
Dalam single berjudul “Silver Lining”, Laufey membuka lembaran baru dengan melodi yang indah dan emosional. Ia mengajak pendengar untuk menyelami cinta yang rapuh, namun penuh harapan.
FROYONION.COM - Setelah menyabet GRAMMY Awards berkat album Bewitched, musisi berdarah Islandia-Tiongkok Laufey kembali menandai langkah barunya lewat single terbaru bertajuk “Silver Lining”.
Lagu ini bukan sekadar rilisan biasa, ia menjadi pembuka lembaran baru dalam perjalanan musikal Laufey, seorang komposer, produser, dan multi-instrumentalis muda yang telah menyihir dunia dengan sentuhan jazz klasik dan kepekaan emosional khas Gen Z.
“Silver Lining adalah lagu cinta tentang kebebasan menjadi diri sendiri saat jatuh cinta,” ungkap Laufey dalam pernyataannya.
“Bersama seseorang yang membuat kita merasa aman, sisi kekanak-kanakan pun muncul dan kita terdorong untuk membuka diri sepenuhnya. Meski cinta bisa membawa kita ke tempat yang menyakitkan, setidaknya kita menjalaninya bersama.”
BACA JUGA:
MENGARUNGI MAKNA HIDUP LEWAT ALBUM BARU RANGKAI ‘PEKIK HENING DI LANTANG ANGAN’
Single “Silver Lining” menjadi karya orisinal pertamanya sejak perilisan album Bewitched (2023) dan versi deluxe-nya Bewitched: The Goddess Edition. Dirilis serentak dengan video musiknya, Silver Lining juga menghadirkan pendekatan visual sinematik yang memukau.
Disutradarai oleh Jason Lester, sutradara yang juga menggarap visual From the Start dan Santa Baby, video klipnya direkam menggunakan format film 35mm dan menampilkan suasana pesta topeng magis.
Dalam nuansa surealis yang berubah dari elegan menjadi kacau, Laufey menari di tengah karakter-karakter eksentrik dan koreografi yang terinspirasi dari Rite of Spring. Sebuah refleksi visual akan konflik batin, kerentanan, dan keajaiban cinta itu sendiri.
Laufey telah dikenal luas sebagai jembatan antara musik masa lampau dan kepekaan generasi baru. Lagu-lagunya, meskipun berakar pada jazz dan musik klasik, selalu dibawakan dengan lirik yang relatable dan produksi yang modern.
Ia menghidupkan kembali semangat Chet Baker dan Carole King sambil memadukannya dengan warna pop kontemporer dan narasi tentang pencarian jati diri, cinta pertama, serta rasa sepi di tengah dunia digital.
Dibesarkan di Reykjavík dan Washington D.C., Laufey mulai memainkan piano dan cello sejak kecil. Latar belakang musik klasik yang kuat inilah yang membentuk karakter musikalnya.
Saat berkuliah di Berklee College of Music, ia merilis debut EP Typical of Me (2021) dengan single “Street by Street” yang langsung memuncaki radio nasional Islandia. Itu menjadi langkah awal dari perjalanan globalnya.
Hari ini, Laufey telah mencatat lebih dari 4,25 miliar streaming global, memiliki 23 juta pengikut di media sosial, dan memecahkan rekor Spotify dengan debut album jazz terbesar sepanjang sejarah lewat Bewitched.
Ia menembus Top 20 Billboard dan sukses besar di pasar Asia—Indonesia sendiri tercatat sebagai negara dengan pendengar terbanyak ketiga secara global.
Tak hanya menyanyi, Laufey juga sering tampil bersama orkestra-orkestra ternama seperti LA Philharmonic, National Symphony Orchestra, hingga China Philharmonic Orchestra. Ia berbagi panggung dengan musisi dari berbagai genre, mulai dari Jon Batiste hingga Norah Jones, serta berkolaborasi dengan nama-nama yang tengah naik daun seperti Beabadoobee dan Raye. Semua ini mencerminkan filosofi musik Laufey: menjembatani lintas zaman, lintas genre, dan lintas budaya.
Penghargaan demi penghargaan terus ia raih. Namanya masuk dalam daftar Forbes 30 Under 30, dinobatkan sebagai salah satu TIME’s Women of the Year 2025, dan tampil di ajang bergengsi seperti Met Gala 2024.
Ia pun menjadi sorotan editorial majalah Vogue dan bintang tamu tetap di berbagai acara Late Night Show. Tak heran jika The New York Times menyebutnya sebagai “Gen Z It Girl” dalam dunia musik.
Salah satu kekuatan Laufey terletak pada kemampuannya membangun keterikatan emosional lintas budaya dan generasi. Meskipun dikenal luas di Amerika dan Eropa, pengaruhnya sangat kuat di Asia.
Tiket tur Asia-nya tahun lalu, termasuk di Singapura, Filipina, Malaysia, Jepang, Taipei, dan tentu saja Indonesia, habis terjual dalam waktu singkat. Musiknya terasa personal bagi banyak orang: tidak hanya menghibur, tapi juga menyembuhkan.
Dengan Silver Lining, Laufey menunjukkan bahwa ia tidak berdiam dalam zona nyaman kesuksesan. Ia memilih untuk mengeksplorasi sisi-sisi baru dari dirinya, baik secara musikal maupun emosional.
Lagu ini adalah pelan namun pasti, penanda bahwa Laufey terus bergerak, terus bertumbuh, dan terus menggugah hati para pendengarnya.
Bagi banyak orang, Laufey bukan hanya musisi. Ia adalah suara dari perasaan yang tak terucapkan. Dan lewat “Silver Lining”, suara itu terdengar lebih jernih, lebih intim, dan lebih bermakna dari sebelumnya. (*/)