Menyambut Hari Film Nasional pada 30 Maret 2022 ini, Froyonion berbincang dengan salah satu aktor muda, Giulio Parengkuan, untuk mendengar opininya mengenai film serta industri film tanah air.
FROYONION.COM - Seorang aktor yang memainkan banyak peran yang membekas di benak kita. Seperti Anhar di serial film Dilan yang menyita perhatian para gadis karena parasnya. Juga aktingnya yang meyakinkan sebagai Rama di film Penyalin Cahaya yang bikin kita terpana .
Mulai dari film action, fiksi, hingga horor sudah ia lakoni. Dari karakter anak muda yang penuh rasa penasaran sampai anak muda dengan sejuta pemikiran rumit bisa ia perankan dengan baik.
Giulio Parengkuan namanya. Pemuda di balik karakter film-film tadi yang udah aktif jadi aktor sejak tahun 2017 di film perdananya, Pertaruhan.
Kagum akan kemampuan beraktingnya, ternyata Giulio tidak pernah megikuti kursus atau pelatihan akting tertentu.
“Aku nggak pernah ikut ekskul teater gitu sebelumnya selama bersekolah. Jadi aku belajar akting secara otodidak. Awalnya karena aku suka sama film ‘Eternal Sunshine of Spotless Mind’ karena kagum sama karakter yang dimainin Jim Carrey. Ngeliat dia yang biasanya komedi terus main di film drama yang serius bikin aku jatuh cinta sama dunia film untuk pertama kali,” cerita Giulio.
Erwin Parengkuan sebagai ayah yang juga banyak berkecimpung di dunia entertainment lantas memberikan restu pada Giulio untuk menekuni passion-nya di bidang film.
BACA JUGA: MEMPELAJARI KEPRIBADIAN DIRI BERNAMA AMBIVERT BERSAMA ERWIN PARENGKUAN
Casting pertama Giulio jalani untuk film ‘Pendekar Bertongkat Emas’. Tapi Giulio mengaku kalau kesempatan itu terpaksa harus dilepas karena jadwal syutingnya yang bertabrakan dengan Ujian Nasional.
“Pertama kali ikut casting itu aku inget banget makan waktu 2 jam. Apalagi waktu itu aku masih agak pemalu dan tertutup, sedangkan karakter yang diujikan itu bertolak belakang sama sifatku dulu. Tapi, aku juga belajar kalau ternyata keutuhan diriku sebagai Giulio itu ikut terbentuk dengan keterlibatanku di seni peran,” kata cowok yang juga punya hobi street photography ini.
Dalam perjalanannya sebagai aktor, ada satu hal penting yang masih Giulio ingat sampai sekarang.
Karakter yang memilih kita, bukan kita yang memilih karakter.
Pembelajaran penting ini pertama kali ia pelajari dari Tio Pakusadewo, aktor senior yang bermain peran bersamanya di film Pertaruhan yang tayang di tahun 2017 lalu. Itu sebabnya Giulio selalu menerapkan cara-cara yang berbeda dalam mendalami karakter yang ia perankan.
“Ritual dalam mendalami setiap karakter itu beda beda karena I want to keep it fresh (aku pengen setiap prosesnya itu terasa baru dan segar). Misal kayak di Penyalin Cahaya, aku ngobrol sama Mas Wregas Bhanuteja tentang karakter Rama yang aku mainkan. Akhirnya pendekatannya pakai literasi dan puisi psikologis serta aliran-aliran filosofis yang membuat aku paham sama background story (latar belakang) karakter yang aku mainkan,” cetusnya.
Selain lewat literasi, puisi, dan filosofi, observasi langsung juga pernah dilakukan oleh Giulio saat harus memerankan karakter preman. Ia mengaku kalau ia pergi ke pasar untuk mempelajari sosok dan gerak-gerik seorang preman.
Uniknya, dari observasi tersebut Giulio belajar kalau nggak perlu baju sobek-sobek untuk terlihat seperti preman. Kalau jiwanya udah preman, pakai jas aja akan terlihat seramnya.
BACA JUGA: "DIGICAM: ALTERNATIF BAGI YANG SUKA KAMERA ANALOG TAPI PUSING DENGAN HARGA ROLL FILM"
Kecintaan Giulio pada filsafat tampak dengan begitu jelas saat ditanya apa yang membuatnya ingin mendalami dunia sinema.
“Aku hanya berangkat dari rasa penasaran yang bisa dibilang seperti roh. Dalam arti, rasa itulah yang membuatku ‘hidup’ sampai sekarang di dunia sinema. Yang aku tahu, aku jatuh cinta sama sinema. Dari berakting aku belajar untuk memahami manusia lebih dalam. Aku belajar untuk memiliki rasa,” tegasnya.
Ada pemikiran yang begitu dalam dan penuh arti di balik sosok Giulio yang selama ini kita lihat di layar lebar. Kecintaannya pada dunia film, membuatnya juga menemukan keresahan yang ia harap bisa ia ubah.
“Aku harap keamanan di lokasi syuting yang bebas dari pelecehan seksual bisa segera tercipta. Aku ingin lokasi syuting itu bisa nyaman dan aman untuk siapapun yang terlibat,” kata Giulio menuturkan harapannya yang bukan hanya untuk industri film, tapi juga seluruh industri kreatif Indonesia.
Perannya sebagai Rama di film Penyalin Cahaya ternyata juga mengajarkan Giulio akan mindset yang dimiliki oleh seorang pelaku pelecehan. Oleh karena itu, pemahaman Giulio pun menjadi semakin utuh dan membantunya untuk menyebarkan awareness agar kasus-kasus serupa tidak terjadi.
Menuju akhir wawancara, Giulio juga menyisipkan pesan bagi masyarakat Indonesia untuk bisa lebih bijak menilai film-film karya Indonesia.
“Kadang kita mudah terpesona sama film luar. Padahal film luar juga belajar banyak dari budaya kita. Ada juga film yang waktu itu ditolak untuk tayang di Indonesia karena katanya nggak sesuai sama moral. Tapi begitu dapet penghargaan di luar negeri, mereka malah memohon-mohon untuk ditayangkan di Indonesia. Menurutku masyarakat harus bisa lebih bijak dalam menanggapi suatu karya,” cetus Giulio beropini, mencerminkan seberapa pedulinya ia akan industri ini.
Di Hari Film Nasional hari ini, tak ada salahnya bagi kita semua, baik pelaku maupun penikmat film Indonesia, untuk bersama-sama berefleksi. Apakah pandangan dan penilaian kita sudah tepat? Apakah opini kita dapat membangun industri film agar lebih maju? Bagaimana kita bisa terlibat dalam mengembangkan industri kreatif Indonesia khususnya industri film?
Biarlah semua pertanyaan-pertanyaan ini menggantung, agar kita semua yang bergerak mencari jawabannya. (*/)