Sikap kecintaan terhadap klub sepak bola adalah hal yang wajar, tapi seringkali sikap cinta tersebut terlalu berlebihan hingga akhirnya menjadi sifat fanatik yang berlebihan.
FROYONION.COM - Indonesia kembali berduka, Sabtu lalu ketika penyelenggaraan pertandingan Liga 1 Indonesia yaitu derby “Jawa Timur” antara Persebaya Surabaya melawan Arema Malang terjadi tragedi yang setidaknya merenggut ratusan nyawa.
Ironisnya, tragedi kerusuhan seperti ini ga cuma terjadi sekali aja di Indonesia. Beberapa tragedi lain yang menelan korban jiwa seperti yang baru saja terjadi Juli lalu pada pertandingan Piala Presiden antara Persib Bandung melawan Persebaya Surabaya yang menelan 2 korban jiwa. Atau kasus Haringga Sirla yang menjadi korban pengeroyokan di tahun 2018 silam.
Banyak pihak yang dapat dimintai tanggung jawab atas berbagai rentetan tragedi yang terjadi di dunia sepak bola Indonesia. Mulai dari pihak penyelenggara, pihak keamanan, penonton, dan bahkan dari federasi itu sendiri. Tapi, garis besar yang mendasari seringnya terjadi kerusuhan di pertandingan sepak bola di Indonesia buat gua pribadi adalah sikap fanatisme yang seringkali di luar kendali dan akhirnya menciptakan suatu tragedi.
Sepak bola harus kita akui adalah olahraga yang paling diminati di Indonesia. Alasannya simpel: sepak bola pada dasarnya adalah olahraga rakyat. Semua orang dapat menikmati sepak bola tanpa dibatasi oleh golongan, status, agama, dan lainnya. Makanya, jumlah penonton sepak bola di Indonesia jumlahnya jauh lebih besar dan dengan adanya jumlah penonton yang besar, tingkat fanatismenya juga akan sangat besar.
Berbeda dengan olahraga populer lain seperti bulu tangkis, fanatisme masyarakat Indonesia dalam sepak bola seringkali terbagi. Karena adanya sistem klub dan penyelenggaraan liga yang ada di Indonesia. Meskipun di dalam bulu tangkis terdapat tim juga, tapi nyatanya fanatisme masyarakat Indonesia terhadap bulu tangkis terfokus dalam satu nama saja, yaitu Indonesia. Berbeda dengan sepak bola, yes pendukung timnas sepak bola kita memang fanatik tapi nyatanya pendukung klub-klub sepak bola di Indonesia jauh lebih fanatik.
Ditambah dengan beragamnya daerah dan budaya di Indonesia makin melahirkan fans yang fanatik di tiap daerah. Sebut saja seperti Bobotoh yang merupakan sebutan fans dari Persib Bandung, The Jak sebutan untuk fans dari Persija Jakarta, Bonek sebutan untuk fans dari Persebaya Surabaya, Aremania untuk fans Arema Malang dan masih banyak lainnya.
Dari keberagaman tim-tim ini, nyatanya menciptakan rivalitas antar klub dan juga para fansnya. Terkhusus di daerah-daerah pulau Jawa, rivalitas ini benar-benar sangat besar misalnya Persib Bandung yang memiliki rival Persija Jakarta, Persebaya yang memiliki rival Arema Malang, dan masih banyak lainnya. Rivalitas ini pun terjadi bukan tanpa alasan, mulai dari nilai historis, daerah, dan bahkan hal-hal di luar sepak bola nyatanya dapat menjadi suatu rivalitas terjadi di dunia sepak bola. Dan dari rivalitas inilah yang seringkali menciptakan fanatisme oleh para fansnya.
Sebagai seorang pendukung tim sepak bola, apa yang lo ingin dari tim lo pastinya sebuah kemenangan dan itu hal yang biasa dan sangat wajar. Tapi, dari sikap fanatisme ini seringkali muncul perilaku-perilaku yang jelas merugikan orang banyak. Ga jarang, beberapa fans fanatik dari klub sepak bola Indonesia melakukan protes atas hasil pertandingan dengan melakukan kerusuhan. Atau ketika di luar pertandingan, seringkali terjadi tawuran antar fans klub sepak bola, atau parahnya dari sikap fanatik ini seringkali memunculkan kebencian atas suatu daerah dikarenakan adanya rivalitas antar klub sepak bola yang mereka bela.
Dan dari sikap fanatik ini pun yang dirugikan sebenarnya adalah tim lo yang cintai. Karena ulah fans seringkali klub-klub sepakbola Indonesia harus menerima sanksi dari federasi. Mulai dari sanksi, pertandingan tanpa penonton, pengurangan poin, sanksi financial, dan bahkan bisa di tahap pembekuan klub. Hanya karena salah mengekspresikan bentuk “kecintaan” nyatanya fans-fans fanatik ini justru merusak citra dan juga internal dari klub yang mereka cintai.
Lebih parah lagi, dari sikap fanatisme berlebihan ini Indonesia bisa saja mendapatkan sanksi dari FIFA lagi. Mulai dari pembekuan federasi, larangan penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini dapat merusak ekosistem sepak bola di Indonesia yang buat gua pribadi setidaknya mulai ke jalan yang benar. Terlebih, nantinya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 dan Tim Nasional sepak bola kita akan menjalani berbagai rangkaian turnamen resmi FIFA seperti Piala Asia. Jadi, bukan ga mungkin tiba-tiba FIFA memblacklist Indonesia akibat fanatisme berlebihan klub-klub sepak bola Indonesia sehingga kita ga bisa ikut serta di berbagai event tersebut.
Selamanya permasalahan fanatisme akan kembali ke kesadaran masing-masing individu. Diperlukan setidaknya pendewasaan diri bahwa klub yang lo cinta ga selamanya akan menang dan kadang kekalahan itu emang diperlukan. Dasar dari tindakan brutal dari fans fanatik sepak bola seringkali dilandasi oleh sikap kekecewaan. Kecewa atas kekalahan klub yang mereka cinta, buruknya management dari klub yang dicinta, sampai ke alasan-alasan lain yang terkait dengan lub yang mereka cintai. Tapi, kekecewaan tersebut bukan menjadi alasan untuk mereka melakukan hal-hal seperti kerusuhan yang sampai mengorbankan banyak nyawa banyak cara yang dapat mereka lakukan guna memperlihatkan bentuk kekecewaan tanpa harus melakukan kerusuhan. Ironisnya, karena adanya fanatisme buta yang mereka miliki, tindakan tersebut selamanya akan terus dicari pembenarannya.
Sudah menjadi tanggung jawab klub, dan juga federasi apabila ingin menciptakan iklim sepak bola yang sehat di Indonesia. Dimulai dari liga yang sehat, pihak keamanan yang lebih paham aturan, dan pemahaman mengenai sepak bola itu sendiri. selain itu, pemahaman mengenai rivalitas klub sepak bola di Indonesia pun perlu menjadi bahan pertimbangan. Mulai dari penyelenggaraan yang dilakukan di tempat netral, waktu penyelenggaraan di jam yang efektif, jumlah penonton yang dibatasi, dan pengamanan yang diperketat sesuai dengan standar yang ada guna keamanan bersama.
Dan untuk para fans klub sepak bola di Indonesia, banyak cara yang lo bisa lakuin untuk meluapkan bentuk kekecewaan lo terhadap klub atau hasil pertandingan. Misal lo kecewa dengan management klub yang lo cinta, lo bisa ngelakuin beberapa aksi seperti ga beli tiket pertandingan sebagai bentuk kekecewaan lo, kritik melalui banner yang sesuai dengan aturan, atau lakuin campaign yang setidaknya bisa membantu management klub yang lo cinta. Dan kalau lo ga puas dengan hasil pertandingan, ga usah rusuh. Lo bisa minta tim lo ngajuin banding atas kinerja wasit, jadi lo ga perlu bikin kerusuhan yang nelen banyak korban.
Akan tetapi, kita ga bisa serta merta hanya menyalahkan fanatisme fans klub sepak bola di Indonesia saja mengenai rusaknya sepak bola di Indonesia. Banyak lapisan-lapisan lain yang turut andil dalam rusaknya sepak bola di Indonesia. Mulai dari federasi sampai ke aktor-aktor yang hanya fokus terhadap kepentingan pribadi saja. Karena kembali lagi, sepak bola adalah olahraga rakyat, bukan pejabat.
Semuanya kembali ke makna dari sepak bola itu sendiri, sepak bola pada dasarnya adalah olahraga rakyat. Di mana sepak bola dapat dinikmati oleh siapapun tanpa melihat daerah, golongan, ras, status sosial, agama, atau batasan-batasan lainnya. Dan kita harus paham, yang namanya olahraga jelas ada yang menang dan ada yang kalah. Jangan karena fanatisme buta ini, makna sepak bola sebagai olahraga rakyat yang dapat dinikmati oleh siapapun terkikis hanya karena kepentingan satu individu saja. (*/)
BACA JUGA: MENJADI MANAJER SEPAKBOLA MELALUI GAME TOP ELEVEN