Sports

MUHAMMAD RESKI ASRIAN: DARI ATLET NASIONAL HINGGA TEMBUS BERBAGAI PINTU REZEKI DENGAN MENJADI PELATIH TENIS

Jatuh cinta pada tenis sejak umur 10 tahun, Rian membuktikan bahwa kecintaannya pada tenis mampu membukakan berbagai pintu rezeki baginya.

title

FROYONION.COM - Sejak pertama kali tenis masuk sebagai cabang olahraga yang dilombakan pada Pekan Olahraga Nasional tahun 1948, olahraga asal Prancis ini semakin digemari oleh masyarakat Indonesia. 

Tak alang, semakin banyak atlet-atlet nasional yang berprestasi hingga tingkat internasional. Salah satu mantan atlet tenis yang sempat berkompetisi di PON 2012 adalah Muhammad Reski Asrian. Sempat menyabet medali perunggu, kini ia berprofesi sebagai pelatih tenis bagi puluhan muridnya. 

Rian juga kerap melatih para muridnya di The Green Slam yang membuat beberapa muridnya juga menorehkan sederet prestasi. 

Oleh karena itu, Froyonion ingin berbincang lebih lanjut dengan Rian untuk mengetahui pengalamannya dalam bermain dan melatih tenis. 

Berikut hasil obrolan kami dengan Rian. 


Bagaimana kamu memulai kariermu dalam tenis? 

Rian: Sejak umur 10 tahun, jadi kurang lebih saya sudah menekuni tenis selama 20 tahun. Awalnya karena bapak saya juga main tenis dan waktu kecil saya sering sakit. Akhirnya saya didorong untuk olahraga yaitu tenis dan keterusan sampai sekarang. 

Hingga saat ini, apa prestasi dalam tenis yang paling kamu banggakan? 

R: Waktu saya dapat 3 medali perunggu di Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2012 mewakili Provinsi Kalimantan Timur. 

Bagaimana rasanya bisa bertanding di PON 2012 kala itu?

R: Jujur saya nggak pernah mimpi bisa bertanding di PON, jadi saya sangat bangga dan bersyukur. Terlebih karena proses yang dilewati waktu itu juga cukup panjang. Seperti adanya seleksi di pra-PON, tur tanding selama 1 tahun, hingga akhirnya bisa mewakili Kalimantan Timur. 

Hingga saat ini pun apakah kamu masih aktif bermain tenis? 

R: Masih dan saya juga sekaligus menjadi pelatih tenis. Saya biasa melatih tenis setiap hari, dari jam 6 pagi lalu dilanjut di sore sampai malam. Saat weekend biasanya saya full melatih dari pagi sampai malam. Salah satunya saja juga melatih teman-teman dari The Green Slam. 

Kamu tampak sangat passionate dalam tenis, apakah ada hal yang harus kamu korbankan demi menekuni passion-mu ini? 

R: Tentu. Saat masih kecil waktu saya mayoritas diluangkan untuk berlatih tenis. Alhasil saya nggak bisa ngerasain lama-lama bermain Play Station seperti anak-anak lain. Beranjak dewasa hingga saat ini pun, rutinitas pagi hari saya adalah melatih tenis. 

Jadi nggak meluangkan waktu untuk morning coffee seperti kebanyakan orang. Walaupun begitu, saya rasa itu sepadan karena manfaat yang saya dapat dari tenis pun banyak. Nggak cuma sehat secara fisik, tapi juga bisa memperluas networking

Manfaat networking seperti apa yang kamu dapat dari tenis?

R: Jadi jika kalian memutuskan untuk menekuni tenis, saya sangat menyarankan untuk tergabung di suatu komunitas. Karena secara skill-pun akan bisa lebih berkembang karena punya lawan main untuk berlatih bersama. Tapi di samping itu, tentunya kalian juga akan bertemu kolega, teman, hingga keluarga baru. 

Di situ lah networking terjadi. Kalian bisa punya kenalan yang kerja di perusahaan A, punya bisnis B, dan lainnya. Sehingga dari situ juga, inshallah banyak pintu rezeki yang terbuka. 

Berbicara tentang kariermu sebagai pelatih tenis, bagaimana caramu untuk menyusun latihan yang cocok bagi setiap pemain yang kamu latih? 

R: Setiap orang pasti punya tujuan yang berbeda-beda dalam menekuni tenis. Ada yang ingin ‘cari keringat’ aja, ada juga yang punya ambisi untuk menjuarai turnamen atau liga dalam tenis. Jadi pertama-tama saya selalu tanya apa tujuan mereka dan menyusun latihan yang cocok untuk mereka. 

Misalkan untuk yang ingin ‘cari keringat’, biasa saya beri goal untuk bisa membual rely yang panjang. Sedangkan untuk yang berambisi ikut turnamen atau liga, saya latih dengan lebih mendetail hingga ke teknik. 

Apa tantangan terbesar yang kamu hadapi selama menjadi pelatih tenis? 

R: Saya rasa dibanding melatih skill, lebih menantang untuk bisa melatih ‘mental juara’ para pemain. Karena kalau sudah di lapangan, hasil pertandingan benar-benar ada di tangan para pemain. 

Jadi saya selalu bilang bahwa ketika mengikuti pertandingan tenis, jangan fokus ke menang atau kalah. Lebih penting bagi mereka untuk punya rasa percaya diri dulu. “Pukul saja bolanya seperti saat latihan,” itu yang sering saya katakan. 

Apakah kamu punya saran bagi anak muda yang juga ingin menekuni tenis? 

R: Yang pasti cari teman dulu. Jangan terlalu memusingkan gear seperti raket, sepatu, atau baju karena itu semua bisa pinjam dulu atau nggak perlu pakai yang terlalu mahal. Karena kalau punya teman untuk main bareng, semuanya akan terasa lebih menyenangkan. 

Misal mau sewa lapangan tenis, bisa patungan jadi biayanya juga nggak terlalu mahal. Atau mau ikut kelas tenis juga bisa bayar bareng sehingga lebih terjangkau. Lalu kalau memang suka, lanjutkan terus dan jangan berhenti. Karena skill tenis itu juga banyak dipengaruhi dari jam terbang. 

Terakhir, apakah kamu punya harapan bagi masa depan olahraga tenis di Indonesia? 

R: Pertama saya harap fasilitas tenis di seluruh Indonesia bisa lebih merata, baik lapangan, ketersediaan coach, komunitas, serta penyelenggaraan turnamen hingga liga. Karena hingga saat ini, baru di Pulau Jawa saja yang fasilitasnya lengkap. Dari pengalaman saya, sangat susah untuk mencari pertandingan tenis yang rutin dilakukan di luar Pulau Jawa. 

Kedua, semoga kedepannya akan ada semakin banyak pertandingan tenis untuk level Junior (10-18 tahun). Karena di level inilah, bibit-bibit atlet tenis masa depan ditemukan. Hingga saat ini, masih jarang ada turnamen atau liga yang terbuka untuk level Junior. Jadi saya sangat berharap para komunitas hingga pemangku kepentingan di pemerintahan juga dapat memperhatikan hal ini. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Bercita-cita menjadi seperti Najwa Shihab. Member of The Archipelago Singers.