Di balik konten audio visual yang lu bisa tonton di bioskop, YouTube, TV atau Netflix itu, sebenernya ada peran signifikan dari seorang penulis naskah. Nah, seperti apa sih profesi kreatif satu ini? Yuk kita kupas bareng Ilma Firda, scriptwriter berpengalaman yang ada di balik serial “Tukang Ojek Pengkolan”.
Sudah bukan rahasia lagi kalo pekerjaan sering nggak sejalan dengan jurusan semasa kuliah. Begitu juga yang dialami Ilma Firda yang semasa kuliah di jurusan yang eksakta tapi begitu kerja malah milih dunia penulisan kreatif.
“Latar belakang pendidikanku emang nggak di dunia sastra atau komunikasi tapi emang suka film dan pengen banget jadi penulis,” cerita Ilma dalam sebuah wawancara dengan Froyonion 10 Februari lalu.
Begitu rampung kuliah, tahun 2009 Ilma membulatkan tekad untuk menekuni hobi menulis. Dia nyari les nulis dan coba tanya-tanya ke temen-temennya yang kerja di dunia penyiaran (broadcasting). Ilma disaranin buat belajar ke sejumlah dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang buka les menulis untuk umum.
Ia pun ikut les menulis berjudul “Serunya Scriptwriting”. Ilma belajar pertama kali dengan Armantono. Begitu selesai ikut les, ia dengan percaya diri menulis cerita, sinopsis, dan melamar ke mana-mana dengan cerita punyanya ke sejumlah production house.
“Bener-bener modal SKSD (sok kenal sok deket) aja pas itu. Cuek aja dan nggak malu meski sebenernya sehari-hari aku ini pemalu dan introver orangnya. Tapi karena udah pengen ya, nggak ngerasa malu untuk kontak orang, telepon PH, meski ya masih banyak ditolaknya. Maklum penulis baru,” kenangnya.
Menurutnya setelah beberapa lama menjadi penulis naskah, yang paling membedakan antara menulis novel dan naskah ialah di naskah karakter lazimnya nggak punya titik balik seperti di novel.
Ia pun ikut les menulis berjudul “Serunya Scriptwriting”. Ilma belajar pertama kali dengan Armantono. Begitu selesai ikut les, ia dengan percaya diri menulis cerita, sinopsis, dan melamar ke mana-mana dengan cerita punyanya ke sejumlah production house.
“Bener-bener modal SKSD (sok kenal sok deket) aja pas itu. Cuek aja dan nggak malu meski sebenernya sehari-hari aku ini pemalu dan introver orangnya. Tapi karena udah pengen ya, nggak ngerasa malu untuk kontak orang, telepon PH, meski ya masih banyak ditolaknya. Maklum penulis baru,” kenangnya.
Menurutnya setelah beberapa lama menjadi penulis naskah, yang paling membedakan antara menulis novel dan naskah ialah di naskah karakter lazimnya nggak punya titik balik seperti di novel.
Namun, satu modal penting yang ia miliki ialah kemauan untuk terus belajar, menerima kritik dan mau belajar dari penolakan. “Kalau habis ditolak, nggak marah tapi justru malah pengen tau alasannya kenapa ditolak. Apa yang harus diperbaiki dari naskah itu supaya diterima?”” tandasnya.
Karena merasa masih harus mempertajam skills, Ilma pun belajar ke lebih banyak penulis naskah kawakan seperti Sekar Ayu Asmara dan Aris Nugraha. Nama yang kedua ini dikenal sebagai penulis naskah sitkom Bajaj Bajuri dan Preman Pensiun yang sudah dikenal banyak orang.
Aris memang sedang membutuhkan penulis muda untuk bergabung dalam proyek yang sedang ia kerjakan Suparman.
Dalam kelas, Aris mengajari cara menulis sinopsis. “Sehari kita harus bisa menghasilkan 10 sinopsis,” ujar Ilma. Dari 10 yang diserahkan, memang tak semuanya dipakai dalam produksi. Yang bagus untuk ditayangkan, baru dikembangkan lebih lanjut sebagai scene dalam naskah.
Di sini Ilma bener-bener sabar belajar langkah demi langkah dalam memikirkan sebuah cerita yang kreatif, bisa dikonsumsi khalayak ramai dan dapat diproduksi oleh tim dengan anggaran yang masuk akal. “Sejak saat itu aku ikut project pak Aris sampai sekarang,” ujar penulis ini.
Ilma sendiri tak segan untuk terus mengasah kemampuan menulisnya bahkan di luar dunia penulisan naskah. Ia belajar menulis fiksi seperti cerpen, yang menurutnya lebih menantang sebab ia mengaku ‘napasnya’ saat menulis terbilang pendek.
Dengan keharusan mengumpulkan 10 sinopsis dalam sehari, Ilma pastinya dituntut untuk selalu memiliki bank ide yang berlimpah ruah. Tidak ada satu hari kerja yang ia bisa dengan santai berkata, “Sori lagi nggak ada ide nulis.”
Yang dipahami Ilma adalah ide nulis itu timbulnya kayak percikan api. Ia mencontohkan kita bisa dengan fokus ke satu objek saja dan menghasilkan banyak ide menulis dari situ. Katakanlah, kita lagi liat sebuah laptop, kita bisa dapet cerita yang berangkat dari laptop itu saat tak berfungsi alias ‘hang’, wifi-nya mati, dicuri, terkena tumpahan air, kena virus, di-hack. “Dari sini, kalau kita implementasikan ke beberapa karakter, kemungkinannya jadi banyak,” katanya.
Dalam workshop, Ilma masih ingat cara merangsang timbulnya ide baru itu adalah dengan menanyakan kegiatan yang kemarin baru saja kita lakukan. Misalnya saja berbelanja di pasar. Penulis bisa menuliskan cerita si karakter X untuk berbelanja di pasar juga.
Jadi kalau ada orang yang ngaku sebagai penulis tapi ngaku nggak ada ide itu nggak mungkin, seloroh Ilma.
Bagi Ilma, saat seseorang mengatakan dirinya sedang tak ada ide menulis, mungkin itu artinya si orang tersebut sedang sangat jenuh. Jika jenuh dan sudah tidak ada ide yang didapat di kamar, kita bisa keluar ke halaman, atau ke luar rumah.
Kejenuhan ini alami banget buat penulis. Setelah otak bekerja keras menulis, idealnya otak juga harus diisi ‘makanan’.
“Kalau lagi butuh ‘asupan’ energi buat nulis, aku milih buat nonton dan baca buku,” tandasnya.
Buat kalian yang ingin tau rasanya kerja dunia penulisan naskah buat sinetron stripping kayak gini, Ilma menggambarkan kalo di satu timnya ada 6 orang penulis. Satu penulis memproduksi dan bertanggung jawab atas naskah 1 episode.
Sistem kerjanya biasanya si penulis membuat plot dengan arahan supervisor yang bisa dibagi beberapa episode. Baru satu penulis diberi tanggung jawab mengembangkan naskah untuk satu episode. Jika sudah oke, baru diserahkan ke sutradara.
Enaknya kalau kerja jadi penulis naskah gini adalah bisa kerja dari rumah. Kadang emang masih harus meeting bareng di kantor. Biasanya bikin scene plot beberapa episode lalu pulang ke rumah untuk menulis naskah sampai jadi.
“Karena pandemi, semua dilakukan online deh,” katanya.
Dari pengalaman seorang temen, gue tau bahwa kerja di dunia penulisan naskah di industri hiburan kayak gini butuh stamina yang kuat. Sering seorang penulis mesti kerja sampe pagi buat nulis naskah dan revisi. Beberapa bahkan nggak kuat dan mengundurkan diri cuma dalam hitungan bulan.
Ilma sendiri ngaku kalo dunia yang ditekuninya ini nggak mudah. Dari pengalamannya sendiri aja, dia pernah meeting di stasiun TV dari jam 9 malem sampe dini hari.
“Itu baru meeting cerita ya. Belum mikirin plot, belum nulis draftnya,” kenangnya.
Ia beruntung karena sekarang bergabung dengan Aris Nugraha Production yang menerapkan sistem kerja yang nyaman bagi penulis. Nggak ada yang namanya penulis mesti begadang sampe pagi buat kerja. Aris Nugraha mengatur sedemikian rupa agar para penulis naskahnya bisa menulis dengan produktif, tanpa bekerja lembur dan begadang berhari-hari.
Di lapangan juga sistem kerjanya efisien dan efektif. Para pemain udah selesai kerja pukul 6 petang. Nggak ada pemain atau kru yang ‘gabut’ di lokasi syuting sehingga kerjanya jadi cepet.
Dengan adanya sistem yang efektif ini, pasokan naskah bisa terjaga dan produksi bisa terus dilaksanakan secara berkala. Tidak harus tersendat karena penulis sakit atau belum selesai merampungkan naskahnya. Dengan begitu, anggarannya juga lebih terukur.
Tiap penulis diberi waktu 3 hari untuk nulis naskah 1 episode yang terdiri biasanya dari 60 adegan ini. Karena itu penulis nggak perlu bekerja dengan terburu-buru. Untuk waktu pengerjaan, masing-masing penulis bisa memilih. Ada yang lebih suka malam hari atau pagi hari begitu anak mereka sudah berangkat ke sekolah.
Ilma sendiri mengaku lebih nyaman bekerja dengan jam kerja khas kantoran. Pagi jam 8 ia sudah mulai nulis naskah lalu rehat pas jam makan siang. Malamnya ia bisa memilih melanjutkan atau memilih aktivitas lainnya. Ia bebas asal masih bertanggung jawab dengan hasil kerjanya yang berupa naskah nanti.
Seorang penulis naskah mesti pandai-pandai menjaga stamina juga karena begitu kelelahan, pasti kualitas naskah yang dibuat jadi menurun.
“Kalo penulis naskah udah mulai capek atau mengantuk itu ketauan di naskah yang dibuat. Dialognya jadi ‘kaku’,” kata Ilma.
Meski penulis bisa bekerja di rumah pas pandemi menyerang, bukan berarti mereka juga bisa kerja lancar tanpa hambatan. Kayak Ilma yang pernah harus revisi naskahnya karena ada pemainnya yang terinfeksi Covid.
“Nggak ada cara lain selain menghapus adegan yang ada pemain itu. Nggak lagi sempet revisi sih,” ucapnya.
Strategi saat pandemi adalah pengurangan karakter yang ditampilkan dalam adegan-adegan. Set juga diatur seminimalis mungkin. Ini karena terkait dengan protokol kesehatan juga.
“Tantangannya adalah gimana penulis bisa menghasilkan naskah yang ceritanya menarik dengan karakter yang lebih sedikit,” ungkap Ilma yang jadi penulis naskah paling awet di tim Tukang Ojek Pengkolan. Ia sudah bergabung sejak 2015 hingga sekarang 2022.
Selama di ANP, Ilma patut berbangga karena tim mereka berhasil menyabet sejumlah penghargaan dari Panasonic Awards, LSF, Indonesian Television Awards, bahkan sampai nominasi di Busan International Film Festival untuk lini Asian Content Award. (*/)