Lari maraton kini jadi tren di kalangan anak muda. Meski bermanfaat bagi kesehatan, maraton juga bisa menyusutkan massa otot yang berefek buruk bagi tubuh dalam jangka panjang.
FROYONION.COM - Lari maraton menjadi tren yang berkembang di kalangan Gen Z dan kaum Milenial usia 30-an yang mendadak jadi atlet.
Tak sulit bagi kita buat menemukan satu-dua reels atau story Instagram yang menampilkan orang-orang ngos-ngosan sehabis lari sekian kilometer dengan keringat meleleh di wajah mereka.
Namun seperti kebanyakan tren di media sosial pada umumnya, maraton kini bukan sekadar mengejar tubuh bugar, melainkan juga validasi.
Perlombaan menjadi yang menempuh jarak paling jauh dan staminanya paling prima pun dimulai.
Bahkan sebagian orang memanfaatkan momentum ini untuk mencari cuan dengan membuka jasa joki Strava.
BACA JUGA: FENOMENA FANS FOMO TIMNAS INDONESIA, HAL WAJAR ATAU BAKAL JADI BUMERANG?
Di zaman serba online, ketika orang punya ribuan alasan untuk bermalas-malasan; naiknya tren lari maraton ini menjadi suatu anomali yang patut disyukuri.
Setidaknya mereka masih peduli pada kesehatannya dengan rajin gerak. Namun, tren lari maraton yang menjadi adu gengsi, bisa dibilang cukup mengkhawatirkan.
Karena kecenderungan tiap orang memaksa tubuh mereka melewati limit seharusnya dan dalam beberapa kasus justru berujung collapse.
Bahkan sebuah penelitian mengungkapkan bahwa maraton secara ugal-ugalan bisa menyusutkan massa otot yang dapat berakibat buruk bagi tubuh dalam jangka panjang.
Tanpa melihatnya dari sebuah penelitian, fakta ini sebetulnya sudah bisa dilihat dari perbedaan bentuk tubuh pelari sprint dan pelari maraton.
Pelari sprint seperti manusia tercepat di Bumi, Usain Bolt punya badan lebih berisi dan massa otot lebih kekar.
Alasannya, karena dalam lari sprint yang dibutuhkan adalah tenaga yang besar untuk berlari secepat-cepatnya.
Sedangkan Eliud Kipchoge yang merupakan ikon dalam lari maraton, cenderung punya tubuh yang ramping dan massa otot yang lebih kecil.
Alasannya, tentu karena lebih efisien lari jarak jauh dengan bobot tubuh ringan demi menghemat stamina.
BACA JUGA: 7 MOMEN VIRAL PARA ATLET YANG BERLAGA DI OLIMPIADE PARIS 2024
Selain itu, latihan lari maraton juga mendorong tubuh untuk mengutamakan pembentukan sel mitochondria yang menjadi pembangkit energi dalam otot.
Meskipun massa otot juga terbentuk biarpun dalam jumlah yang lebih sedikit.
Dengan kata lain, alih-alih menambah massa otot, lari maraton justru berpotensi untuk mengurangi massa otot, apalagi jika dilakukan kelewat berlebihan.
Fakta tersebut diungkapkan dalam laman Healthline, melalui sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Strength and Conditioning Research pada tahun 2010 silam.
Eksperimen yang diikuti oleh 30 pelari amatir tersebut, meminta para pesertanya untuk berlari menempuh tiga jarak yang berbeda, yaitu: 10 km, 21 km dan yang terjauh 42 km.
BACA JUGA: 7 MITOS SEPUTAR OLAHRAGA DAN FAKTA SEBENARNYA, NO. 5 SERING DILAKUKAN PEMULA
Hasilnya para peneliti menemukan adanya peningkatan yang signifikan pada sinyal penanda kerusakan otot para peserta.
Sinyal itu terus meningkat seiring dengan semakin jauh jarak yang ditempuh oleh para pelari. Bahkan sinyal tersebut tetap meningkat dalam 3 hari berikutnya.
Hal ini menunjukkan kemungkinan lari jarak jauh mampu menyebabkan kerusakan otot yang signifikan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan massa otot.
Seiring bertambahnya usia, manusia mengalami penurunan massa, kekuatan dan fungsi otot. Kondisi ini disebut dengan istilah sarcopenia.
Dijelaskan dalam laman Henry Ford Health, biasanya perubahan ini dimulai sejak usia 30-an ke atas. Penyusutan akan terus bertambah pada tingkat 3% hingga 5% setiap satu dekade.
Tanpa latihan, seseorang bisa kehilangan hingga 30% massa ototnya pada usia antara 50-70 tahun. Namun laju penyusutan massa otot semakin cepat, setelah berusia 70 tahun.
BACA JUGA: JERSEY TIMNAS INDONESIA 2024 PANEN HUJATAN, APA YANG SALAH DARI BRAND LOKAL?
Penyusutan massa otot ini berdampak banyak bagi tubuh dan mendatangkan ancaman bagi kesehatan.
Misalnya, osteoporosis, rentan terjatuh hingga risiko mengalami cedera yang parah.
Selain itu berkurangnya massa otot juga membuat tubuh jadi malas bergerak. Sehingga mendatangkan risiko penyakit lainnya, seperti diabetes, obesitas hingga penyakit jantung.
Protein menjadi komponen penting untuk membangun massa otot. Dan hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor dari luar, seperti diet hingga jenis latihan yang kita pilih.
Selain itu, massa otot juga bisa bertumbuh ketika kadar muscle protein synthesis (MPS) lebih besar dibandingkan muscle protein breakdown (MPB).
Jika tubuh diibaratkan sebuah bangunan, protein layaknya batu bata. MPS adalah proses penumpukan batu bata, sedangkan MPB justru menguranginya.
Ketika batu bata yang kalian taruh lebih banyak ketimbang yang kalian ambil, maka tembok akan bertambah membesar.
Begitu juga sebaliknya saat kalian mengambil kelewat banyak, maka tembok akan menyusut.
Dengan kata lain, untuk membangun massa otot, kalian harus menaruh sebanyak-banyaknya protein pada otot ketimbang menguranginya.
Jenis latihan yang cocok untuk menumbuhkan massa otot adalah latihan angkat beban.
Meskipun jenis latihan ini juga bisa menghasilkan MPB, namun kadarnya lebih rendah dibandingkan MPS yang dihasilkan.
Hal ini berbanding terbalik dengan lari maraton. Diungkapkan dalam jurnal sebelumnya, bahwa lari jarak jauh bisa menghasilkan MPB yang lebih besar dibandingkan MPS.
Meski begitu, lari sebetulnya juga termasuk salah satu jenis latihan yang cocok untuk membangun massa otot. Namun jenis lari yang disarankan adalah lari sprint dan bukannya maraton.
Hal tersebut diungkap dalam sebuah penelitian yang terangkum dalam International Journal of Exercise Science.
Eksperimen itu melibatkan 12 mahasiswa yang diminta menyelesaikan program latihan berintensitas tinggi yang diselingi dengan interval atau high intensity interval training (HIIT).
Dalam program latihan tersebut, mereka diminta berlari mendekati kapasitas maksimal selama 4 menit sebanyak 4 set. Di antara setiap setnya diikuti dengan istirahat aktif selama 3 menit.
Hasilnya setelah 10 minggu latihan HIIT sebanyak 3 kali seminggu, mereka menunjukkan peningkatan hampir 11% pada area serat otot paha depan.
Dengan kata lain, olahraga lari cepat atau sprint sangat bermanfaat untuk membangun massa otot, utamanya otot pada bagian bawah tubuh.
Latihan lari dengan intensitas yang tinggi dan berdurasi pendek akan sangat membantu meningkatkan massa otot, utamanya otot tubuh bagian bawah.
Berikut merupakan contoh dari latihan lari dengan metode HIIT untuk tujuan menumbuhkan massa otot.
Cobalah untuk melakukan latihan ini 3–4 kali seminggu. Kalian juga dapat memodifikasinya berdasarkan tingkat kenyamanan dan pengalaman kalian selama latihan.
Misalnya, jika kalian tidak mau mengambil interval di antara set, tambah waktu istirahat atau kurangi jumlah set.
Sebaliknya, kalian dapat meningkatkan rutinitas ini dengan mengurangi waktu istirahat, menambah jumlah set, atau keduanya.
Meski begitu, apapun konsepnya jangan lupa untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu dan pendinginan setelahnya untuk membantu mencegah cedera dan mempercepat pemulihan.
Untuk mempersiapkan tubuh sebelum berolahraga, lakukan jogging ringan atau jumping jack selama beberapa menit, diikuti dengan gerakan dinamis seperti lunge atau air squat.
Dikutip dari laman Grenade, sebetulnya kita masih bisa memasukkan lari maraton dalam rutinitas latihan, tanpa harus kehilangan massa otot secara signifikan.
Kuncinya berada pada penyesuaian jumlah kalori yang masuk dan dikeluarkan oleh tubuh.
Dengan kata lain, jika kalian menyukai lari maraton, terutama kalau kalian mengincar kesehatan kardiovaskuler; kalian mesti mengonsumsi cukup kalori guna menutupi defisit kalori karena jenis latihan tersebut.
Selain itu, di luar latihan lari maraton, kalian juga mesti melakukan latihan kekuatan dan angkat beban, setidak satu-dua kali dalam seminggu sebagai sebuah variasi.
Yang terpenting, dengarkan tubuh kalian. Jangan terus berlari ketika tubuh sudah hampir mencapai limitnya.
Jangan gengsi untuk mengambil jeda, melakukan peregangan, dan memberi waktu pada tubuh untuk pulih.
Langkah ini penting untuk menghindarkan tubuh dari kerusakan otot dan cedera. Bahkan mencegah tubuh mengalami collapse yang berisiko hilangnya nyawa. (*/)