Jauh sebelum ada high waist jeans, celana Uniqlo yang jadi basic wear anak muda, ataupun rok dengan berbagai model, kain adalah apa yang dipakai para nenek-kakek moyang kita. Lebih dari sekedar sandang, dengan berkain kita turut belajar bagaimana orang-orang zaman dulu mendefinisikan status sosial seseorang.
FROYONION.COM - Selama tujuh hari tujuh malam, Swara Gembira mengadakan sebuah pesta. Pestanya bukan pesta biasa yang hanya untuk bercanda ria saja, melainkan sebagai ajang mengenalkan, mendekatkan, serta melestarikan budaya Indonesia.
Ya, Pesta Wastra. Acara yang bertajuk perayaan kain Nusantara para remaja ini diadakan mulai 10-16 Juni 2022. Terbuka untuk umum dan gratis, di sini lo bisa mengikuti lokakarya dengan tema yang beda-beda setiap harinya, melihat pameran kain yang berkolaborasi dengan empat figur perempuan Indonesia, belanja kain, juga menyaksikan penampilan spesial dari para bintang tamu yang hadir.
Kemarin (14/6), Froyonion juga menghadiri Pesta Wastra. Diselenggarakan di Lucy in the Sky SCBD, Swara Gembira berhasil menyulap tempat nongkrong anak muda Jaksel ini jadi wahana mereka. Sesuai jadwalnya, kemarin lokakarya yang diadakan adalah belajar berkain gaya dasar dan memakai ikat kepala nusantara.
Di setiap lokakarya yang diadakan, kita enggak perlu bawa kain sendiri kok. Karena mereka akan menyediakan kain untuk berlatih dan lo bisa bawa pulang kainnya juga! Kalo lo mau ikut, bisa langsung daftar ke DM @swaragembira dengan biaya Rp200.000 aja loh.
BACA JUGA: KENAPA TREN FESYEN SELALU NGULANG KAYAK SEJARAH?
Ada beberapa gaya berkain yang diajarkan, lilit, serut, wiru, dan wiru Solo. Enggak mudah memang, tapi selalu menyenangkan untuk belajar hal yang baru. Apalagi, dengan praktek langsung kita juga bisa belajar tentang filosofi di balik gaya-gaya berkain itu.
Misal gaya wiru Solo, untuk perempuan lebih baik dibuat tidak terlalu lebar. Cukup 2 jari saja dan lipatannya berjumlah ganjil serta menghadap ke kiri. Untuk laki-laki, besar lipatannya bisa tiga jari dan jumlah lipatannya juga ganjil. Selain itu, konon semakin besar lipatan wirunya maka semakin orang itu dianggap jantan.
Selain lokakarya, lo juga bisa melihat pameran kain yang dinamakan ‘Kain Gembira’. Berkolaborasi dengan Tara Basro, Arawinda Kira, Eva Celia, dan Rachel Amanda, kain-kain ini anggun menjuntai di area belakang venue. Masing-masing kain memiliki ceritanya masing-masing.
“Kita memang pakai dua teknik dalam satu desain Kain Gembira ini, yaitu teknik batik tulis dan batik cap. Itulah kenapa dalam satu kain seperti ada dua motif yang berbeda. Lewat proses ini, kita bisa kasih warna dan identitas baru ke motif kain yang belum pernah ada sebelumnya,” jelas Anjas W ibisana, Community Director Remaja Nusantara.
Salah satunya adalah kain yang berkolaborasi dengan Tara Basro seperti di foto.
“Maka terciptalah utopia dalam angan-angan panah asmara pereka cipta. Dimana yang termulia memimpin secara beriringan dalam surgaloka bertaburan mega mendung dalam cakrawala Nusantara. Bertutur sabar sebagai pelindung bagi kawanan yang bernaung.”
Semua penjelasan Kain Gembira ini memang dituliskan dalam narasi yang puitis. Maka interpretasi masing-masing pengunjung pun bisa berbeda. Uniknya lagi, kalau diperhatikan masing-masing desain kain seperti menumpuk dua desain yang berbeda.
Lewat Pesta Wastra ini juga, Anjas ingin agar budaya berkain bisa dikenalkan dan dilestarikan oleh anak muda Indonesia.
“Gue paham banget kalo mulai belajar berkain dari mengerti sejarahnya dulu, mungkin agak berat. Sedangkan gue pengen anak-anak muda Indonesia bisa melestarikan budaya ini. Menurut gue, cara yang paling mudah diterima adalah dengan membuat berkain jadi keren,” tuturnya mengutarakan salah satu harapan yang ingin dicapai.
Adanya tempat untuk beli kain di Pesta Wastra ini juga salah satu tindakan nyata mereka untuk mendukung para pengrajin kain lokal. Dengan minat yang enggak terlalu tinggi, ditambah lagi upah pengrajin yang rendah, membuat kelestarian pengrajin kain terancam punah.
“Kalo gue ketemu sama pengrajin, jarang banget ada cerita keluarga mereka jadi pengrajin juga. Karena upahnya kecil banget sehingga yang sekarang masih jadi pengrajin adalah orang-orang tua aja. Ditambah dengan majunya teknologi, pengrajin batik bukan profesi yang ‘keren’. Maka kita pengen nge-branding ulang profesi serta karya-karya mereka lewat acara ini dan harapannya bisa punya rumah produksi kain sendiri juga,” ujar cowok yang udah berkain selama 4 tahun ini.
Akhir kata, Anjas juga menyampaikan pesan kepada anak muda untuk tidak malu berkain ke tempat umum. Walaupun pasti jadi pusat perhatian dan menuai komentar dari sekitar (biasanya sih ditanyain abis sholat atau sunat di mana), jangan minder. Karena dengan berkain ke tempat-tempat umum, kita menjadi the walking campaign untuk melestarikan budaya Indonesia. (*/)
BACA JUGA: APA SIH BEDANYA 'STYLE' DAN 'LOOK' DALAM FASHION?