Movies

TENTANG DOUJINSHI SERTA MELURUSKAN DEFINISI SEBENARNYA

Kayak apa sih arti sebenarnya dari doujinshi? Kenapa doujinshi selalu dihubungkan dengan konten dewasa?

title

FROYONION.COM - Bagi lo para wibu, pasti sudah nggak asing dengan istilah doujinshi atau lebih dikenalnya dengan doujin. Gua yakin dari lo yang baca tulisan ini sepakat jika doujinshi merupakan konten dewasa berbentuk komik. Gimana nggak? Sekarang coba lo searching di internet pakai keyword tersebut. Apa yang keluar? Lo bakal ditunjukin gambar erotis yang nggak cocok dilihat anak di bawah umur. 

Gua cukup prihatin doujinshi selalu dicap negatif. Setiap ada gambar yang mesum pasti disebut sebagai doujinshi. Padahal kalau dicerna lebih lanjut, sebenarnya arti doujinshi nggak sejorok itu. Maka dari itu, di sini gua bakal jelasin sekaligus ngelurusin arti sebenarnya dari doujinshi. Tanpa basa-basi, langsung saja gua jelasin

DOUJIN/DOUJINSHI ITU APA SIH?

Mari kita kupas kata ini satu per satu biar nantinya kalian lebih paham. Doujin (同人) memiliki arti orang yang sama. Kesamaan yang dimaksud adalah memiliki sebuah ketertarikan kepada hal tertentu bersama orang-orang lain. 

Doujin kemudian digabung dengan kata shi (誌), kependekan dari zasshi (雑誌) yang berarti majalah. Setelah digabung, doujinshi (同人誌) mengalami perubahan makna yakni majalah publikasi sendiri dengan pasar orang-orang tertentu.

Masih bingung? Oke biar gua jelasin dengan konteks manga/komik. Ambil contoh ending manga Attack on Titan kemarin yang dikritik keras oleh fansnya sendiri. Sebagian menerima dengan rasa kecewa, namun ada sebagian fans bersatu bersama membuat ending sendiri sesuai teori yang mereka anut. 

Beberapa bulan kemudian, rilis alternative ending bernama Attack on Titan no Requiem yang dipublikasikan oleh fansnya sendiri di luar rilisan resmi. Hasil karya fans AoT itulah yang disebut dengan doujinshi

Contoh lainnya misal lo adalah seorang Oploverz serta Navers yang pengen banget lihat Luffy berantem sama Naruto kayak game jadul Battle Stadium D.O.N. Berkat kreatifitas fans, dibuatlah komik sederhana yang menceritakan pertarungan tersebut. Bentuk parodi itulah yang disebut dengan doujinshi yakni cerita non-canon dari penulis aslinya.

Doujinshi tidak hanya memparodikan sebuah karya seperti anime atau hiburan lainnya. Doujinshi juga bisa disebut untuk komik original karangan sendiri. Mereka adalah orang-orang yang ingin terjun ke industri manga, namun memulainya dari skala lebih kecil untuk mengetes apakah pasar tertarik dengan karyanya atau tidak. Bisa dibilang, doujinshi menjadi batu loncatan mereka sebelum mempublikasikannya ke penerbit resmi seperti Shueisha.

APAKAH DOUJINSHI MERUPAKAN KONTEN DEWASA?

Inilah yang perlu diluruskan untuk para Civillions yang budiman. Doujinshi itu nggak cuman berisi konten seksual doang seperti yang sudah gua jelasin tadi. Lalu kenapa doujinshi selalu identik dengan konten kayak gitu? 

Oke Civs, mari kita lihat dulu regulasi industri komik terutama di Jepang. Walaupun konten seksual sudah lumrah di sana, bukan berarti mereka lantas menjadikannya sebagai konten utama. Sekelas penerbit komik di Jepang seperti Shueisha, Kodansha, serta Shogakukan hanya membatasi konten vulgar setingkat ecchi supaya pasar mereka tetap laku. 

Hal ini dikarenakan mereka juga menyasar pembaca dari umur remaja di bawah 17 tahun sekaligus menjaga reputasi agar terbitan yang mereka cetak bisa berfokus pada cerita, bukan cuma fan service doang yang bikin pembaca gagal fokus.

Dari sinilah stereotip doujinshi dimulai. Calon maupun yang sudah menjadi mangaka mulai menulis dan menerbitkannya pribadi sesuka hati. Tujuannya tidak lain karena konten seksual seperti itu punya pasar yang besar dan bisa menjadi ladang cuan bagi mereka sendiri. 

Dengan makin banyaknya calon dan mangaka yang berkecimpung di konten tersebut, doujinshi makin dikenal sebagai komik yang hanya menjual seksualitas manusia terutama setelah globalisasi terjadi secara cepat.

APAKAH DOUJINSHI LEGAL?

Pasti kalian bertanya-tanya tentang legalitas doujinshi mengingat konten-konten tentang parodi di dalamnya punya hak cipta. Kalau berbicara nasibnya di Jepang, hal ini masih abu-abu. 

Regulasi di sana sangat menghargai intellectual property, tetapi jarang sekali ada laporan ke pihak berwajib. Alasannya sudah diungkap dari artikel milik Tofugu yakni sebagai bentuk respect sesama kreator. 

Sekelas mangaka yang sudah professional saja memulai karirnya sebagai amatiran. Dan langkah awal dari karir tersebut bisa dimulai dari doujinshi. Jadi, nggak etis rasanya melaporkan mereka toh keduanya sama-sama untung.

Di Jepang saja digelar pameran doujinshi terbesar di dunia (Comiket) di mana mangaka doujinshi bebas menjadikan karyanya sebagai bahan komersial. Dan asal kalian tahu, sebelum pandemi, pengunjung Comiket bisa mencapai 200.000 sampai 300.000 per hari! 

Melihat hal itu, penerbit serta kreator asli memutuskan tidak melaporkannya ke pihak berwajib untuk menjaga reputasinya di mata fans. Lagipula, Comiket juga memberikan dampak saling menguntungkan di mana bisa mengiklankan material yang diparodikan milik kreator asli.

Tetapi ini khusus di Jepang saja ya mengingat regulasi tiap negara berbeda-beda. Contoh misalnya di Amerika Serikat yang terkenal dengan DC serta Marvel-nya. Nggak masalah kalau karya mereka diutak-atik fans demi kebutuhan pribadi. Cuma kalau sampai dijadikan ladang cuan, siap-siap saja dijerat berbagai pasal.

JADI KREATOR DOUJINSHI ITU BERAT

Karena bergerak secara indie, hal ini juga mempengaruhi kinerja mereka. Nasib mangaka doujinshi sangat berbeda dengan mangaka resmi. Kreator seperti Masashi Kishimoto sampai Eiichiro Oda sudah punya kejelasan pemasukan dari penerbit seperti royalti yang didapat dari penjualan buku. Belum lagi mereka juga dibayar dari jumlah halaman yang terbit. Mereka nggak perlu lagi mikir gimana bukunya bisa laku berkat peran penerbit di sana.

Tujuan kita bekerja adalah mendapatkan uang dan ini sulit dilakukan oleh mangaka doujinshi. Benar mereka bisa mengambil tema cerita sesuka hati. Masalahnya adalah, apakah mereka bisa bersaing dalam segi pemasukan? Sayangnya tidak.

Privilege yang tidak bisa didapat mereka adalah dari segi penerbitan serta pemasaran. Mereka harus mencetak dan memasarkannya sendiri seratus persen dari uang sendiri. Bukankah seperti itu yang dilakukan pekerja indie yakni mengurus sendiri tanpa bantuan pihak lain? 

Belum lagi dengan karyanya yang masih terdengar asing berdampak pada masalah pemasukan. Dilansir dari artikel Tofugu, hanya ada sekitar 2-3 % orang berhasil menjual karyanya sebesar 1000 copy sampai lebih. Sisanya tidak mampu menutup pengeluaran bahkan yang paling mengenaskan tidak satu pun karyanya berhasil terjual. 

Oleh karena itu, doujinshi tidak bisa menjadi tujuan utama mencari uang. Rata-rata mereka membuatnya untuk menghilangkan stres serta sebagai tambahan portofolio kerja dibanding untuk acuan hidup.

Seperti itulah pengertian doujinshi yang Civillions perlu tahu. Nggak semuanya doujinshi berisi tentang konten dewasa. Justru dari sanalah lahir kreator baru mewarisi seni komik dua dimensi. Menjadi kreator doujinshi itu berat. Dicap perusak moral, keuntungannya juga tidak sebanyak mangaka profesional. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Haekal Ali

Mahasiswa yang gabut nulis sesuai jurusannya.