Sports

FENOMENA FANS FOMO TIMNAS INDONESIA, HAL WAJAR ATAU BAKAL JADI BUMERANG?

Pemain Timnas sepak bola Indonesia kini bak idola K-pop. Para fans mengejar hingga mengulik privasi pemain. Apakah fenomena ini adalah hal yang wajar, atau justru menjadi bumerang?

title

FROYONION.COM – Rakyat Indonesia, khususnya dari kalangan remaja dan perempuan, kini punya idola baru. Siapa lagi kalau bukan anggota tim nasional sepakbola Indonesia.

Bukan tanpa alasan. Di bawah komando Shin Taeyong, timnas U23 berhasil menduduki peringkat 4 di ajang Piala AFC U23 walau hanya berstatus sebagai debutan. Juni lalu, timnas senior kita bahkan berhasil lolos ke putaran tiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. 

BACA JUGA: HASIL DRAWING KUALIFIKASI PIALA DUNIA ROUND 3 ZONA ASIA DAN JADWAL LENGKAPNYA

Prestasi luar biasa ini tidak lepas dari penambahan anggota baru yang berasal dari proses naturalisasi. Pemain sepakbola dari luar negeri yang masih memiliki darah keturunan Indonesia akan berganti status kewarganegaraan menjadi WNI demi membela skuad Garuda.

Bonusnya lagi, pemain naturalisasi ini ganteng-ganteng. Usianya juga masih terbilang muda. Bayangkan: sekelompok anak muda ganteng, jago main bola, berprestasi dan membanggakan negara. Nikmat mana lagi yang kamu dustakan?

Tidak heran jika kemudian event timnas di stadion dipenuhi oleh penonton wanita. Stadion jadi wangi parfum padahal biasanya bau keringat, demikian kata penonton lain yang biasa nonton timnas di GBK.

BACA JUGA: TIMNAS SEPAKBOLA INDONESIA SPESIALIS MEDALI PERUNGGU? 

Namun, keberadaan fans timnas dadakan terutama dari kalangan wanita ini juga tidak lepas dari kontroversi. Beberapa dari mereka dinilai kelewat batas karena mengusik ranah pribadi pemain, baik di dunia nyata maupun di sosial media.

Bahkan, muncul julukan cegil fomo hingga ultras seblak untuk menyebut para penggemar wanita dadakan timnas ini. Apakah fenomena ini sebelumnya pernah terjadi di dunia sepakbola dan bagaimana dampak ke depannya? 

TIMING YANG PAS UNTUK PARA PENGGEMAR WANITA

FOMO adalah singkatan dari Fear of Missing Out, suatu keadaan yang membuat seseorang merasa takut ketinggalan tren. Julukan ini diberikan netizen pada penggemar dadakan timnas karena mereka baru menyukai timnas saat sedang di masa jayanya.

Alasan ngefansnya juga bukan karena permainannya bagus, tapi semata karena pemainnya ganteng-ganteng. Tidak sedikit dari penggemar ini, terutama wanita, yang hanya menyukai satu atau dua anggota timnas saja yang menurutnya paling rupawan.

Kemunculan penggemar wanita ini juga bukan semata karena performa timnas yang sedang berada di puncak. Bisa dibilang, fans fomo berdatangan karena kebetulan timingnya pas.

Banyak dari penggemar tersebut yang awalnya merupakan fans K-Pop. Tahun ini, tidak sedikit grup Korea diboikot karena turut mempromosikan brand-brand yang berafiliasi dengan Israel. 

Grup besar seperti BTS juga sedang hiatus karena semua anggotanya tengah melaksanakan wajib militer.

BACA JUGA: MENGUAK ALASAN DI BALIK PACARAN DIANGGAP SKANDAL OLEH INDUSTRI HIBURAN KOREA

Di waktu yang bersamaan, muncul timnas Indonesia dengan prestasi gemilang. Salah satunya adalah mengalahkan timnas Korea Selatan secara dramatis di babak 8 besar AFC U23. 

Momen ini membuat para penggemar K-Pop, yang sedang tidak bisa nge-hype idolanya imbas dari aksi boikot, beralih mengidolakan pemain timnas.

FYP TikTok mulai dikuasai video editan Rafael Struick saat mencetak gol hingga aksi penyelamatan dramatis Nathan Tjoe-A-On sampai menabrak gawang. 

Jumlah pengikut media sosial pemain timnas pun naik drastis, bahkan klub mereka di Eropa pun ikut kecipratan penambahan followers

BUDAYA NGIDOL K-POP SAMPAI KE TIMNAS

Keberadaan penggemar wanita dadakan perlahan mulai membuat jengah. Beredar video para pemain timnas dikerubungi di bandara dan dikejar-kejar di hotel. Kumpulan fans itu hendak meminta tanda tangan hingga foto bersama.

Tidak sedikit juga penggemar yang memutuskan untuk menyewa hotel yang sama dengan pemain timnas. Tujuannya tentu supaya bisa bertemu dengan atlet idolanya dengan dalih “lucky”.

Gilanya lagi, beberapa penggemar bahkan mengikuti dan memvideokan para pemain dari luar kamar mandi saat sedang latihan. Ada yang sampai melakukan live streaming TikTok juga dari TKP.

Di media sosial, keadaannya bisa dibilang lebih parah. Penggemar wanita berusaha mencari tahu siapa pasangan dari para pemain yang kelihatannya masih jomblo. Akun media sosial pemain dipantau supaya mereka bisa tahu siapa saja perempuan yang fotonya mendapat tombol suka untuk kemudian dicocoklogikan sebagai pacarnya.

Akun kerabat dan teman-teman dekat pemain timnas pun kebanjiran DM dari para penggemar ini yang berisi pertanyaan seputar privasi. Seseorang dengan bangga mengatakan ia punya informasi ukuran celana dan baju salah satu pemain dari hasil menanyakannya langsung ke anggota keluarganya.

Bisa dibilang, budaya mengidolakan artis K-Pop terbawa sampai ke timnas. Gerak-geriknya memang mirip dengan fans K-Pop: mengulik ranah privasi sedalam mungkin dan menyerang lawan jenis yang dicurigai punya hubungan spesial dengannya.

Pada akhirnya, para penggemar ini tidak lagi fokus soal pertandingan, gaya bermain atau hal-hal lain terkait teknis. Mereka justru mengutamakan kehidupan pribadi sang atlet yang seharusnya tidak perlu diusik sama sekali. 

MEMANG BUKAN HAL BARU, TAPI…

Pemain bola digilai fans perempuan memang bukan hal baru. Apalagi kalau pemain tersebut berparas rupawan, perangainya dinilai baik dan kebetulan permainannya juga bagus.

David Beckham, misalnya. Mantan pemain Manchester United dan Real Madrid itu juga pernah mengalami kejadian kurang menyenangkan yang berasal dari fans fanatik wanitanya. Ia pernah dipeluk hingga dicium selepas pertandingan.

Hal ini tentu tidak hanya terjadi pada kaum wanita. Bukankah laki-laki juga suka melihat perempuan cantik? Wajar saja rasanya menyukai seseorang dari parasnya.

Namun, perilaku mereka tentu tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, selain mengganggu para pemain, sebagian penggemar yang kelewatan ini juga bisa memberi stigma buruk pada fans yang lain.

Kaum perempuan yang sudah lama ngefans timnas, misalnya, akan dipukul rata sebagai bagian dari fans fomo. Pun demikian dengan orang-orang yang menyukai satu dua pemain saja akan langsung dicap buruk walau ia tidak melakukan kesalahan apa pun.

Apalagi, belakangan muncul beragam julukan yang terkesan mendegradasi fans perempuan dan menganggap mereka tidak layak untuk menonton sepakbola.

Fenomena penggemar dadakan ini sebenarnya bisa dibilang merupakan bagian dari proses menuju sepakbola sebagai industri.

Kapan sih terakhir kali kita punya timnas yang sangat jago di lapangan, menoreh sekian banyak prestasi, tidak lagi jadi lumbung gol untuk tim-tim Asia Tenggara dan juga ganteng-ganteng?

Kemunculan fans fomo bisa jadi mengagetkan barisan fans hardcore yang sudah sejak lama mengikuti sepakbola dalam negeri. Sebelumnya, sepakbola dinilai sebagai olahraga yang identik dengan kaum Adam. Namun kini, stadion dipenuhi juga oleh penonton wanita.

Pergeseran ini masih jadi sesuatu yang baru di Indonesia, tidak seperti di luar negeri yang sepakbolanya sudah jadi tontonan seluruh keluarga dan tidak mengenal gender.

Sama halnya seperti tren naturalisasi yang dimaksudkan untuk perbaikan sepakbola tanah air, dalam prosesnya ternyata ada saja pihak-pihak yang tidak suka dan nyinyir. 

Kehadiran penggemar wanita ini pun, walaupun dalam prosesnya sedikit melenceng, diharapkan akan dapat memberi kesan sepakbola sebagai olahraga yang bisa dinikmati oleh semua kalangan.

PR yang tersisa sekarang adalah penggemar baru maupun fans hardcore harus bisa saling menghargai satu sama lain. Penggemar baru harus bisa menerima bahwa sebelum mereka ada, sudah ada fans hardcore yang mendukung jatuh bangun timnas.

Fans hardcore yang sudah lebih dulu ngefans timnas juga harus menghargai keberadaan barisan penggemar baru ini. Karena toh pada akhirnya, barisan penggemar baru ini turut menyokong keuangan PSSI lewat penjualan tiket.

Jika PR di atas terlaksana, penonton perempuan pun bisa menikmati sepakbola tanpa harus mendapat diskriminasi karena dianggap tidak memahami sepakbola dan hanya ngefans pemain karena gantengnya saja.

Olahraga ini akan menjelma sebagai tontonan semua kalangan, usia dan gender, tidak terbatas untuk laki-laki saja. Industri sepakbola juga dapat dijalankan secara maksimal. Tidak hanya melalui penjualan tiket tapi juga pernak-pernik dan jersey resmi.

Jalannya akan panjang dan berliku. Perjuangan di depan mata bukan hanya para pemain timnas dalam menghadapi tim-tim raksasa Asia, namun juga para penggemar yang berusaha untuk menjadi semakin baik lagi.

Butuh peran kolektif dan waktu yang mungkin tidak sedikit, tapi bukan tidak mungkin hal ini akan dapat terwujud. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Wahyu Tri Utami

Sometimes I write, most of the time I read