
Black Adam menjadi sosok anti-hero yang ikut memeriahkan semesta film superhero. Memang apa bedanya sih antara anti-hero dengan superhero?
FROYONION.COM - Black Adam menambah daftar para anti-hero yang mendapat film solo mengikuti Joker, Harley Quinn, Venom, dan Deadpool.
Dalam jagat film superhero, anti-hero jelas berbeda dengan sosok hero yang sudah ada, sebut saja misal Superman. Anti-hero juga bukan berarti "villain yang baik".
Bisa dibilang, anti-hero merupakan gabungan keduanya. Seorang anti-hero punya tujuan yang baik sebagaimana para hero, entah itu untuk menyelamatkan dunia atau menjaga perdamaian. Namun ia nggak sungkan untuk menghabisi nyawa lawannya, tanpa rasa bersalah, layaknya yang dilakukan para villain, agar tujuannya tercapai.
Bagian inilah yang kemudian membuat kita jadi mempertanyakan moralitas para anti-hero. Sebetulnya mereka baik ataukah jahat? Hitam ataukah putih?
Pertanyaan ini bikin gue ingat sebuah serial panjang Avatar Aang: The Last Airbender. Dalam serial itu, pertanyaan tersebut muncul dan menjadi perdebatan batin bagi Aang.
Sebagai seorang Avatar, Aang punya tanggung jawab dan kemampuan untuk menjaga perdamaian dunia yang dirusak oleh Negara Api di bawah pimpinan Raja Api Ozai.
Sebagai seorang villain, Raja Api Ozai sudah sangat memenuhi syarat. Dialah yang memimpin penjajahan di seluruh dunia. Ia jugalah yang memimpin genosida atas pengendali udara demi mencegah lahirnya sosok Avatar yang baru. Sangat beralasan sekali dan mungkin bakal dimaklumi, jika kemudian Aang menghabisi Raja Api Ozai.
Namun sebagai seorang hero yang lahir di lingkungan para biksu, membunuh adalah sesuatu yang terasa sangat salah baginya. Meski orang-orang di sekitarnya menyarankan itu demi mengalahkan Raja Api Ozai dan mengembalikan perdamaian dunia, sebagaimana yang disarankan oleh Pangeran Zuko bahwa negosiasi bukanlah pilihan ketika menghadapi Sang Raja, Aang jelas menolaknya dengan keras.
Itulah yang kemudian membuatnya menghilang sebentar sebelum pertempuran puncak. Aang memilih menyepi dan bermeditasi, meminta saran pada para Avatar sebelum dirinya, bertanya apakah ia memang harus mengambil tindakan itu? Dan nyatanya para Avatar sebelum dirinya pun mendesak untuk menghabisi Raja Api Ozai.
Pada akhirnya memang Aang berhasil menemukan cara mengalahkan Raja Api Ozai tanpa perlu menghabisinya. Aang berhasil menjadi pahlawan dengan tetap menjaga moralitasnya sebagai pahlawan.
Meski begitu dalam jagat superhero, moralitas menjadi urusan yang memancing perdebatan. Penting nggak sih menjaga moralitas saat melawan para villain? Dari sinilah moralitas bisa dibilang menjadi salah satu penghalang bagi para hero buat mengalahkan para villainnya.
Sebagai hero yang dicintai banyak orang, ia nggak hanya harus punya tujuan yang baik melainkan juga dalam prosesnya harus baik. Sebuah nyawa, meskipun itu seorang villain, tetap berharga bagi mereka. Juga mereka menganggap membunuh adalah kejahatan. Dan dengan melakukan pembunuhan, mereka menganggap diri mereka sama saja dengan villain.
Sebagai misal, mungkin lo ingat satu scene ketika Thor dengan kapak barunya menyerang Thanos yang bakal menjentikkan jarinya setelah memiliki semua infinity stone. Sayangnya Thor malah mengincar badan Thanos yang terlindung perisai alih-alih kepalanya. Yang kemudian diejek oleh Thanos, "Harusnya kau mengincar kepalaku."
Seandainya saat itu Thor nggak terjebak moralitasnya sebagai hero, mungkin Thanos bisa dihabisi sebelum menjentikkan jari. Mungkin Spiderman dan lain sebagainya nggak perlu menghilang. Dan mungkin juga kita sebagai penonton nggak perlu mendekam di dalam studio selama tiga jam menahan pipis buat nonton Endgame.
Di tengah perdebatan panjang antara sosok hero dengan moralitasnya, muncullah sosok anti-hero. Anti-hero punya tujuan "baik" akan tetapi ia rela melakukan apapun untuk mencapai itu, termasuk jika harus menghabisi nyawa lawannya. Bahkan mereka yang menghalangi bisa juga jadi korban.
Itulah yang dilakukan Black Adam sepanjang durasi filmnya. Ia punya tujuan "baik" buat menjaga kedamaian di Kahndaq dan ia rela melakukan apapun demi itu, seperti bertempur melawan Justice Society yang dianggap sebagai penjaga perdamaian kelas dua setelah Justice League; juga menghabisi semua pasukan Intergang yang menjajah Kahndaq.
Sikap yang dimiliki Black Adam terkesan sat set dan nggak munafik. Nggak heran para lawan dari Black Adam, termasuk Sabbac, bisa langsung "diratain" tanpa berlama-lama menunggu sang villain bertobat.
Sikap inilah yang kemudian membuat Black Adam dicintai, juga para anti-hero lainnya seperti Deadpool, Batman, Hancock, dan Joker. Karena mereka bisa memberikan apa yang selama ini nggak bisa dikasih oleh para hero kepada kita: bahwa orang jahat layak mendapatkan balasan setimpal, sebagaimana yang kerap kita lihat di sinetron azab.
Pertanyaannya adalah apakah kecintaan kita pada apa yang diperbuat oleh sosok anti-hero karena kita menjunjung kebajikan atau sebetulnya itu hanya keegoisan kita yang menginginkan kehidupan yang mudah tanpa perlu ribet?
Sebab anti-hero dan superhero merupakan sosok dengan kekuatan di luar nalar manusia normal, nyaris seperti Tuhan-lah di realitas kita selama ini. Sosok yang kita anggap punya kekuatan yang mampu melakukan sesuatu di luar kemampuan kita, yang kita harapkan mampu mewujudkan keinginan-keinginan kita yang nampak mustahil dan nggak terjangkau.
Dan moralitas? Entahlah? Masih perlu bawa-bawa moralitas emang?
Pada akhirnya, jika seandainya Black Adam jadi berhadapan dengan Superman, jelas ini bukan sekadar pertarungan dua manusia super. Lebih dari itu, pertarungan keduanya akan menggambarkan perdebatan batin kita: masih pentingkah moralitas? (*/)