In Depth

BERKARYA DI INDUSTRI KREATIF, SOLUSI BAGI TENAGA HONORER SEBELUM DIHAPUS

Seiring dengan merebaknya rencana penghapusan tenaga honorer di tahun 2023, banyak dari mereka yang merasa risau, di antaranya teman-teman gue yang bernasib sama. Berkarya di sektor industri kreatif Indonesia pun bisa dijadikan solusi. Selengkapnya, baca di sini, Civs!

title

FROYONION.COMBelakangan ini, pemberitaan mengenai nasib kaum pekerja di Indonesia lagi hangat-hangatnya dibahas, mulai dari banyaknya peserta tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang memilih mundur pelan-pelan saat gaji yang ditawarkan ternyata nggak sesuai ekspektasi, sampai penghapusan tenaga honorer di tahun 2023.

Bicara soal wacana penghapusan tenaga honorer di Indonesia sebenarnya sudah sangat lama. Hal itu berawal dari tahun 2005 terkait pelarangan instansi pemerintah untuk mengangkat tenaga honorer sebagai CPNS, dan semenjak itu, permasalahan terhadap tenaga honorer semakin mencuat seperti sekarang, Civs.

Berdasarkan pantauan yang gue peroleh dari Suara.com, setidaknya ada dua poin penting yang melatarbelakangi urgensi wacana ini, diantaranya terkait formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi nggak teratur, dan pelarangan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS sesuai Pasal 8 PP No. 48 Tahun 2005.

Kondisi ini juga ditambah dengan adanya stereotipe bahwa tenaga honorer itu ‘anak tirinya’ Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terlebih, soal penyesuaian gaji maupun tunjangan yang begitu berbeda jauh. Nah, hal itu bukan mungkin lagi memperlihatkan kesenjangan sosial antara dua status profesi yang sama-sama mengabdi terhadap negara.

BACA JUGA: PILIH JADI PNS ATAU PEGAWAI SWASTA? INI KATA MILENIAL

Lantas bagaimana dengan nasib para tenaga honorer saat ini?

Bicara soal topik itu, jujur, bikin gue merasa iba. Walaupun gue bukan bekerja di posisi ini, tapi  perasaan yang dialami circle pertemanan gue yang mengabdi sebagai tenaga honorer juga nggak bisa dibohongi. Mereka merasa bingung, antara memilih tetap berada di zona nyaman, berkarir di perusahaan swasta atau berkarya di industri kreatif Indonesia.

Tapi, seolah mencairkan suasana yang sedang dialami tenaga honorer Indonesia, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah (Sulteng) I Nyoman Slamet, menyarankan para tenaga honorer agar menyiapkan diri sebelum wacana tersebut benar-benar terealisasi pada 28 November 2023.

“Honorer yang ada sekarang masih ada kesempatan sampai 28 November 2023 untuk mencari pekerjaan lain, membuka usaha, atau mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi penerimaan CPNS,” ujarnya, dikutip dari JPNN.com pada 22 Juni 2022.

Sebenarnya, berkarir di industri kreatif Indonesia juga bisa menjadi alternatif karir bagi tenaga honorer. Mengutip akun Instagram @kemnaker, ada beberapa keuntungan berkarir sebagai pekerja kreatif, di antaranya dapat meningkatkan produktivitas kerja, selalu berpikir optimis, meningkatkan kerjasama, dan lebih mudah menemukan inovasi dan solusi.

Oleh karena itu, lewat tulisan ini gue ingin mengetahui lebih lanjut kisah teman-teman gue terhadap isu penghapusan tenaga honorer, dan bagaimana keputusan karir mereka kedepannya. Di antaranya, ada Ika, dan Dewi yang berkiprah sebagai guru berstatus honorer di Sekolah Dasar (SD), kemudian Amri yang berkarir sebagai penyiar honor di stasiun radio milik pemerintah. 

SUKA DAN DUKA MENJADI TENAGA HONORER

Pertama-tama, perkenalkan namanya Ika, seorang fresh graduate yang kini bekerja sebagai guru SD berstatus honorer di Indramayu, Jawa Barat. Hal yang paling ia suka saat menjadi guru adalah bisa bertemu dengan banyak anak-anak, walaupun perihal gaji yang kurang sesuai membuatnya terkadang merasa was-was.

“Pada dasarnya aku senang pekerjaan yang berkaitan dengan anak-anak karena bisa menumbuhkan perasaan senang, dan ikhlas, tapi duka yang dirasakan juga banyak, terutama jika dikaitkan gaji di bawah UMR yang nggak sesuai dengan tingkat kesulitan pekerjaan, dan bahkan nggak mencukupi kebutuhan,” ucapnya.

Senada dengan Ika, Dewi yang merupakan guru honorer di SD yang terletak di Provinsi Jawa Timur juga menaruh pendapat yang sama terkait suka duka tenaga honorer yang bagi dirinya malah lebih banyak dukanya. Menurutnya, beban pekerjaan honorer itu setara dengan PNS tapi digaji lebih kecil, Civs.

“Selama ini yang aku rasakan masih banyak dukanya, karena beban pekerjaan kita itu sama kayak yang PNS tapi gajinya itu berbeda dan kita pun masih di bawah UMR,” katanya.

Kemudian, satu lagi teman gue bernama Amri yang kini berkarir sebagai penyiar radio di Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang juga merasakan hal yang mirip, meski berstatus sebagai penyiar honorer yang berbeda dengan status penyiar radio swasta kebanyakan, ia justru selalu mendapatkan tuntutan dari atasan yang nggak sejalan dengan gaji yang diharapkan.

“Honorer di dunia siaran biasa aja sih. Pasti banyak tuntuan dari atasan, tapi nggak didukung dengan kenaikan gaji. Misalnya, aku diperintahkan untuk bikin banyak program, tapi seringnya nggak di-acc sama atasan untuk kerja sama bareng tim kreatif, alasannya sih merepotkan divisi finance,” ujarnya.

ISU PENGHAPUSAN TENAGA HONORER BIKIN HATI RISAU

Menurut Ika, wacana terhadap penghapusan tenaga honorer di tahun 2023 cukup membuatnya risau. Nah, ada satu hal yang membuatnya miris adalah ketidakseimbangan jumlah tenaga honorer yang lebih banyak ketimbang PNS, selain itu urusan birokrasi yang berbelit pun membuatnya semakin ketar-ketir.

“Peniadaan honorer bikin risau sih. Di tempat aku mengajar, PNS cuma ada 2, dan 9 orang lainnya honorer. Kalau betul 2023 tenaga honorer ditiadakan, pasti bikin ketar-ketir. Apalagi diganti P3K yang bikin proses pengangkatannya berbelit-belit, dan masih jauh dari jumlah yang dibutuhkan,” jelasnya.

Setara dengan pendapat yang dikatakan Ika sebelumnya, Dewi secara tegas juga melayangkan ketidaksetujuannya terhadap isu tersebut yang semakin membuat hati para tenaga honorer turut cemas. Lagipula, menurutnya, siapa sih yang sudah terpaksa resign, terus ujung-ujungnya cari solusi sendiri?

“Kalau dihapus lalu semua honorer otomatis menjadi tenaga tetap atau PNS sih nggak masalah, tapi kalau cuma dihapus, dan nggak ada solusi, berarti kita yang mikir solusinya sendiri dengan ganti pekerjaan lain,” tulisnya.

Lain halnya dengan Amri. Berhubung ia bekerja sebagai penyiar radio di instansi pemerintahan yang berbeda, Amri merasa nggak ada hal yang dikhawatirkan. Bisa dibilang lebih santai. Mungkin hal ini berbeda bila dibandingkan Ika dan Dewi yang begitu terasa dampaknya nanti, Civs.

“Kalau penghapusan honorer itu sih isunya mungkin di instansi pemerintahan lain. Kalau di dunia siaran begini ya menurutku masih santai, dan aku juga masih punya masa kontrak kerja,” terangnya.

MEMILIH ALTERNATIF KARIR SELAIN MENJADI TENAGA HONORER

Tentang hal ini, Ika bersama orang tuanya sudah terlebih dahulu memiliki usaha kursus pelajaran sekolah bagi siswa SD. Ia begitu optimis, caranya ini bisa menjadi alternatif karir, dan bekal untuk masa depannya, Civs.

“Karir selain mengajar sih belum tau. Paling cuma mengembangkan lagi lembaga les sendiri yang sudah berjalan di rumah,” tulisnya.

Sedangkan, persiapan karir yang dipilih Dewi ketika suatu saat isu ini akan terealisasi, ia sudah merencakan beberapa profesi yang ingin dikembangkannya. Satu dari sekian bidang pekerjaan yang akan digeluti, ia memilih menjadi penulis lepas karena punya pengalaman menulis di blog.

“Pasti ada beberapa alternatif karir yang jadi pilihan, mungkin aku bakal jadi ibu rumah tangga, berjualan makanan atau menjadi penulis lepas,” ujarnya.

Kalau menurut Amri, suatu saat selepas karirnya di dunia penyiaran usai. Karirnya nggak langsung mandeg begitu aja, Civs, justru ia ingin menambah pengalaman kerja di kota kelahirannya, Jakarta. Balik kampung, mungkin ya?

“Aku udah nge-planning selepas kuliah dan masa kerjaku di sini berakhir, aku bakalan balik kerja di Jakarta, menyusul kontrakku sebagai penyiar honor di sini habis di awal tahun depan,” ucapnya.

MENCARI JALAN TERANG DENGAN BERKARYA DI INDUSTRI KREATIF

Lantas, bagaimana tanggapan mereka soal berkarya di industri kreatif, Civs? Pertama,  menurut Ika, ia ingin menaruh harapan agar bisa menulis sehingga menjadi potensi dalam mendapatkan cuan alias pendapatan. Walaupun soal kemampuan ini, ia masih kesulitan untuk lebih mengembangkannya.

“Entah kenapa, nggak bisa langsung harus terjun ke arah sana. Tapi, aku sebenarnya suka menulis, mungkin akan aku coba kalau memang Allah bukakan jalan,” terangnya.

Kemudian, berbeda dengan Ika, Dewi justru memilih berkarir sebagai wirausahawan kuliner yang suatu saat nanti kreatifitasnya juga bakal terasah dengan menggabungkan hobinya ketika menulis di blog, dan mempromosikan usaha kulinernya lewat media sosial.

“Mungkin aku mau pilih bisnis kuliner karena pernah jual makanan atau menjadi penulis blog. Tapi, menurutku lebih menguntungkan berjualan kuliner, sementara kemampuan sebagai penulis lepas bisa aku gunakan saat mempromosikan bisnis kulinerku di media sosial,” katanya.

Sedangkan Amri, jangan ditanya, Civs! Selepas berkarir di RRI, ia kepingin melamar sebagai penyiar di radio swasta kenamaan, katakan aja Prambors. Walaupun berkarir di dunia radio yang erat kaitannya dengan industri kreatif Indonesia, dirinya juga nggak menampik bekerja sebagai pekerja kantoran sambil menyelami sebagai content creator.

“Aku tertarik sih berkarir di industri kreatif. Pengen lanjutin lamar penyiar radio di Prambors. Wkwkwk. Terus, ada rencana kerja formal di kantoran atau bikin konten-konten gitu buat hobi, dan sampingan aja,” jelasnya.

BACA JUGA: SUKA DUKA BEKERJA DI CREATIVE AGENCY YANG SELAYAKNYA LO KETAHUI

Jadi, seperti itulah, Civs, lika-liku tenaga honorer saat ini yang sedang berjibaku dengan isu penghapusan tenaga honorer di tahun 2023. Walaupun menuai pro dan kontra, tapi dari lubuk hati yang terdalam kita juga menaruh empati terhadap nasib mereka. 

Berkarya di industri kreatif Indonesia diniliai bisa menjadi alternati karir masa depan, seiring dengan sarana dalam rangka pengembangkan diri, seperti program Prakerja yang telah dicanangkan oleh pemerintah.

Kalau ditanya berkarir di industri kreatif, lo bakal memilih bidang yang mana, Civs? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Lukman Hakim

Penulis lepas yang menuangkan ide secara bebas tapi tetap berasas