Sebagai cabang olahraga baru, esports mampu merebut perhatian masyarakat Indonesia. Pemerintah pun menanggapi perkembangan ini dengan menerbitkan regulasi untuk mengatur perkembangan esport dan melindungi para atlet. Namun, apakah regulasi itu tepat guna atau percuma? Tulisan ini mengajak Civs memahami kondisi terkini dunia esports di tanah air.
FROYONION.COM - Penyelenggaraan pertandingan atau turnamen game kompetitif semakin tinggi antusiasnya dari tahun ke tahun. Banyak pengembang-pengembang game baik dalam dan luar negeri yang berlomba-lomba untuk menerbitkan game kompetitif yang mampu dimainkan oleh banyak pemain sekaligus.
Perlombaan oleh para pengembang game ini diyakini akan terus terjadi. Ditambah dengan adanya pandemi, membuat mayoritas orang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Maka dapat dipastikan antusiasme dari penikmat game ataupun atlet esports akan meningkat seiring dengan kondisi New Normal.
Akhir-akhir ini, dunia maya sedang dihebohkan dengan aturan terkait pelaksanaan eSports di Indonesia yang dikeluarkan oleh PBESI (Pengurus Besar Esports Indonesia). Dalam Peraturan Pengurus Besar Esports Indonesia Nomor 034/PB-ESI/B/VI/2021, terdapat pasal-pasal yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di kepala, tidak hanya bagi casual gamers saja, tetapi juga para pegiat eSports tanah air. Sebab, beberapa pasal ini dinilai dapat menjadi ancaman terhadap keberlangsungan penyelenggaraan turnamen eSports di Indonesia ke depannya.
Ada sebuah perbincangan menarik di salah satu channel YouTube yang membahas polemik dalam regulasi ini. Antara seorang caster yang sudah dikenal luas oleh kalangan gamer di Indonesia, yaitu Dimas “PapaDejet” Surya Rizki, dan juga Kabid Atlet, Prestasi, dan IT PBESI, yaitu Ricky Setiawan. Video perbincangan menarik ini dapat ditonton melalui channel YouTube “Dejet”.
Di awal perbincangan, Ricky menjelaskan bahwa regulasi ini sudah berlaku semenjak Surat Keputusan (SK) ditandatangani oleh Sekjen PBESI per tanggal 1 Juni 2021. Regulasi ini sejatinya diperlukan untuk mengatur penyelenggaraan PON XX Papua 2021, di mana ini pertama kalinya PON mempertandingkan cabang olahraga eSports. Ricky mengklaim bahwa regulasi ini dikhususkan untuk tujuan PON, sehingga memang belum ada penjelasan yang rinci dan lengkap mengenai regulasi ini.
Regulasi yang telah disahkan ini memang belum mencakup keseluruhan aturan yang akan berlaku, detail yang lebih lengkap akan diregulasikan secara bertahap di bawah regulasi tertinggi yang sudah disahkan sebelumnya.
PBESI sendiri berkedudukan sebagai induk cabang olahraga prestasi di Indonesia, dan juga merupakan anggota dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Ricky mengatakan bahwa PBESI memiliki kewajiban untuk mengembangkan ekosistem eSports secara keseluruhan di Indonesia. Pada kenyataannya, ada beberapa organisasi lainnya yang juga menaungi eSports di tanah air, seperti Asosiasi Video Games Indonesia (AVGI) dan Indonesia Esports Association (IESPA). Potensi dualisme ataupun perang kebijakan ditakutkan akan terjadi apabila ada banyak asosiasi yang menaungi satu cabang olahraga yang sama.
Tetapi, dalam suatu penjelasan di artikel yang dimuat di situs web esports.id pada tahun 2020, Hayono Isman selaku Ketua Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) yang saat ini telah berubah nama menjadi Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI) menuturkan bahwa IESPA dan PBESI adalah “dua institusi yang berbeda namun memiliki satu tujuan”. Tetapi, masih belum jelas apakah kedudukan dari kedua asosiasi ini adalah sama atau salah satu asosiasi memiliki wewenang lebih tinggi dari yang lainnya.
PapaDejet kemudian mempertanyakan salah satu butir di dalam BAB XVIII tentang Game dan Penerbit Game, butir (2), yang menyatakan: “PBESI merupakan satu-satunya induk organisasi cabang olahraga yang berhak menentukan suatu Game untuk dapat diakui sebagai Esports di Indonesia.”.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ricky menuturkan bahwa terkadang sebuah tim eSports harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mengikuti liga atau turnamen dari beberapa publisher atau developer game luar negeri. Kebijakan terkait uang keikutsertaan ini dinilai tidak adil untuk tim yang skala budgetingnya tidak setinggi tim lainnya ketika mengikuti sebuah turnamen. Perlu ada kebijakan “penyeimbang” untuk membuat sebuah liga atau turnamen skala nasional, tujuannya agar dapat diikuti oleh tim-tim lain yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti liga berbayar “tinggi” tersebut.
Perbedaan antara eSports dan olahraga lainnya seperti sepak bola, adalah intellectual property (IP) game eSports dimiliki oleh publisher game itu sendiri, baik publisher dalam maupun luar negeri. Ricky menjelaskan, ketika sebuah game dipertandingkan seperti di PON sedangkan publisher yang bersangkutan tidak memiliki kontribusi apapun dalam penyelenggaraan, maka anggaran negara yang pada akhirnya harus digunakan untuk “mengiklankan game dia” tuturnya.
Dikhawatirkan, kondisi seperti ini dapat menjadi celah untuk dimanfaatkan oleh publisher game lain jika dibiarkan tanpa regulasi. Oleh karena itu, sebuah badan atau asosiasi, dalam hal ini PBESI, perlu mengatur publisher game yang menyelenggarakan turnamen di Indonesia agar dapat berkontribusi maksimal dalam turnamen atau liganya sendiri.
Pemahaman regulasi ini yang pada akhirnya perlu ditingkatkan pada masyarakat, bukan hanya menyoal butir-butir krusial dalam peraturannya saja. Diharapkan juga, dalam waktu-waktu ke depan, segala regulasi terkait dengan pelaksanaan eSports di Indonesia dapat disosialisasikan dengan lebih jelas dan terarah, sehingga tidak menimbulkan pertanyaan negatif dari masyarakat.
“Regulasi ini akan ada sosialisasinya. Namun untuk saat ini, PBESI sedang berfokus kepada penyelenggaraan eSports di PON XX Papua 2021.”
PapaDejet kembali menanyakan perihal butir-butir di dalam pasal yang sama, yaitu dalam butir (4) Pasal 39, yang berbunyi: “Game yang diakui sebagai Esports oleh PBESI dapat dimainkan dalam Liga Esports atau Turnamen Esports yang diakui oleh PBESI sebagai olahraga prestasi.”
Juga butir (5) masih dalam pasal yang sama, berbunyi: “Penerbit Game wajib mendaftarkan Game yang diterbitkannya pada PBESI untuk dapat beroperasi di Indonesia.”
Kedua butir ini ditakutkan berdampak kepada atlet-atlet eSports Indonesia yang telah mengharumkan nama bangsa yang belum tentu game-nya diakui oleh PBESI.
Untuk kasus game yang belum diakui sebagai eSports karena belum didaftarkan ke PBESI namun atlet-atletnya sudah berprestasi di luar negeri, maka atlet-atletnya yang menjadi fokus untuk diapresiasi dan diakui. Namun, untuk game dan publisher-nya itu sendiri jika ingin mengadakan turnamen di Indonesia maka harus mendapatkan surat rekomendasi dari PBESI, di mana dapat diartikan bahwa harus ada diskusi terlebih dahulu di antara pihak-pihak terkait sebelum turnamennya dapat dijalankan di Indonesia.
Ricky menambahkan, bahwa terdapat banyak oknum penyelenggara atau event organizer (EO) turnamen game yang tidak membayarkan uang hadiah turnamen dan hal serupa lainnya. Ketika hal ini terjadi, maka PBESI sebagai induk cabang olahraga yang harus bertanggung jawab. Kejadian seperti ini yang ke depannya berusaha dihindari oleh PBESI melalui butir-butir dalam regulasi tersebut.
Untuk persoalan EO, PBESI melakukan pendataan terhadap track record atau sepak terjang penyelenggara turnamen lokal. Sehingga apabila sebuah publisher game ingin menyelenggarakan turnamen di Indonesia, maka PBESI dapat memberikan rekomendasi EO yang telah terdaftar di PBESI kepada publisher tersebut. Kebijakan seperti ini dinilai menguntungkan, karena publisher game dapat dengan mudah menyelenggarakan turnamen di Indonesia karena dari sisi penyelenggara sudah dipersiapkan melalui rekomendasi-rekomendasi PBESI.
Sejauh ini, ada empat publisher atau developer game yang terdaftar dalam website PBESI. Empat publisher tersebut adalah Moonton, Tencent, Garena, dan Lyto. Ke depannya, diharapkan semakin banyak publisher game lain, seperti Riot Games dan Valve yang mendaftarkan gamenya di PBESI. Ricky juga menjelaskan, bahwa ia belum bisa menjawab beberapa pertanyaan lain terkait regulasi ini. Masih dibutuhkan aturan-aturan atau regulasi pendukung yang ke depannya akan terus dikeluarkan dan diperbarui.
Di pihak lain, PapaDejet juga melakukan wawancara dengan Prana Adisapoetra selaku Sekretaris Jenderal IESPA, terkait dengan peraturan yang dikeluarkan oleh PBESI. Dalam hal ini, Prana mempertanyakan dasar acuan PBESI dalam merumuskan peraturan tersebut. Tertulis dalam Peraturan Pengurus Besar Esports Indonesia Nomor 034/PB-ESI/B/VI/2021 bahwa PBESI mengingat atau mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN).
Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang SKN Pasal 1 Butir 25, jelas dinyatakan bahwa “Induk organisasi cabang olahraga adalah organisasi olahraga yang membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan satu cabang/jenis olahraga atau gabungan organisasi cabang olahraga dari satu jenis olahraga yang merupakan anggota federasi cabang olahraga internasional yang bersangkutan”, yang berarti jika mengacu pada pasal tersebut, bukan PBESI yang memiliki wewenang untuk mengakui sebuah game sebagai eSports di Indonesia.
Prana sebagai bagian dari IESPA merasa bahwa dirinya tidak memiliki wewenang untuk mengomentari peraturan PBESI. Menurutnya, peraturan tersebut adalah peraturan internal PBESI dan merupakan hak PBESI sebagai badan hukum yang sah.
Dalam Peraturan Pengurus Besar Esports Indonesia Nomor 034/PB-ESI/B/VI/2021 Pasal 39 Butir 5, dijelaskan bahwa “Penerbit Game wajib mendaftarkan Game yang diterbitkannya pada PBESI untuk dapat beroperasi di Indonesia.”. Menanggapi hal ini, Prana berpikir bahwa wewenang itu seharusnya langsung dari pemerintah, dan badan yang mungkin lebih tepat dalam menangani hal tersebut adalah Asosiasi Game Indonesia (AGI).
Sampai saat ini, belum ada kejelasan lebih lanjut tentang peraturan yang dikeluarkan oleh PBESI. Masyarakat pun tampaknya masih kebingungan perihal mana asosiasi yang memiliki kewenangan lebih tinggi dan menjadi acuan penyelenggaraan turnamen eSports. Segala masalah yang terjadi harus segera diselesaikan demi mendukung ekosistem eSports Indonesia yang lebih baik.
Perlu ada kajian lebih lanjut mengenai regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh asosiasi yang menaungi eSports di tanah air. PBESI juga mengatakan bahwa ke depannya mereka akan melakukan sosialisasi terhadap regulasi yang akan diterapkan. Semoga nantinya, segala aturan tentang game ataupun penyelenggaraan turnamen game tetap bersifat netral bagi seluruh pihak yang terkait, dan memiliki tujuan akhir untuk memajukan eSports dan atlet-atlet Indonesia. (*/ Garry)