saya beli. Saya menggunakan nada bicara sedih bila ada fitur yang tak sesuai ekspektasi. Saya menggunakan nada bicara senang bila ada fitur yang sesuai ekspektasi. Saya menggunakan nada bicara yang tak terlalu senang dan tak terlalu gembira bila ada fitur smartphone yang tak terlalu memenuhi ekspektasi.
Dari titik ini, saya menyimpulkan satu hal penting. Yaitu, belum tentu bila A nyaman melakukan suatu bahasa nonverbal, maka si B pun akan nyaman melakukannya. Dengan kata lain, bahasa nonverbal yang nyaman bagi setiap orang itu belum tentu sama. Nah, seperti yang disebutkan sebelumnya, ada banyak sekali jenis bahasa nonverbal. Kita umumnya menggunakan lebih dari satu bahasa nonverbal. Kita tak perlu melatih semuanya. Kita fokuskan melatih bahasa nonverbal yang nyaman kita gunakan. Hindari menggunakan bahasa nonverbal yang tak nyaman kita tampilkan
Setelah dilatih, bahasa nonverbal tentunya akan semakin berkualitas. Misalnya, intonasi yang saya sampaikan menjadi lebih pas saat menjelaskan suatu hal. Dengan kata lain, tak terlalu datar dan tak terlalu emosional. Contoh lainnyanya, gestur tangan yang kita tampilkan menjadi lebih pas dengan hal yang kita jelaskan.
Untuk melatih kemampuan bahasa nonverbal, carilah sosok role model yang sesuai. Umpamakan, kita senang menggunakan gestur tangan untuk menjelaskan suatu hal.
Di YouTube, ada banyak youtuber yang senang menggunakan gestur tangan untuk menjelaskan suatu hal.
Ambil contoh, David GadgetIn yang memiliki channel berisi review beragam produk smartphone. Kita jadikan David sebagai role model. Nah, kita amati bagaimana David menggunakan gestur tangan untuk mengekspresikan suatu hal.
Misalnya, bagaimana menggunakannya untuk mengekspresikan fitur smartphone bila sesuai atau tak sesuai dengan ekspektasi.
Sebagian orang memandang bahwa kemampuan berkomunikasi adalah sepenuhnya bakat. Apakah hal ini benar? Hal ini tak sepenuhnya benar. Memang benar, kemampuan ini adalah bakat. Namun, kemampuan ini pun bisa kita latih melalui proses belajar.
Mari kita amati Soekarno dan Hitler. Keduanya adalah sosok yang terkenal dengan kemampuan orasinya yang luar biasa. Saat mereka berorasi, bisa mendatangkan massa dalam jumlah ribuan.
Nah, baik Soekarno maupun Hitler tak langsung mendapatkan kemampuan tersebut. Mereka rutin berlatih berorasi di depan cermin saat masih berusia muda. Saat berlatih, selain memperhatikan detail bahasa verbal, memperhatikan juga bahasa-bahasa nonverbal. Misalnya, ekspresi wajah, gerak tangan, dan nada bicara.
Selain berlatih memperagakan bahasa nonverbal di depan cermin, kita pun perlu rutin juga berlatih memperagakannya di hadapan orang lain.
Misalnya, meminta teman dekat untuk menilai bahasa nonverbal yang kita tunjukkan. Di hadapan teman kita, kita jelaskan suatu hal dengan menampilkan bahasa nonverbal.
Lalu, kita tanyakan apakah bahasa nonverbal yang kita sampaikan komunikatif? Bila belum, tentunya kita harus melatihnya kembali di depan cermin. Dengan latihan memperagakan bahasa nonverbal di hadapan orang lain, mengukur apakah bahasa nonverbal yang kita tampilkan komunikatif atau tidak.
Ditinjau dari sudut pandang aktif atau tidaknya, bahasa non verbal dapat dikategorikan menjadi dua. Yaitu, bahasa nonverbal aktif dan bahasa nonverbal pasif. Contoh bahasa nonverbal aktif misalnya gestur tangan dan ekspresi wajah. Untuk menampilkannya, kita memang harus melakukannya di hadapan lawan bicara. Sedangkan dalam bahasa nonverbal pasif, kita tak perlu melakukannya. Sebabnya, sudah ‘menempel’ Contoh bahasa nonverbal pasif yaitu wewangian atau fashion. Wewangian dan fashion ‘menempel’ pada tubuh kita.
Nah, saat berbicara, kita perlu melatih untuk mengetahui bahasa nonverbal pasif yang cocok digunakan. Umpamakan, kita adalah panitia acara kemerdekaan. Kita bertugas menghimpun dana acara dari warga. Kita analisis bentuk bahasa nonverbal pasif yang membuat warga berkenan memberikan dana. Kita lalu mengenakan pakaian rapi dan parfum. Kedua adalah bagian dari bahasa nonverbal pasif. Dengan mengenakannya, menanamkan kesan kepada warga percaya bahwa panitia profesional dalam menyelenggarakan acara kemerdekaan. Karenanya, memperbesar peluang warga memberikan dana.
Itulah, beberapa tips meningkatkan kemampuan bahasa nonverbal. Dalam proses komunikasi, tak dapat dipungkiri bahasa nonverbal menjadikan hal yang tak terhindarkan. Karenanya, sangat penting bagi siapapun untuk melatihnya. (*/) (Photo credit: Andrea Piacquadio)