Sesi dengar audiovisual album baru Efek Rumah Kaca dilaksanakan di sejumlah kota di Indonesia. Sarat akan ‘warna baru’, Rimpang disebut bakal menjadi pembaharuan unit indie tersebut dalam bermusik.
FROYONION.COM – Lembayung senja masih tersipu di ufuk barat tatkala Rifki Naufal dan Abdullah Anmar tiba di gedung Institut Français Indonesia (IFI), Jakarta Pusat. Wajah kedua pemuda 23 tahun itu tampak semringah. Sejak berburu tiket Efek Rumah Kaca dua hari silam, momen yang dinanti akhirnya tiba juga.
Sabtu, 8 Maret 2023, pukul 15.30 WIB, dua teman SMA itu mengikuti acara sesi dengar audiovisual Rimpang. Dirilis sejak 27 Januari 2023 oleh IDIIW Records, album tersebut adalah karya teranyar dari grup Efek Rumah Kaca (ERK).
Kehadiran Rimpang terasa spesial. Pasalnya, setelah album Sinestesia diluncurkan pada 2016, para penggemar harus menunggu setidaknya tujuh tahun untuk mendengar album keempat ERK.
Berdasarkan catatan FROYONION, ‘Rimpang’ sebetulnya sudah mulai dikerjakan satu tahun setelah peluncuran album ketiga yakni Sinestesia. Namun, karena sang vokalis, Cholil Mahmud, kala itu sedang menempuh studi program magister (S2) di New York University, Amerika Serikat. Pembuatan album jadi lambat.
ERK memang sempat menghasilkan sejumlah single dan extended play (EP) ketika Cholil bolak-balik Indonesia-Amerika Serikat. Di antaranya, ‘Seperti Rahim Ibu’ (2018), ‘Tiba-Tiba Batu’ (2019), serta EP ‘Jalan Enam Tiga’ (2020). Namun, tetap saja, perlu tujuh kali lebaran untuk bisa mendengar album baru Efek Rumah Kaca.
Jadi, tidak heran antusias Rimpang tinggi. Lagipula, agenda listening party itu dibuat secara cuma-cuma alias gratis. Beberapa teman penulis bahkan gagal datang karena lambat membuka situs registrasi.
“Kapan lagi coba, bisa fokus dengerin album mereka tanpa gangguan apapun?” ungkap Rifki yang berdomisili di Bogor Barat kepada awak FROYONION.
Baca Juga: TUMBUH DAN MENJALAR BERSAMA ERK DALAM ALBUM ‘RIMPANG’
Setelah 15 menit berbincang-bincang, panitia memanggil kami untuk masuk ke dalam auditorium. Di dalam ruang berbentuk seperti bioskop tersebut, para penonton disuguhkan sepuluh track yang terkandung dalam ‘Rimpang’.
Kesepuluhnya, secara berurutan, adalah ‘Fun Kaya Fun’, featuring Suura, sebagai lagu pembuka. Kemudian, ‘Bergeming’, ‘Heroik’, ‘Tetaplah Terlelap’, ‘Sondang’, ‘Kita Yang Purba’. Lalu, ‘Ternak Digembala’, ‘Rimpang’, ‘Bersemi Sekebun’ berkolaborasi dengan Morgue Vanguard. Dan terakhir, ‘Manifesto’. Durasi semua lagu kurang lebih 45 menit.
Meskipun penulis secara pribadi belum bisa move on dari album Sinestesia (yang konon disebut sebagai magnum opus mereka) Rimpang adalah karya yang fresh dan secara visual ‘mengenyangkan’.
Sajian visual dan lirik yang ditayangkan di layar tancap terasa unik. Sulit untuk tidak menahan upaya mendengar secara detail petikan gitar, bass, dan hentakan drum. Menjelang detik-detik akhir, raungan vokal latar dalam ‘Bersemi Sekebun’ bahkan membuat tubuh bergidik.
Bolak-balik penulis membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) selama acara untuk mencari arti dari berbagai frasa dan kata selama sesi dengar Rimpang. Jadi, tidak salah menyebut Efek Rumah Kaca sebagai salah satu grup musik dengan gaya berbahasa terbaik di Indonesia.
Kemudian, perlu diperhatikan bahwa ERK juga melibatkan dua personil baru yakni bassist Poppie Airil dan gitaris Reza Ryan. Rimpang adalah album penuh pertama ERK tanpa Adrian Yunan "yang sidik jarinya begitu tebal dalam lagu maupun lirik Efek Rumah Kaca yang lalu,” ucap Cholil Mahmud sebagaimana dilansir dari JPNN, Rabu 5 April 2023.
Sementara jika berbicara perihal kualitas musik, penulis perlu mencatut tulisan redaktur pelaksana Pop Hari Ini, Wahyu Acum Nugroho, yang menyatakan bahwa Rimpang adalah awal baru untuk ERK.
Berbeda dengan Sinestesia yang menjadi puncak kreativitas mereka, Rimpang justru tampil sebagai pembeda. Menurutnya, musisi Lebih baik bertaruh pada formula baru ketimbang mandek dalam berkarya.
“Sinestesia sukses menjadi buah atas obsesi menjadi kolosal. Akan menjadi basi jika puncak kreativitas ini direpetisi. Hasilnya malah sebuah stagnasi yang hanya dibuat sekadar memenuhi kepuasan penggemar yang kangen saja,” ucapnya.
Atas alasan itulah, Wahyu menjelaskan ‘Rimpang’ sebenarnya sukses menjadi jalan keluar bagi ERK. “Rimpang adalah awalan yang baik untuk lahirnya pembaruan lain di karya Efek Rumah Kaca,” tegasnya.
Kepada audiens, drummer ERK, Akbar Bagus Sudibyo, mengaku berterima kasih kepada seluruh audiens yang bersedia datang. Ia menjelaskan agenda yang terlaksana di IFI adalah satu dari total 12 titik yang melaksanakan sesi dengar Rimpang.
Adapun lokasi lainnya adalah, Bandung, Bekasi, Makassar, Padang, Semarang, Jombang, Banyumas, dan Medan. Kemudian dua tempat di Malaysia yakni Kuala Lumpur serta Penang. Sesi dengar berjalan secara serempak mulai 8 hingga 9 April 2023.
Agenda itu juga diselenggarakan untuk menselebrasikan peluncuran album fisik Rimpang.
“Sudah ada yang punya? Kalau belum silahkan pergi ke booth depan. Tapi, bayar ya,” ungkap Akbar disambut tawa audiens.
Sementara Muhammad Asranur, fotografer sekaligus backing keyboardist ERK, mengatakan acara sesi dengar Rimpang sebenarnya sudah terlaksana 23 Januari kemarin, meski terbatas untuk wartawan dan kawan-kawan terdekat.
Namun, karena animo yang tinggi, manajemen ERK memutuskan untuk menyelenggarakan sesi dengar Rimpang kepada publik.
“Awalnya cuma mau di Jakarta saja tapi akhirnya kita berubah pikiran. Jadi dikebut dalam waktu tiga hari. Alhamdulillah, teman-teman banyak yang antusias,” bebernya di penghujung acara.
Pukul 17.15, acara sesi dengar sudah usai. Penulis beranjak keluar dari dalam auditorium menuju pintu keluar. Di tengah perjalanan, tiga meja berderet tampak dikerumuni penonton di sisi kanan ruang tunggu. Pemandangan tersebut menarik mata.
Lokasi itu ternyata adalah merchandise booth yang dibuka oleh Kios Ojo Keos, unit usaha Efek Rumah Kaca. Ruang kreatif yang berdiri di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan tersebut menyediakan berbagai barang dagangan. Mulai dari buku sastra, filsafat, serta merchandise t-shirt dan album fisik Rimpang. Hati penulis pun tergugah berbelanja.
Hasilnya, sebuah buku karya Erich Fromm berjudul Seni Mengada dan satu merchandise Rimpang berkelir putih. Harga kedua item tersebut lumayan terjangkau. Rp140 ribu untuk kaos dan Rp60 ribu untuk buku. Duh, Alunan Belanja Terus Sampai Mati sontak terdengar entah dari mana.
“Gak papa worth it, kok. Gue aja tadi beli ini Rp 75 ribu,” ucap Anmar sembari menunjukkan CD Rimpang.
Hidup mungkin sangat konsumtif. Namun beberapa pilihan bukan untuk diperdebatkan. Setidaknya minggu ini penulis puas. Inilah kisah peliknya kehidupan urban. (*/)