Bagi Rekti The Sigit dan Jason Ranti, inspirasi adalah keadaan paradoks. Inspirasi justru muncul pada mereka ketika mereka nggak sengaja mencarinya.
FROYONION.COM - Di channel YouTube-nya Vindest, ketika Rekti ditanya Vincent Rompies tentang musik apa yang didengerin pada saat akan membuat lagu untuk The Sigit, Rekti menjawab, bahwa dia, justru enggak dengerin musik orang lain atau band lain ketika membikin lagu untuk The Sigit.
Itu justru terjadi ketika dia enggak sengaja bikin lagu, yaitu ketika dia ngelakuin hal yang justru menurut dia bukanlah hal yang musikal. Itu malah terjadi ketika dia lagi mengendarai motor. Dia mengendarai motor sambil bernyanyi.
Situasinya mungkin begini—saya mencoba membayangkannya: mungkin, itu adalah hal yang spontanitas di dalam dirinya. Itu terjadi begitu saja, atau tiba-tiba dia menyanyikan sebuah lagu yang entah datangnya dari mana.
Atau mungkin, itu kayak ada semacam pencipta misterius di dalam dirinya, yang enggak dia ketahui, dan si pencipta misterius ini menciptakan sebuah lagu melalui Rekti. Saya ngebayangin bahwa hal itu, mungkin, selalu terjadi pada Rekti dalam urusan membuat lagu.
Sekarang Jason Ranti. Dalam sebuah wawancara yang saya baca di medcom.id, ketika ditanya gimana proses kreatifnya dalam menulis lagu, dia menjawab enteng saja: dia nggak pernah nyari inspirasi. Inspirasi, menurut Jason Ranti, kalau sengaja dicari malah enggak muncul.
Tentu saja ada orang-orang yang sengaja nyari inspirasi, dan itu nggak masalah—itu hanya sebuah cara yang berbeda saja. Mereka mungkin pergi ke suatu tempat buat nyari inspirasi, lalu mendapatkannya, tetapi itu nggak berhasil pada Jason Ranti.
Pendekatan Jason Ranti adalah gimana caranya menjadi sensitif. Menurut pengalamannya sendiri adalah: "Semakin sensitif semakin inspired". Jadi buat dia bukan masalah nyari inspirasi, tapi untuk menjadi sensitif, untuk menyadari kedatangannya.
Ketika Rekti bilang bahwa momen proses penciptaan lagu itu justru terjadi ketika dia lagi mengendarai motor—dan dalam mengendarai motor itu dia nggak sedang nyari inspirasi, kita bisa bilang bahwa dia melihat pola yang sama dengan Jason Ranti, yang mungkin nggak dilihat sama orang lain, dan dengan sensitif kemudian menangkap pola itu sebagai cara mereka dalam berkarya: di mana bagi mereka, bahwa inspirasi, datang begitu saja atau dengan sendirinya.
Saya sepakat sama pernyataan itu karena, ketika saya pengin nulis sesuatu tapi nggak punya inspirasi, dan saya lalu dengan sengaja mulai nyari inspirasi dengan baca buku misalnya, saya justru sering enggak mendapatkannya. Ini aneh, dan itu pasti karena saya terlalu fokus buat nyari inspirasi, dan membuat saya jadi nggak begitu menikmatinya dan memahaminya, dan itu membikin saya jadi enggak rileks dan sensitif dalam baca buku.
Inspirasi justru muncul bertubi-tubi ketika saya membaca buku bukan untuk nyari inspirasi, tetapi membaca buku untuk menikmatinya, untuk memahami isinya, dan nggak peduli tentang inspirasi. Dalam keadaan itu saya menjadi begitu sensitif, dan inspirasi justru sering muncul dalam keadaan begitu.
Dan inspirasi kadang bisa langsung muncul di halaman pertama di sebuah buku—muncul dalam keadaan saya nggak nyari inspirasi. Itu muncul dengan tiba-tiba atau dengan sendirinya, ketika saya bahkan baru membaca beberapa paragraf saja.
Dan inspirasi itu muncul dalam bentuk kesan atas sesuatu yang saya baca, dan saya akan langsung mencatat kesan itu. Setelah selesai mencatatnya, saya akan lanjut baca lagi. Dan biasanya, setelah saya baca beberapa paragraf selanjutnya, inspirasi akan muncul lagi, dan saya akan mencatatnya lagi, dan begitu seterusnya sampai inspirasi berhenti dengan sendirinya.
Tentu saja kesan-kesan yang saya catat itu bukanlah satu tulisan yang utuh. Itu hanya potongan-potongan ide, yang nantinya akan saya gabungkan menjadi satu tulisan utuh.
Dalam pengalaman saya bikin lagu juga kayak gitu. Saya punya band, dan band itu sudah punya satu album, dan dalam satu album itu ada sepuluh lagu.
Empat lagu dalam album itu saya bikin saat saya lagi naik motor dalan perjalanan pulang, dalam waktu yang berbeda. Satu waktu, saat saya dalam perjalanan pulang naik motor, saat sebuah lagu tiba-tiba muncul dan saya menyanyikannya, saya langsung merekamnya dengan posel saya, dengan menyelipkan ponsel itu di helm.
Tiga waktu lainnya juga kayak gitu: setiap sebuah lagu tiba-tiba muncul saat saya lagi naik motor, saya akan langsung menyanyikannya, menyelipkan ponsel di helm dan merekamnya.
Dan saya menyanyikannya dengan lirik-lirik yang—untuk sementara—saya nyanyikan asal saja. Tentu saja saya menyanyikannya tanpa gitar, dan tanpa tahu chord lagunya apa, dan lagunya juga nggak utuh. Ketika saya sampai rumah nanti, saya akan langsung ambil gitar, lalu menyetel lagu yang tadi saya rekam di jalan, dan mulai nyari chord lagunya apa, juga mulai menulis liriknya dan membuatnya utuh.
Enam lagu lainnya juga terjadi tanpa saya nyari inspirasi. Ada yang terjadi ketika saya lagi mandi. Ada juga yang terjadi di kamar tidur. Dan semuanya datang dengan sendirinya begitu saja.
Jadi, kayak yang dibilang sama Rekti The Sigit dan Jason Ranti, inspirasi justru muncul ketika saya nggak sengaja mencarinya.
Cobalah. Misalnya kamu hanya duduk-duduk saja suatu pagi di halaman rumahmu, memandangi beberapa tanaman atau bunga-bunga yang mungkin ada di halaman rumahmu, atau hanya duduk-duduk santai di sore hari di pantai, hanya memandangi laut, atau hanya menyaksikan matahari terbenam, bukan untuk nyari inspirasi.
Jika kamu suka nulis puisi dan kamu sensitif, tiba-tiba inspirasi muncul, dan kamu menangkap inspirasi itu, dan tiba-tiba suatu puisi lahir di dalam dirimu, lalu kamu merasakan—kayak yang dirasakan sama Rekti The Sigit dan Jason Ranti—bahwa inspirasi adalah keadaan paradoks, bahwa inspirasi muncul ketika kamu nggak sengaja mencarinya. (*/)