
Kalau musik bisa jadi pelarian dari riuhnya hidup, album ‘Pekik Hening di Lantang Angan’ tuh kayak portal untuk kalian bisa berkontemplasi.
FROYONION.COM - Setelah sukses ngerilis tiga single sebelumnya—“Seperti Rindu”, “Mesra Tanpa Kata”, dan “Puan, Kau Beri Nyawa”—Rangkai akhirnya comeback dengan album penuh pertama mereka yang bertajuk Pekik Hening di Lantang Angan.
Resmi rilis 28 Februari 2025, album ini siap jadi teman refleksi buat kamu yang lagi nyari ketenangan di bulan Ramadhan 1446 H.
Album ini bukan sekadar kumpulan lagu, tapi juga perjalanan emosional dan spiritual dari trio Rangkai—Mirza (gitar klasik), Rai (kontrabas), dan Bimo (vokal, gender/gamelan Jawa).
Pekik Hening di Lantang Angan adalah hasil eksplorasi musikal yang dipandu oleh mendiang Ade Firza Paloh (Sore), sang produser yang turut membentuk arah musik mereka hingga akhir hayatnya.
Ade melihat Rangkai sebagai “kumparan yang seolah diam, padahal punya laju rotasi tinggi.” Dari sanalah muncul inspirasi nama album ini—gambaran dualitas antara hening dan bising, perenungan dan pergolakan batin.
BACA JUGA: MONSTIEZ BERSIAPLAH, INI DAFTAR HARGA TIKET KONSER BABYMONSTER DI JAKARTA!
Walau harus menyelesaikan album tanpa Ade, Rangkai tetap totalitas. Bersama Setengah Lima Records, mereka berhasil merampungkan 11 lagu yang mengajak pendengar menyelami makna hidup dan penerimaan diri.
“Proses produksi ini berat, bukan cuma fisik tapi juga mental. Kadang rezeki datang bukan dari uang, tapi dari kesempatan kerja bareng musisi yang biasanya cuma bisa kita tonton dari jauh.” – Mirza Elba Febrian (Gitaris Rangkai)
Menariknya, album ini disusun berdasarkan enam fase penciptaan alam semesta yang ada dalam Al-Quran. Setiap fase menggambarkan perjalanan yang mencerminkan eksistensi manusia, dari awal kehidupan hingga mencapai titik keseimbangan.
Lagu pertama, “Api” dan “Kejora Cinta,” menggambarkan ledakan awal yang menciptakan cahaya, simbol dari awal mula segala sesuatu yang ada.
Kemudian, fase jagad mengembang diwakili oleh “Ruang”, “Seperti Rindu”, dan “Mesra Tanpa Kata” yang menghadirkan nuansa eksploratif, penuh ketidakpastian, namun juga keajaiban ketika kehidupan mulai terbentuk.
Sementara, lagu “Isyarat Hawa” dan “Puan Kau Beri Nyawa” menghadirkan elemen yang lebih tenang dan membumi, menggambarkan bagaimana dunia mulai menemukan bentuknya dan keindahan mulai terpancar.
Dalam setiap perjalanan pasti ada benturan dan konflik. “Pertengkaran” dan “Tabir” menjadi representasi dari ketegangan dan pergesekan yang tak terhindarkan dalam proses kehidupan.
Di fase ini, musik terasa lebih intens dan emosional, mencerminkan dinamika kehidupan yang penuh gelombang.
BACA JUGA: 9 REKOMENDASI FILM RELIGI YANG COCOK DITONTON DI BULAN RAMADHAN
Setelah ketegangan itu, muncul fase stabilisasi yang diwakili oleh lagu “Selam Hati Sulam Diri,” sebuah lagu yang membawa ketenangan dan refleksi diri. Di titik ini, seseorang mulai menerima hidup dengan segala suka dan dukanya.
Album pun ditutup dengan “Seberang Fana,” simbol dari regenerasi dan keberlanjutan, bahwa kehidupan akan terus berputar, selalu ada harapan baru setelah setiap akhir.
Salah satu highlight album ini adalah lagu “Selam Hati Sulam Diri”, hasil kolaborasi dengan Endah Widiastuti (Endah N Rhesa). Endah sendiri mengaku langsung tertarik begitu mendengar konsep albumnya.
“Begitu Rangkai ngajak gue buat ngisi vokal di ‘Selam Hati Sulam Diri’, gue langsung oke! Albumnya unik banget, penuh eksplorasi, dan gue dikasih kebebasan buat improvisasi.” – Endah Widiastuti
Biar makin berkesan, album ini juga digarap dengan serius dari segi produksi dan visual. Artwork-nya dibuat oleh Khalid Albakaziy yang terkenal dengan pendekatan filosofisnya.
BACA JUGA: WALI RILIS LAGU RELIGI ‘FORGIVE ME’ KOLABORASI DENGAN MUSISI MESIR MOSTAFA ATEF
Mixing dan mastering dilakukan di beberapa studio terbaik seperti Ruang Waktu Music, Lokale Satin Studio, dan Earspace Studio. Dengan kualitas produksi yang maksimal, dijamin kuping kamu bakal dimanjakan!
Lebih dari sekadar album, Pekik Hening di Lantang Angan adalah pengalaman sonik yang bisa menemani perjalanan refleksi diri.
Lagu-lagunya bukan hanya untuk didengar, tapi juga untuk dirasakan. Seperti secangkir kopi pahit yang menemani hari-hari penuh kontemplasi, album ini mengajarkan kita tentang menerima hidup apa adanya.
Buat kamu yang suka musik dengan vibes mendalam dan penuh makna, jangan lupa dengerin Pekik Hening di Lantang Angan mulai 28 Februari 2025 di semua platform musik digital. Siapa tahu, ini bisa jadi soundtrack perjalanan spiritualmu di bulan suci! (*/)