Sports

HARGA TIKET TIMNAS INDONESIA VS IRAK DAN FILIPINA NAIK 100%, ADA APA SEBENARNYA?

Timnas Indonesia akan kembali berlaga pada Juni mendatang di GBK dalam rangka kualifikasi Piala Dunia. Harga tiket yang melambung tinggi jadi sorotan. Kenapa ya harganya bisa segila itu?

title

FROYONION.COM - Euforia persepakbolaan di Indonesia masih terus berlanjut. Belum redup rasa bangga karena Timnas U23 berhasil masuk top 4 Asia pada laga AFC U23 di Qatar, sebentar lagi skuad Garuda Muda akan bertanding melawan Irak dan Filipina pada kualifikasi Piala Dunia. 

Laga kontra Irak dijadwalkan pada 6 Juni 2024 sementara pertandingan versus Filipina dapat jatah di tanggal 11 Juni 2024. Untuk venue, keduanya sama-sama bertempat di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. 

BACA JUGA:

SERING DIKECEWAKAN, LANTAS MENGAPA KITA TERUS BERHARAP TERHADAP PERSEPAKBOLAAN INDONESIA? 

Penjualan tiket sudah mulai dibuka per 15 Mei lalu secara daring. Terdapat empat kategori tiket dengan harga termurah mulai dari Rp250.000 dan termahal Rp1.250.000. Ada juga tiket terusan apabila hendak menonton kedua match tersebut dengan harga lebih murah Rp100.000 - Rp250.000. 

Harga tiket yang ditetapkan ini sontak membuat para penggemar sepakbola tanah air meradang. Pasalnya, ada kenaikan signifikan dibanding harga tiket pertandingan FIFA sebelumnya yang hanya di rentang Rp100.000 - Rp750.000.

Apalagi jika kita membandingkannya dengan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan bukan makanan di DKI Jakarta yang menurut BPS pada 2022 lalu tercatat berada di angka Rp1.572.026. 

Apa sebenarnya formula yang digunakan dalam menentukan harga tiket pertandingan sepakbola? Kenapa harganya bisa melambung tinggi begini? 

BACA JUGA:

TIMNAS SEPAKBOLA INDONESIA SPESIALIS MEDALI PERUNGGU? 

TIGA VARIABEL PENENTU HARGA TIKET 

Secara ekonomi, ada kemungkinan bahwa kenaikan tiket dikarenakan naiknya harga sewa stadion, sponsor yang mandek hingga jasa keamanan. Jika ketiganya naik, maka sangat wajar apabila harga tiket juga turut naik. 

Sementara dari segi non-ekonomi, ada tiga variabel yang jadi penentu harga tiket pertandingan. Pertama adalah status lawan atau derby. Pertandingan dua tim yang terkenal memiliki rivalitas sendiri akan memasang harga lebih mahal karena dijamin lebih seru dan berlangsung panas. 

Kedua, apabila performa tim sedang bagus-bagusnya. Tapi, biasanya hal ini hanya akan berpengaruh pada harga tiket termahal. Untuk harga tiket dengan posisi di belakang gawang yang terkenal murah akan tetap segitu-segitu saja. 

Ketiga, harga tiket pertandingan juga dapat mengalami perubahan apabila ada histori utilisasi kapasitas stadion. Misalnya, pada laga yang sebelumnya digelar di stadion yang sama, kursi penonton tidak terisi penuh. Istilahnya, supaya pihak stadion tetap balik modal dengan menggunakan subsidi silang. 

BACA JUGA:

ALASAN DIREKTUR TEKNIK DIBUTUHKAN DALAM TIM SEPAKBOLA 

Namun, kenaikan tiket yang terjadi hingga 100% biasanya hanya akan terjadi dalam rentang waktu antara 6 hingga 7 tahun, bukan 2 - 3 bulan seperti yang terjadi sekarang ini. Itu pun, naiknya karena inflasi, bukan karena variabel-variabel yang telah disebutkan di atas. 

Ada pula refleksi umum yang digunakan dalam penentuan harga, yaitu penentu harga akan responsif pada tingkat kemakmuran daerah tempat diselenggarakannya pertandingan tersebut. Makin mahal tiketnya, artinya daerah atau kota tersebut juga makin makmur. 

Apakah berarti Jakarta sudah tergolong makmur? Anggap saja begitu, bahkan sudah lebih makmur dari London, Inggris. Pasalnya, pada laga timnas Inggris vs Belgia di Stadion Wembley pada 26 Maret 2024 lalu, harga tiketnya terbilang murah jika dibandingkan dengan upah minimum masyarakat di sana. 

Tiket pertandingan tersebut dijual mulai dari 35 poundsterling atau sekitar Rp700.000. Sementara upah mininum Inggris adalah 11.4 poundsterling per jam atau sekitar Rp230.000. Artinya, bekerja setengah hari sudah cukup untuk membeli tiket pertandingan sepakbola termurah di Stadion Wembley. 

TANGGAPAN PSSI 

Arya Sinulingga selaku anggota Exco PSSI, mengungkap bahwa kenaikan signifikan harga tiket dikarenakan performa Timnas Indonesia yang semakin baik. Menurutnya, makin baik penampilan timnas, maka makin naik juga biaya operasional tim yang harus dikeluarkan. 

Termasuk dalam rincian biaya yang dikeluarkan untuk operasional tim ialah pendanaan untuk transportasi dan akomodasi hotel saat timnas lolos 8 besar dan maju ke semifinal. Lebih lanjut, menurutnya PSSI tidak ambil untung untuk pendanaan timnas dan kenaikan harga terpaksa dilakukan agar timnas bisa bertanding tanpa perlu memikirkan besarnya biaya.

Alasan PSSI sebenarnya bisa dimaklumi. Perlu dipahami bahwa penjualan tiket termasuk dalam tiga pilar pemasukan pada kesebelasan sepakbola. Ketiga pilar itu ialah pertandingan, penyiaran dan komersial.

Termasuk dalam pertandingan ialah pemasukan dari penjualan tiket pertandingan, pernak-pernik, makanan dan minuman, dan lain-lain yang berkaitan dengan kesebelasan sepakbola. Kategori ini juga menjadi inti pemasukan kesebelasan karena berasal langsung dari pendukung mereka.

Kemudian ada penyiaran atau uang yang didapat dari kesepakatan atas hak siar dengan stasiun televisi atau penyedia layanan streaming. Makin sering suatu kesebelasan ditayangkan di televisi, maka akan semakin banyak pula keuntungan yang didapatkan.

Terakhir ada komersial yaitu pemasukan yang berasal dari iklan dan kesepakatan sponsor dengan pihak lain. Bentuknya bermacam-macam mulai dari logo, spanduk, simbol atau bentuk promosi lain.

Jelas bahwa dukungan penggemar memberi kontribusi nyata pada kesebelasan yang didukung, apalagi jika yang bertanding adalah tim nasional yang membawa nama negara. Akan tetapi, jumlah penonton yang diprediksi akan tinggi, tetap tidak menjamin atmosfer pertandingan secara otomatis akan tinggi pula. 

Di negara berkembang seperti Indonesia, olahraga sepakbola seakan jadi alat perjuangan untuk keluar dari kekalahan yang harus diterima di kehidupan nyata. Sepakbola telah menjelma jadi olahraga rakyat, yang daya belinya juga tidak tinggi-tinggi amat. Suara-suara pendukung paling keras dan ngotot justru berasal dari tribun-tribun dengan harga merakyat.

Jelas bahwa "musuh" utama pada saat ini adalah si pembuat kebijakan. Tiket Timnas Indonesia mahal? Iya. Apakah kita punya hak untuk protes? Jelas iya. Hanya saja, jangan sampai keadaan ini membuat kita salah fokus dan justru melampiaskan kemarahan pada sesama pendukung, apalagi menyebut orang-orang yang datang ke GBK pada 6 dan 11 Juni mendatang sebagai FOMO. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Wahyu Tri Utami

Sometimes I write, most of the time I read