
Dengan nama panggung Mukti Metronom, Candra Mukti Wicaksono resmi menelurkan debut single berjudul "Subliminal Utopis”. Alih-alih meromantisasi, lagu ini dengan lugas sekaligus satire menceritakan tentang keresahannya selama lahir dan besar di Jogja.
FROYONION.COM - "Aku ini bagaikan kerupuk di warung Mi Ayam. Selalu ada, tetapi bukan menjadi pilihan yang utama." Kalimat itu merupakan guyonan milik Candra Mukti Wicaksono atau yang akrab disapa Mukti Entut, pria asal Jogja yang namanya sudah moncer di stand up comedy Indonesia.
Di jagad Stand Up Comedy, Mukti Entut kerap membawakan topik seputar dirinya sendiri, Kota Jogja, anak muda, almamater kuliahnya yakni UIN Sunan Kalijaga, Sepak Bola, dan lain sebagainya.
Ia juga baru saja merampungkan Pentas "El Metronom: Fak Untuk Aku" di Jakarta dan Jogja pada tahun lalu. Lalu diteruskan kembali pada Mei ini menuju kota Semarang, Malang, Solo, dan Surabaya. Kota-kota lain kabarnya akan segera menyusul.
Selain berstatus sebagai comedian, Mukti Entut juga merangkap sebagai presenter dan MC. Tidak kalah penting juga dirinya juga tergabung sebagai vokalis dangdut humor bernama Orkes Pensil Alis (OPA).
Bahkan di luar semua itu, kini dengan nama panggung Mukti Metronom dirinya resmi menelurkan debut single berjudul "Subliminal Utopis". Lagu ini dirilis sejak 23 April 2023 lalu disusul dengan video klipnya pada 26 April 2023.
Kalau mau menduga-duga, barangkali alasan Mukti Entut merilis single terbaru diluar Orkes Pensil Alis karena bandnya itu hanya berkutat di genre band-band orkes pada umumnya. Sehingga secara gamblangnya ia melangkah lebih luas lagi di blantika musik.
Saat awal kali dirilis, single ini mendapatkan sambutan yang bagus dari publik, wabil khusus para penggemarnya. Terbukti selain komentar positif datang membanjiri, per 29 April 2023 lagu ini di Youtube sudah ditonton dengan jumlah 2.200++ dan di Spotify sebanyak 1.400++.
Bagi yang sudah mendengarkannya, dari segi lirik maupun aransemen, “Subliminal Utopis” dapat diklaim berbanding terbalik dengan lagu-lagu Orkes Pensil Alis. Karena lirik lagu-lagu OPA dipenuhi dengan balutan komedi yang begitu kentara dan aransemen yang layaknya orkes pada umumnya.
Sedangkan untuk “Subliminal Utopis” aransemennya bisa dinilai bertempo cepat seperti musik-musik mirip rock atau alternatif. Tentu hal ini wajar lantaran pembangun arasemen dan juga produsennya yakni Danis Wisnu Nugraha (Dacong) yang merupakan drummer FSTVLST & Majelis Lidah Berduri, serta pemain kibor Niskala. Pun perihal liriknya, lagu ini lebih bernada lugas tapi tetap ada unsur komedi berupa satire.
Pada intinya, walau lagu ini tidak ada diksi “Jogja” didalamnya, tapi kita tahu bahwa lagu ini membahas soal keresahan dirinya di Jogja. Mukti tentu tidak akan ditanya “KTP mana?” karena ia lahir, besar, dan meniti karier di sana. Makanya ia tahu persis tentang gambaran kota ini. Alih-alih romantisasi seperti lagu tentang Jogja pada umumnya, dengan gamblang dan tanpa tedeng aling-aling ia membeberkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungannya itu.
Seperti lirik lagu di bagian awal yang berbunyi:
Sunday morning ku terlahir/ Jadi bocah pinggiran/
Preman pasar/ Budak partai/ Satgas eceran/ Miras oplosan/
Referensi pas-pasan/ Fashion ugal ugalan/
Rumah himpit-himpitan/ Dextro koplo/ Knalpot blombongan/
Melihat lirik tersebut, kita tahu bagaimana kondisi masyarakat, anak muda yang ada di tempat kelahirannya itu. Bahwa nyatanya memang Jogja memiliki segudang masalah dari dulu.
Pun tidak berhenti di situ saja, pria yang juga mengilai sepak bola ini masih meneruskan kondisi Jogja yang tidak nyaman dan cukup memperhatikan dari dulu bahkan masih bertahan hingga saat ini.
Rentang waktu yang lama/ Ternyata sama saja/
Prematur pendidikan/ Preman junior/ Parade klitih/ Berarak-arakan/
Realita keadaan/ Nerimo ing pandum saja/
Kuliah beli skripsi/ Jadi sarjana/ Buka usaha/
Di bagian akhir lagu, Mukti Metronom dengan satire membicarakan klitih dan gambaran umum Jogja. Karena menjadi rahasia umum bahwa klitih kerapkali dianggap disepelekan oleh pemerintah dan penegak hukum padahal anak-anak kurang kerjaan dan membahayakan itu sangat meresahkan orang-orang yang berada di Jogja. Belum lagi Jogja termasuk kota yang yang kerapkali dipenuhi oleh problematika lainnya.
Begini narasi lagu yang disampaikan:
Di tempatku terlahir, pulang malam adalah sebuah kenyamanan/ Parade klitih jadi pemandangan harian/ Adik-adik gagah menyert parang dan berteriak-teriak dengan sopan/ Motor yang dipakai sudah pasti bukan motor kreditan/ Sungguh aku salut dengan kehebatan kalian/
Aku bersaksi padamu kawan/ Oh indah tanah kelahiran/ Baliho caleg banyak betebaran/ Dibubuhi janji yang sudah pasti super duper ultra valid/ Akan jadi kenyataan/ Hey kawan, bukankah ini kota yang menawan/ Inilah bukti kalau atlantis sudah ditemukan/
Nah bagi kalian yang mengikuti Mukti Entut, lirik-lirik itu sebenarnya kerapkali ia bawakan sewaktu pentas. Hanya saja barangkali ia mengimani bahwa lagu akan bersifat lebih abadi dan bisa diterima oleh semua orang, makanya ia memilih jalan itu. Bahkan melalui lagu itu sangat ciamik ketika “Subliminal Utopis” dijadikan anthem saat dirinya pentas menjadi comedian.
Dan tidak menutup kemungkinan ketika dirinya melahirkan single-single berikutnya, selain ia bisa tidak hanya ditanggap sebagai komedian, MC, presenter, ia juga bisa diundang sebagai musisi solois. Secara memang karyanya bisa dipertimbangkan di kancah musik Indonesia. (*/)