Seniman, sejauh yang saya tahu, adalah seorang subjektivis. Kamu nggak akan pernah menemukan bola mata di dalam vagina perempuan mana pun, kecuali dalam lukisan vagina karya Arinda Sukma Insani. Vagina dalam lukisan Arinda–dengan bola mata di dalamnya, itu bukanlah objektivitas, melainkan subjektivitas.
FROYONION.COM - Tentang vagina yang bukan sekedar alat kelamin, tetapi sebagai sebuah simbol, saya pertama kali mendengarnya dari agama Hindu. Vagina disimbolkan sebagai yoni, yaitu sebuah objek cekung atau berlubang - objek ini juga merupakan simbol kesuburan.
Yoni, digunakan sebagai tumpuan untuk lingga, sebuah simbol organ seksual pria. Dan konon umat Hindu telah memujanya secara simbolis: bahwa setiap ciptaan pasti merupakan pertemuan antara pria dan wanita, atau Yin dan Yang (baca: Yeng). Yin adalah yoni, energi feminin, dan Yang adalah lingga, energi maskulin.
Dengan referensi inilah saya mengamati lukisan vagina karya Arinda Sukma Insani. Barangkali dia terinspirasi dari simbol yoni (vagina) dan lingga (penis)? Tapi dalam lukisan vagina oleh Arinda, dia tidak menampilkan penis sama sama sekali. Dia menampilkan bola mata di dalam vagina yang dia lukis, dan memberi perspektif bahwa vagina lebih dari sekedar alat kelamin.
Saya rasa hanya seniman perempuan yang mampu melukis vagina dengan perspektif seperti itu. Itu keluar dari dirinya sendiri: sebuah lukisan yang dia gali dari dirinya sendiri. Atau itu adalah subjektivitasnya sebagai seniman perempuan.
Seniman, sejauh yang saya tahu, adalah seorang subjektivis. Kamu nggak akan pernah menemukan bola mata di dalam vagina perempuan mana pun, kecuali dalam lukisan vagina oleh Arinda, atau oleh seniman perempuan lainnya yang kebetulan melukis hal yang sama. Vagina dalam lukisan Arinda - dengan bola mata di dalamnya, itu bukanlah objektivitas, melainkan subjektivitas.
Ini juga sama ketika kamu melihat sebuah pohon dalam lukisan The Starry Night (malam berbintang) karya Vincent van Gogh. Kamu nggak akan pernah menemukan pohon itu di mana pun dalam dunia ini, kecuali dalam lukisan van Gogh. Pohon itu terlihat hampir menyentuh langit, dan tampaknya juga hampir menyentuh bintang-bintang.
BACA JUGA: KENAPA EDUKASI SEKS MASIH DIANGGAP TABU DI INDONESIA?
Seseorang konon pernah bertanya kepada Vincent van Gogh, tentang lukisan itu: "Dari mana kamu mendapat ide melukis pohon ini? Saya belum pernah melihat pohon seperti ini di mana pun."
"Dari saya," jawab van Gogh. "Karena bagi saya, pepohonan selalu tampak sebagai keinginan dari bumi untuk bertemu dengan langit."
Maka, pohon dalam lukisan itu bukanlah sebuah objektivitas, melainkan subjektivitasnya van Gogh. Seolah-olah van Gogh telah mewujudkan pohon itu dengan menjadi pohon itu sendiri.
Saya pernah membaca cerita tentang seorang guru Zen yang juga adalah seorang seniman. Suatu hari dia berkata kepada murid-muridnya: “Jika kalian ingin melukis bambu, maka jadilah bambu. Karena bagaimana kalian bisa melukis bambu jika kalian belum merasakannya dari dalam?”
"Jika kalian belum merasakan diri sebagai bambu yang berdiri melawan langit, berdiri melawan angin, berdiri tegak di bawah sinar matahari, atau jika kalian belum mendengar suara angin yang melewati bambu seperti yang didengar bambu, atau belum merasakan hujan yang jatuh di atas bambu seperti yang dirasakan bambu, bagaimana kalian bisa melukis bambu? Kalian harus melihat bambu dari dalam."
Saya sudah bilang sebelumnya bahwa hanya seniman perempuan yang mampu melukis vagina – dengan bola mata di dalamnya – dengan perspektif bahwa vagina lebih dari sekedar alat kelamin. Arinda melihat itu dari dalam dirinya sendiri.
Dan dia tampaknya melakukannya dengan visi tentang orang yang akan melihat lukisannya: itu dibuat agar orang merenungkannya. Dalam karya lukis itu dia ingin menyiratkan, bahwa vagina - sekali lagi - adalah lebih dari sekedar alat kelamin.
Dia menyatakan bahwa dari sanalah tercipta kekuatan-kekuatan dan penghidupan-penghidupan baru. Itu juga adalah gambaran tentang rasa kagumnya terhadap wanita: sosok yang menurutnya dapat menggambarkan unsur-unsur kehidupan.
Lalu bola mata di dalam lukisan vagina itu, adalah menggambarkan jendela jiwa. Sedangkan vagina, kata Arinda, adalah menggambarkan jendela untuk menuju kehidupan yang sebenarnya. (*/)