Kita sadar bahwa dunia itu bukan piramida. Dunia itu lingkaran antara manusia, tumbuhan, dan hewan sebagai ekosistem yang sejati. Dari situ kita belajar jadi manusia yang menjadi satu dengan alam semesta.
FROYONION.COM - Rebahan sambil memejamkan mata lalu mendengarkan Wake Up, Iris! akan memberikan suntikan semangat bagi kamu yang sedang cape-capenya dengan kehidupan. Mereka meramu lagu dengan sangat indah. Wake Up, Iris! bereksperimen memasukkan unsur-unsur alam dipadukan dengan musik folk, lalu disempurnakan gesekan viola yang membuat lagu-lagunya terasa sangat atmospheric.
Band yang diasuh oleh Bie Paksi sebagai gitaris dan istrinya bernama Vania Marisca sebagai pemain viola sekaligus sebagai vokalis ini, mengusung konsep karya yang sangat filosofis. Mereka banyak bicara tentang hubungan manusia dengan alam. Saat gelaran Lokarupa di Pasuruan (25/8), kami mewawancarainya.
“Kita sadar bahwa dunia itu bukan piramida. Dunia itu lingkaran antara manusia, tumbuhan, dan hewan sebagai ekosistem yang sejati. Dari situ kita belajar jadi manusia yang menjadi satu dengan universe,” kata Vania.
Misalnya di lagu “Nefelibata”, lagu itu tentang bagaimana manusia meresapi rasa takut dan semangat lalu dikonversi menjadi sebuah penerimaan atas diri sendiri.
BACA JUGA: THE KICK, PARA PEMUDA DARI PINGGIRAN JOGJA YANG MENCOBA UNTUK BERMUSIK
“Di album pertama* kita nantinya ambil konsep mikrokosmos dan makrokosmos. Kalau di Jawa istilahnya jagat alit jagat gede. Kita ngeliat dunia ini luas dan random banget. Tapi keluasan itu bisa ditemukan di diri sendiri, inilah aku,” kata Vania.
Aura positif yang ada di karya band asal Malang itu mereka salurkan energinya kepada para pendengar. Lagu-lagunya dapat dijadikan media healing, terutama mereka yang mengalami depresi hingga kecenderungan melakukan self harm.
Wake Up, Iris! banyak mendapat pesan di kotak direct message dari para pendengarnya yang mengucap terima kasih karena lagu-lagu mereka yang membawa harapan ke arah kehidupan yang lebih baik.
“Bahkan waktu di Gresik pernah ada yang datang ke kami bilang makasih ya Kak lagu kakak bantu saya untuk bertahan hidup,” terang Vania.
Wake Up, Iris! tidak meracik karya dengan serampangan. Proses perumusan lirik hingga komposisi lagunya pun punya ritusnya sendiri. Vania menulis lirik dengan banyak membaca. Ia sangat tertarik dengan literatur sejarah dan budaya dunia yang menjadi inspirasinya. Mulai dari kebijaksanaan Yunani kuno hingga kebijaksanaan Jawa.
“Yang kita pertahankan adalah humanity. Bagaimana kita hidup mengambil istilah mamayu hawaning bawana tentang cara kita memperindah dunia bukan malah merusak,” kata Vania.
Sedangkan Bie Paksi yang punya latar belakang “orang teknik” sangat suka mengotak-atik alat musik. Jika sedang membuat lagu, ritus khusus yang dilakukan Bie adalah dengan “puasa musik”. Dalam merumuskan musik, ia tidak mendengarkan lagu apapun dan hanya mengandalkan imajinasi dari isi kepala.
“Selama proses bermusik kita puasa dengerin lagu lain, tapi lebih ke dengerin isi kepala kita sendiri. Dunia begitu berisiknya, kepala kita aja sendiri udah cukup berisik,” beber Vania.
Jadi, lagu yang mereka hasilkan sepenuhnya bersumber dari imajinasi. Tidak mematok aliran, mereka memilih nada sesuai apa yang mereka inginkan untuk dimainkan.
“Genre kita lebih ke apa ya, kami sendiri meluapkan apa yang ada dalam pikiran menjadi sebuah lagu,” ungkap Bie Paksi.
Sejak tahun 2020, Bie Paksi mulai mengeksplorasi arasansemen musik agar terdengar lebih megah. Melalui kecanggihan teknologi ia memasukkan unsur-unsur suara alam ke dalam lagu.
“Lagu Clio misalnya, aku pingin ikan paus. Lalu aku cari dan bikin via VST sampai ketemu suara ikan paus lalu kita tempelin di musik,” ungkap pria yang suka mendengarkan Sigur Ros itu.
Tentu yang mereka sampaikan untuk para pendengar tak jauh dari tema kemanusiaan dan alam. Mereka berpesan agar orang-orang tidak perlu mencemaskan kehidupan secara berlebihan. Terutama pada persoalan kerusakan lingkungan.
Seseorang bisa mulai dengan melakukan hal kecil yang paling bisa dilakukan. Misalnya, dengan cara menghijaukan lingkungan rumah terlebih dahulu.
“Kita mulai dari hal kecil. Kalau lihat riders kita misalnya riders-nya tanaman sri rezeki. Di Mojokerto, ada mojopahit dan mojomanis, di Surabaya pohon kelapa,” terang Vania.
“Tananan itu bisa diajak ngobrol. Saat kita di kondisi low atau sumpek. Hal yang kami lakukan adalah ngobrol dengan tanaman, ya berinteraksi. Coba deh ketika pada kondisi stres coba duduk aja di bawah tanaman, misalnya ada beringin duduk aja. Setelah itu pasti bikin lebih baik. Kita menganggap tanaman bukan ijo-ijoan doang. Tapi makhluk hidup yang sangat memberi bagi manusia,” tambahnya. (*/)
*Terdapat kekeliruan sebelumnya dan telah dikoreksi pada Jumat, 15 September 2023.