Movies

BENGONG DI AWAL TAHUN, BIKIN PERUT ANJLOK SAMBIL KETAWA NONTON FILM BULLET TRAIN

Tahun baru kalian belum punya resolusi? Nonton film biasanya jadi pilihan inspirasi. Nah, tahun 2022 kemarin ada film yang unik banget untuk dibilang crime—sekaligus cringe untuk kondisi-kondisi di luar nalarnya. Film berjudul Bullet Train itu menggabungkan kekejaman dengan kekocakan sekaligus looh!

title

FROYONION.COM - Setiap tahun baru datang, seseorang sudah siap-siap dengan resolusinya. Generasi quarter life crisis memang begitu. Anak-anak muda yang kebanyakan adalah Gen Z ternyata lebih banyak memperoleh tuntutan di masa modern ini loh! Gimana tidak, mereka bekerja dari awal sudah dengan tujuan terstruktur, harus punya rumah, mobil, tabungan minimal dua digit, sampai asuransi juga harus punya. Hal-hal begini sering muncul di film-film juga loh!

Maksudnya sih, ilm itu ingin merekam sebuah fenomena yang melibatkan generasi terkini, yang pastinya lebih banyak menyukai sinematografi yang sesuai jiwanya. Baju yang mewah, gawai yang paling canggih, sampai kepemilikan atas suatu barang padahal rambut belum beruban. Kalau kita tengok film Dilan, kita bisa sedikit tahu pada masa tahun 1990-an nyatanya anak-anak muda tidak diguyur oleh harapan-harapan atas kepemilikan suatu harta.

Film Dilan mengajak kita untuk menikmati masa muda sebagaimana adanya. Nah, beda kan kalau dibandingkan dengan anak-anak muda zaman sekarang. Seolah gaung, sukses harus diperoleh di usia 20-an, maka dari masa remaja ia sudah harus bekerja keras (dan kreatif kalau punya kelebihan skill tertentu). Pada usia 25-a mereka sudah ‘dipaksa’ mampu mengerjakan tanggung jawab yang umumnya baru dikerjakan oleh orang-orang yang lebih dewasa.

Segala tekanan itu tentu membuat orang stres bukan? Hidup cuma sekali tapi pikiran tertekannya sepanjang hari? Film Bullet Train ingin memutar-balikkan semua itu dengan melakukan kekejaman. Seolah menggabungkan unsur romantis dalam Dilan, Brad Pitt selaku tokoh utama memiliki karakter arbitrer (suka-suka dia) sepanjang film. Mirip Dilan? Dalam prilaku spontannya malah lebih-lebih, egois iya, tapi tujuannya masih mulia (dari sudut pandang dirinya sendiri).

Sejak awal film ini memberikan nama-nama tokoh yang tidak wajar, tetapi diambil dari hal-hal yang wajar. Ladybug misalnya, nama ini diambil dari kumbang berwarna merah dengan bintik-bintik hitam di punggungnya, Dalam salah satu mitologi Jepang, Ladybug diartikan sebagai keindahan yang menerima segala kesialan. 

Seolah-olah, ia akan dengan sangat sukarela meresap segala kesialan dari orang-orang di sekitarnya untuk kemudian ia redakan dengan charm yang ia miliki. Kurang atau lebih, Ladybug yang diperankan oleh Brad Pitt dalam film ini pun demikian karakternya. Sejak awal cerita, ia sudah bersinggungan dengan keturunan The Elder yang nantinya jadi tokoh kunci dalam film ini.

BACA JUGA: CATET 5 REKOMENDASI FILM DAN SERIAL NETFLIX INI KALO LO BINGUNG MAU NONTON APA!

Selain Ladybug, para penonton akan dibuat terpingkal oleh Lemon dan Tangerine. Kedua tokoh ini dianggap sebagai kembar, sepasang pembunuh yang selalu bersama dalam berbagai misi. Ladybug sendiri pernah bersinggungan dengan keduanya dalam sebuah misi penyelamatan aset yang nantinya akan menghubungkan alur dengan The White Death. Tokoh inilah yang disebut sebagai big boss of villain di film ini. Kehadirannya sebagai nama sudah cukup untuk membuat seisi cerita dipenuhi oleh adegan penuh darah dan gorr. Tapi, kalian gak bakalan jijik atau muntah deh! Setiap adegan pembunuhan dalam film ini dibumbui oleh dialog yang kocak dengan cipratan darah yang tak normal.

Kekocakan itu sendiri punya anti mainstream dengan hadirnya tokoh The Prince, anak perempuan The White Death yang ingin diakui keperkasaannya setelah dianggap gagal lahir sebagai lelaki. Tuh, dari sini aja udah mirip dengan hawa-hawa Quarter Life Crisis kan? Banyak anak di zaman ini yang punya tuntutan untuk menjadi sesuatu di luar batas dirinya sendiri, yang bahkan mungkin telah menjelma sandwich generation dalam artian negatif.

Sosok The Prince ini pun mendapat antitesis dari kehadiran orang-orang dewasa semacam Lemon, Ladybug, Tangerine, sampai The Elder. Semua tokoh itu menikmati untuk menjadi diri sendiri, memilih pakaian yang tak harus selalu mewah, yang penting menunjukkan karakter diri. Sehingga, dalam seluruh film ini dipertontonkan sebuah prinsip bahwa seseorang harus menjadi dirinya sendiri untuk mampu menciptakan kebahagiaan dalam kondisi tertekan.

Seperti Ladybug misalnya, pertemuannya dengan The Wolf yang salah sangka dengan misi penyelamatan asetnya di Meksiko pun diladeni dengan santai. Pertemuannya dengan The Wolf di salah satu gerbong kereta eksekutif diwarnai dengan ancaman ri The Wolf kepada Ladybug. Karena Ladybug mampu menanggapinya dengan santai, ia pun mampu mengatasi hawa membunuh The Wolf yang dianggap sebagai tokoh antihero terkuat dalam film ini.

Kematian The Wolf pun menjadi tragedi berdarah pertama dalam film ini. Uniknya, kematian The Wolf menjadi sebuah komedi yang dipenuhi kisah romantis dalam berbagai kesempatan flashback yang disajikan film Bullet Train. Usut punya usut ternyata kematian istri The Wolf yang difitnahkan kepada Ladybug adalah ulah the White Death. Dari sini udah tampak bukan bagaimana Ladybug meresap semua kesialan?

Persinggungannya dengan The Elder harus membuatnya ikut menanggung masalah yang dialami keluarga Yakuza terbesar di Tokyo. Bertemu lagi dengan Tangerine dan Lemon membuka dendam masa lalu yang diwarnai oleh minum bir sambil tertawa. Bahkan, seorang tokoh The Wolf yang seharusnya tidak masuk dalam list pendendanya harus ikut ia serap semua kesialannya. Kacau memang film ini. Tapi kekacauan ini adalah sesuatu yang perlu diserap oleh Ladybug dengan tetap santai, tenang, dan dibubuhi candaan. Seperti itulah hidup bukan? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Hamdan Mukafi

Selamanya penulis