Kota Ternate bukan hanya rempah-rempah. Seperti Jawa, di sini juga berkembang skena musik alternatifnya yang sedang menggeliat dalam lima tahun terakhir.
FROYONION.COM - Menyebutkan kata Ternate, kuping khalayak umum lebih akrab dengan Kesultanan Islam Ternate, karena selalu muncul dalam pelajaran sejarah di bangku sekolah.
Begitu juga daratan di bawah kaki Gunung Gamalama ini tumbuh subur rempah-rempah seperti tumbuhan pala dan cengkeh yang membuat bangsa Eropa tergila-gila beberapa abad yang lalu untuk datang.
Pulau Ternate adalah sebuah pulau kecil di wilayah Provinsi Maluku Utara, yang berstatus kota. Kota Ternate pernah menjadi ibu kota sementara Provinsi Maluku Utara pada tahun 1999 hingga 2010. Meskipun mini, tetapi kota ini adalah kawasan terpadat dan pusat perputaran ekonomi di Maluku Utara.
Wisata sejarah dan keindahan alamnya menjadi primadona bagi para pelancong yang datang. Selain itu geliat permusikan di tanah rempah ini juga masih tetap hidup sejak berpuluh-puluh tahun lamanya, baik musik bergenre rock, pop serta musik kasidah bernuansa Islam.
Pada periode tahun 1970 hingga 1980-an kota ini pernah melahirkan grup band legendaris seperti Karya Nada Band dan Indras Band. Juga ada solois yang telah melegenda, terdapat dua nama musisi kawakan Loela Drakel dan Thae Umar.
Selanjutnya pasca milenium 2000 ke atas, ada beberapa grup band pop Ternate yang tembus ke belantika musik nasional, sebut saja Seventh L, Avu Band, ABDAS, Neva Band dan Karivella.
BACA JUGA: WAKE UP IRIS! DENGAN LAGU FOLK-NYA SOAL KEMANUSIAAN DAN ALAM
Musik arus utama di Kota Ternate lebih didominasi lagu-lagu pop dan lagu berbahasa daerah Ternate dengan genre Electronic Dance Music (EDM), sebab paling sering berkumandang di hajatan-hajatan pernikahan untuk lagu joget bersama.
Pertunjukan musik di tiap kafe secara reguler pun masih tetap ada. Kemudian konser-konser musik di Kota Ternate, lebih sering tergelar konser pesta rakyat yang diselenggarakan oleh pemerintah kota, mengundang musisi-musisi mainstream dari ibu kota. Musisi dan grup band lokal turut terlibat meramaikan pertunjukan.
Hanya saja, di samping konser pesta rakyat tersebut, gigs musik di Kota Ternate tidak terlalu masif sebelum tahun 2018 apalagi untuk skena musik alternatif. Kota Ternate pernah berada dalam fase keringnya event musik alternatif beberapa tahun lalu, padahal tersedia sumber daya manusianya yang gandrung dengan kancah alternatif. Ada pula dari skena hardcore dan hip-hop.
Kancah musik alternatif di Kota Ternate mulai menggeliat dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2018. Beberapa komunitas musik muncul dan gigs musik terhelat. Jika meneropong denyut skena musik alternatif di daratan Ternate, muncul satu nama komunitas yaitu Music Corner, salah satu aktor yang merawat skena untuk terus bisa tumbuh hingga hari ini. Komunitas ini adalah kumpulan beberapa musisi di Kota Ternate dan sekitarnya.
Sebelumnya beberapa dari mereka adalah para mahasiswa yang berkuliah di Kota Makassar dalam periode tahun 2006 sampai 2014. Para perantau dari Maluku Utara di Kota Makassar itu dipertemukan dalam lingkaran kegemaran yang sama, yaitu musik.
Music Corner awalnya muncul di Pulau Tidore pada tahun 2014, bergerilya mengadakan event musik. Selanjutnya Music Corner bergeser menghelat event musik alternatif di Kota Ternate sejak 2018 hingga hari ini.
Saat berpindah ke Ternate, Music Corner menggebrak melalui event bertajuk Music Corner Season 14, melanjutkan dari sesi pertunjukan sebelumnya di Tidore. Event kali ini berlangsung pada bulan Agustus 2018 bertempat di salah satu sudut atas Benteng Oranje Ternate.
Event ini menuai respons positif dari pelaku dan penikmat musik di Ternate. Kala itu terdapat 20 band yang meramaikan pentas. Para penonton membanjiri lokasi, sesuatu yang di luar ekspektasi.
BACA JUGA: GUTSWELL, BAND EMOGAZE YANG RACIK LAGU DARI KEPINGAN TRAUMA
Firdana Mahdi Assagaf, penggerak Music Corner mengatakan bahwa kemunculan Music Corner guna menyediakan panggung bagi musisi di Ternate untuk unjuk gigi. Sebab menurutnya skena musik Kota Ternate di periode sebelumnya lesu jika tak ada sponsor yang mendanai acara musik.
"Event pertama Music Corner Season 14 karena memang berangkat dari keresahan tidak ada panggung dan tidak ada sponsor. Pada event ini kita saling patungan dan pinjam alat sana-sini sehingga ada beberapa pihak yang melirik. Ikut bantu," tutur Dhana, demikian nama sapaannya, yang juga drummer band Treeshome itu saat ditemui penulis di Benteng Oranje Ternate, Rabu (13/9/ 2023).
Event Music Corner tergelar dalam beberapa bulan sekali, bukan gigs mingguan atau bulanan. Menghadirkan musisi dan band dari beragam genre musik. Namun, ada beberapa gigs yang menyertai sebelum event puncak Music Corner.
Sejak event pada bulan Agustus 2018 kala itu, kemudian terhelat beberapa seasons lagi hingga tahun 2019 berganti nama event menjadi Timur Bersuara Fest. Event yang terhelat pun menghadirkan sejumlah tenants makanan dan minuman, serta jenama pakaian (clothing brands).
Para musisi dari Ternate beberapa kali datang menyaksikan konser-konser musik skala nasional seperti Soundrenaline, Pesta Pora dan Synchronize Fest. Bukan sekadar menonton tapi juga belajar dan mengamati cara mengelola event music.
Selain itu, ada juga band asal Ternate yang turut tampil di panggung-panggung nasional. Salah satu grup band yang semakin berkembang setelah melahap panggung-panggung bikinan Music Corner adalah band Treeshome yang mengusung aliran musik etnik.
Panggung-panggung event musik besar sudah Treeshome cicipi, misalnya Soundrenaline 2019 di Bali, lalu event di Makassar yaitu Rock In Celebes. Terkini, yang masih hangat adalah Treeshome tampil di panggung Prambanan Jazz 2023 pada 7 Juli 2023 kemarin. Kemudian dilanjutkan tur bertajuk Timur Bersuara Java Tour mulai tanggal 7 sampai 14 Juli di 3 kota: Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta.
Momen-momen Treeshome menjajal panggung-panggung besar di luar Maluku Utara juga sebagai sarana untuk belajar dan proses ATM (amati, tiru, modifikasi) dalam menggarap event musik. Beragam insights baru diboyong ke Ternate sebagai referensi yang segar.
"Kami harus belajar workshop secara langsung dalam mengurus event, bagaimana teknis menggarap event musik, dan segala macamnya. Ketika pulang ke Ternate lanjut sharing ke teman-teman," kata Eross, vokalis Treeshome, saat ditemui penulis di Kantor Music Corner Ternate, Rabu (13/9/2023).
Dalam lima tahun terakhir, setidaknya ada dua event besar yang menjadi tulang punggung skena musik alternatif di Kota Ternate. Event pertama yaitu Timur Bersuara Fest, yang tahun ini sudah berjalan edisi kelima.
Edisi terbaru Timur Bersuara Fest tergelar pada 1 - 2 September 2023 dan menghadirkan band Pop Punk Rocket Rockers sebagai guest star di Lapangan Parkir Fort Oranje Ternate. Sebelumnya pada bulan Mei 2023 lalu terhelat agenda pre-event Road to Timur Bersuara Fest 2023 bertajuk Satelite Tour ke empat daerah di Maluku Utara, yakni Tidore, Sofifi, Bacan dan Tobelo.
Pada edisi sebelumnya, Timur Bersuara Fest 2022 terselenggara di Benteng Oranje Ternate selama dua hari pada 23-24 Desember 2022. Hadir guest star Pusakata dalam kesempatan tersebut. Para penonton hanyut dalam lantunan romansa sendu di puncak acara.
Satu hal yang menarik dalam gig Timur Bersuara adalah peraturan bagi jajaran penampilnya (lineup), harus hadir dengan karya sendiri, tidak meng-cover karya/ lagu orang lain.
"Setelah bikin standar event pakai lagu sendiri, secara tidak langsung rumah rekaman di Ternate jadi lebih ramai, para musisi datang mengaransemen dan membuat lagu. Sekarang rumah rekaman di Ternate sudah cukup banyak, [jadi] kita tak perlu jauh-jauh ke Jawa," kata Eross.
Dhana ikut menambahkan ada banyak pekerjaan rumah untuk tetap menghidupkan ekosistem musik alternatif di Kota Ternate, tentu butuh upaya yang besar dibandingkan dengan apa yang sudah berlangsung di kota-kota besar di Pulau Jawa.
"Kita masih coba edukasi ke masyarakat bahwa support musisi lokal adalah datang ke event dengan bayar tiket dan beli merchandise. Tepuk tangan penonton itu sudah masuk apresiasi yang berharga bagi kami. Untuk musisi juga kami berusaha mengubah mindset mereka, bahwa musisi adalah sebuah profesi, bukan hanya hobi yang dibayar," kata Dhana.
"Kami rasa melalui event-event yang kami gelar bukan sekadar hura-hura, tapi ada perputaran ekonomi yang besar dan daya tawar kepada pebisnis-pebisnis sebagai calon sponsor untuk bisa men-support acara kami ke depan," lanjut pria kelahiran Kota Ternate itu.
Selain event Timur Bersuara Fest, ada juga event musik lainnya yang menjadi tulang punggung skena musik Ternate, yakni Rocktober sejak tahun 2021. Diprakarsai oleh musisi aliran keras yaitu Bradex, Eka dan kawan-kawan lainnya. Event yang secara spesifik menampilkan band-band bergenre rock di Ternate itu tergelar pada bulan Oktober tiap tahunnya, rencananya tahun ini pun akan terhelat pada bulan Oktober 2023 nanti.
Gebrakan paling monumental dari event Rocktober bagi skena musik Ternate terjadi pasca event Rocktober 2021. Terdapat enam grup band dari perhelatan tersebut duduk bersama untuk menginisiasi terciptanya sebuah album kompilasi musik bertajuk Kong pada Desember 2021. Enam band tersebut adalah Kakeksugi, Retronics, Right Chamber, A.S.O.Y, Pop Pink, dan Social Clan.
Gerbong kompilasi dalam komposisi 10 tracks, berangkat dari genre yang berbeda-beda. Kakeksugi beraliran eksperimental lewat dua nomor Ode To All Capitan dan Lost In Echos.
Lalu band Retronics mengusung hard rock, menghajar lewat dua lagu Shine One dan Invective. Kemudian Richt Chamber percaya diri dengan rock alternatifnya melempar track bertajuk One Line and Reverse Perspective dan Lewat Jam Malam.
Berikutnya Social Clan merangsek dengan genre metalcore melaui dua lagu keras Other Side dan Akhir Dunia. Dua band pop punk A.S.O.Y unjuk gigi melalui tembang Deklarasi dan Pop Pink lewat single Kembali di Sini.
Tema album ini tidak satu warna ketika diejawantahkan ke dalam lirik lagu masing-masing band. Dalam album ini ada lagu tentang pergerakan, persoalan romantisme anak muda, dan gaya hidup (lifestyle). Para personel dari enam band tersebut, kebanyakan adalah mantan mahasiswa yang merantau kuliah di Makassar, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta.
Mereka sudah bermain musik di tanah rantau lalu kembali membawa pengalaman bermusik ke tanah kelahiran. Jika grup band Perunggu kerap disebut band pulang kantor, maka deretan band kompilasi Kong juga bisa disebut sebagai band pulang kampung.
Zandry Aldrin selaku produser album mengaku bahagia album kompilasi ini bisa muncul ke permukaan sebab ini menunjukkan di Kota Ternate bisa hidup skena musik alternatif beragam genre yang hadir lewat karya original anak mudanya sendiri. Terarsip baik dalam wujud album fisik.
"Musisi berdaulat bawa karya sendiri, begitu selesai dari Rocktober 2021 itu kan muncul band-band baru yang sudah berani bawa karya sendiri. Awalnya dari anak-anak kedai kopi di Ternate yang bikin grup musik, ternyata mereka bisa bikin karya hebat," kata Zandry melalui sambungan telepon, Selasa 12 September 2023.
Zandry mengatakan tajuk Kong yang dipakai sebagai nama album berasal dari hasil rembugan bersama. Kata Kong adalah bahasa Ternate yang berarti lalu atau terus dalam konteks pertanyaan sehingga Kong bisa dimaknai sebagai spirit untuk tidak cepat puas maupun stuck di tempat, tetapi berhasrat untuk bergerak ke depan mewujudkan karya-karya baru.
"Saya melihat orang Ternate itu kurang sustainable atau berkelanjutan dalam berkarya. Nah, Kong ini semacam pertanyaan bersama bagi kita atau yang mendengarkan album ini. Lalu apa yang harus dilakukan lagi ?" ungkap Zandry.
Album kompilasi Kong muncul dalam bentuk rilisan fisik VCD yang diproduksi sebanyak 200 keping, lalu dipasarkan di beberapa kedai kopi di Kota Ternate. Album ini juga bisa dinikmati di platform musik Spotify.
Tatkala album ini mengudara, ia langsung mendapat apresiasi dari penikmat musik alternatif dari dalam hingga luar Kota Ternate. Zandry mengatakan album Kong juga mendapat sambutan hangat dari jurnalis musik senior Wendi Putranto.
"Rata-rata pendengar dari luar kaget ternyata ada kompilasi musik alternatif seperti ini di Ternate. Wendi Putranto dia sebenarnya kaget, karena dia pernah riset, musik rock kurang terdengar di Maluku, jejak terakhir musik rock ada di wilayah Makassar, semakin ke wilayah timur semakin soft, jadilah hip hop di Papua," kata Zandry. (*/)