Dulu dianggap norak, tapi sekarang jadi genre musik yang wajib disetel karena dianggap relateable dengan keadaan kita sekarang.
FROYONION.COM - Skena permusikan di Indonesia sungguh beragam. Sekarang kita mengenal para musisi solois seperti Pamungkas, Ardhito Pramono, Raisa, Nadine Amizah, dan masih banyak lainnya. Tapi sebelum musisi solois mulai marak hadir di panggung musik Indonesia, kehadiran musisi grup atau band jauh lebih dikenal. Bahkan, nama-nama seperti, Noah, Sheila On 7, dan lainnya masih eksis di era para musisi solois.
Namun, nyatanya ada satu genre yang mulai terlupakan, dan bisa dibilang kita belum menemukan nama-nama baru dalam genre musik tersebut. Yup, genre Pop Melayu Indonesia. Ga bisa dipungkiri, nama-nama kaya ST12, Radja, D’Bagindas, Kangen Band, dan masih banyak lainnya sempat merajai panggung musik Indonesia dan bisa dibilang kita belum menemukan pengganti mereka.
Pertengahan dekade 2000-an bisa dibilang merupakan puncak dari kesuksesan musisi pop melayu. Pop melayu sendiri adalah genre musik pop-rock dengan menggunakan sentuhan irama melayu. Dari genre ini, lahirlah musisi-musisi yang akhrinya hadir dan bahkan dikenal hingga era sekarang kaya ST12, Kangen Band, Wali, Radja, dan masih banyak lainnya.
Salah satu orbitornya adalah ST12 yang mendapatkan pengaruh dari musik Peterpan yang kala itu menjadi salah satu musisi besar Indonesia namun, dengan cengkok khas Charly yang saat itu menjadi vokalis ST12 memberikan nuansa pop melayu bagi lagu-lagu dari ST12. Dari situlah akhirnya, ST12 membuka jalan bagi musisi-musisi pop melayu lainnya seperti Wali, Dadali, Kangen Band, dan lainnya.
Banyak hal yang akhirnya mendongkrak kepopuleran musisi pop melayu. Dari rajinnya para musisi pop melayu dalam menciptakan karya yang dibantu dengan kehadiran acara musik pagi sepeti Dahsyat dan Inbox yang membantu para musisi pop melayu ini untuk dapat dikenal oleh masyarakat Indonesia, sampai hinaan dari para anak muda yang kala itu mengganggap musik pop melayu sebagai genre musik yang norak dan alay karena mereka menganggap liriknya yang terlalu cringe dan terlalu berlebihan. Nyatanya semua itu malah menjadi mendongkrak kepopuleran para musisi pop melayu di Indonesia.
Terlepas dari masalah musik yang merupakan masalah selera, salah satu daya tarik dari musisi pop melayu kala itu adalah branding fashion dari para musisinya. Misal, Andhika Kangen Band. Yang paling gua inget dari doi adalah rambutnya yang mirip banget sama Sasuke atau Charly van Houten, vokalis dari ST12 yang dikenal karena gaya rambut belah tengahnya. Meskipun banyak orang yang mengganggap branding penampilan mereka sebagai hal yang norak dan alay nyatanya hal tersebut malah membantu mereka dalam mempromosikan musiknya. Karena ga bisa dipungkiri, penampilan nyentrik mereka pun yang akhirnya menjadi ciri khas dari band mereka, dan bahkan mulai diikuti oleh musisi pop melayu lainnya.
Selain dari branding fashion yang mereka miliki, banyak dari musisi pop melayu ini juga menjual kisah yang akhirnya membuat orang memiliki alasan untuk setidaknya mencoba mendengarkan karya mereka. Misalnya Andhika Kangen Band yang dulunya adalah penjual Es Cendol atau Charly Van Houten vokali ST12 yang dulunya seorang pengamen. Dari cerita-cerita masa lalu ini, buat gua pribadi akhirnya menjadi daya tarik dari para musisi pop melayu Indoneisa. Ketika terdapat cerita seseorang yang awalnya bukan siapa-siapa dan berakhirnya menjadi superstar jelas memberikan daya tarik tersendiri untuk penikmatnya. Terlebih, target pasar dari musisi pop melayu seperti ST12 kala itu adalah masyarakat menengah ke bawah, dengan adanya target pasar dan kisah yang dapat “dijual” secara tidak langsung memberikan motivasi lebih untuk para penikmat musik pop melayu kala itu untuk mendengarkan atau bahkan ikut serta turun menjadi musisi dengan genre pop melayu ataupun lainnya..
Era kepopuleran pop melayu Indonesia seringkali disebut era kelam permusikan Indonesia. Banyak yang menilai bahwa terjadi penurunan kualitas musik karena hanya mengejar keuntungan saja. Banyak juga yang menilai bahwa band-band pop melayu Indonesia norak dan alay baik dari segi musik sampai ke penampilan.
Dan genre musik pun bukanlah hal yang selamanya akan bertahan. Dan itu yang akhirnya terjadi dengan musik pop melayu di Indonesia. Selain karena dianggap alay, nyatanya ada masalah lain yang jauh lebih besar yang menyebabkan banyak dari musisi pop melayu sulit untuk survive hingga sekarang.
Permasahalan terbesar buat gua bukan dari adanya anggapan masyarakat yang mengganggap musisi pop melayu alay atau lain sebagainya. Karena di saat pop melayu sedang di puncak pun, mereka seringkali dihina norak dan alay. Tapi, hal tersebut justru menaikkan popularitas mereka. Permasalahan mengenai jatuhnya musik pop melayu ini justru lahir dari band-band pop melayu ini sendiri. Banyak dari anggota band pop melayu Indonesia yang keluar karena alasan pribadi ataupun tersandung masalah. Seperti apa yang terjadi dengan ST12 yang ditinggal oleh vokalis dan maskotnya yaitu Charly Van Houten dan Kangen Band yang ditinggal vokalis mereka yaitu, Andhika Mahesa yang ditangkap karena kasus narkoba.
Terlebih Charly dan Andhika sendiri bisa dibilang adalah maskot yang memberikan keunikan bagi ST12 ataupun Kangen Band. Keduanya memberika nilai khas baik dari segi musik maupun dari segi penampilan. Dan ketika keduanya pergi dengan alasan tertentu, jelas mempengaruhi keadaan grup yang kala itu sedang berada di puncaknya.
Selain itu, hilangnya panggung seperti acara musik pagi, seperti Dahsyat dan Inbox juga akhirnya menjadi salah satu alasan kenapa akhirnya musisi pop melayu mulai dilupakan. Karena ga bisa dipungkiri, acara musik pagi-pagi ini jelas sangat mendongkrak kepopuleran musisi pop melayu di Indonesia. Sehingga ketika acara musik pagi ini hilang, secara langsung hilang juga panggung untuk mengorbitkan musisi pop melayu Indonesia.
Dan perlahan, masyarakat Indonesia pun mulai melupakan dan memilih genre musik rakyat lainnya seperti dangdut koplo. Meskipun begitu, nama-nama musisi pop melayu bukan berati sudah habis tidak tersisa. Masih ada nama-nama seperti Wali yang masih aktif atau Kangen Band yang beberapa kali hadir di berbagai festival musik. Dan nyatanya, terjadi fenomena baru yang mungkin bisa mengembalikan kejayaan pop melayu di Indonesia.
Di balik jatuhnya era pop melayu di Indonesia, terdapat hal menarik yang mungkin kita semua sepakati. Banyak orang pada akhirnya menjilat ludah sendiri. Kenapa gitu? Di era sekarang perlahan anak-anak muda mulai menyadari betapa asiknya lagu-lagu dari Kangen Band, ST12, dan bahkan Wali. Ga jarang dari kita bahkan nyetel lagu-lagu mereka ketika lagi nongkrong bareng temen. Alesannya simple, irama yang catchy dan lirik yang somehow sering banget relateable dengan keadaan hati kita sekarang menjadikan musik pop melayu sebagai musik untuk bernostalgia atau bahkan galau bersama.
Makanya ga jarang acara-acara musik atau festival musik mulai sering mengudang musisi pop melayu sebagai guest star atau masuk ke line-up festivalnya. Karena ga mungkin crowd bakal sepi kalau nama-nama tersebut tampil.
Meskipun dulu dibilang norak dan alay sampai skena musiknya mulai hilang nyatanya, daya tarik dari musisi pop melayu di Indonesia bakalan bertahan untuk cukup lama. Perlahan, mungkin anak muda Indonesia sadar, industri musik ya sebenarnya bagian dari hiburan. Ketika kita terhibur dengan lagu yang mereka bawakan, entah itu alay atau norak, setidaknya kita tetap terhibur dan dapat menikmati.
So, bukan ga mungkin kalau tiba-tiba kita bakal memasuki era pop melayu lagi. Dan mungkin, tanggapan yang bakal didapat di era nanti akan jauh lebih baik dibandingkan dengan era sebelumnya. Karena pada akhirnya kita sadar, bahwa lagu-lagu pop melayu nyatanya asik dan easy to listening buat orang-orang awam. (*/)