Music

LAGU WEDI NEROKO KLANTINK SARAT AKAN KEGEMBIRAAN, MAKNA, RINDU TRADISI

Kepiawaian grup musik dari Surabaya ini mengaransemen musik dimunculkan kembali dengan lagu religi yang menyenangkan dengan judul Wedi Neroko.

title

FROYONION.COM - Sebelum jauh dibahas lagu religi bernuansa tradisi ini, pertama-tama perlu kita cermati dulu beberapa potong liriknya. Lirik yang notabene ditulis dalam bahasa Jawa ini membawa identitas tradisional dari Klantink. Berikut adalah potongan lirik lagu Wedi Neroko yang dimaksud.

Eling-eling menungso ojo lali

Kabeh wong urip bakale mati

Yen wes mati dikubur poro santri

Ono ing kubur dijepit karo bumi

Neng kubur onok malaikat loro

Mungkar Nakir bakal nakani siro

Ditakoni jawaben kudu biso

Yen ra biso mengko langsung di sikso

Ditakoni…

Pangeranmu sopo

Jo dijawab Pangeran Diponegoro

Jawabane Pangeran Gusti Allah

Sing gawe njobo njerone dunyo

(Klantink)

Lagu Wedi Neroko dipublikasikan oleh kanal Youtube @rua.ngmanagement (Ruang Management) dengan label, mastering, dan mixing oleh Maca Records dan Cakra Ayu Feby Wijaya. Diketahui bahwa Ruang management sendiri menjadi salah satu wadah legalitas publikasi karya audio-visual yang banyak diisi oleh seniman-seniman dari Surabaya.

Klantink sebagai salah satu kelompok kesenian kreasi tradisi tentunya memiliki ruang khusus di hati masyarakat Indonesia dan khususnya di Surabaya. Sebagai salah satu finalis IMB pertama di Indonesia, Klantink memberikan warna bakat alami tradisi nusantara dengan kepiawaian mengolah lagu-lagu modern ke dalam nada-nada yang dekat dengan kultur bangsa Indonesia. Kultur yang dimaksud di sini adalah keroncong, sinden, gambang, dan bahasa daerah.

Seperti yang terlihat pada lagu Wedi Neroko di atas Klantink mengambil peran sebagai pengantar nilai norma tradisi dan religius sekaligus. Hal ini seolah dilakukan Klantink untuk merepresentasi kembali metode penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Para Sunan di masa kerajaan-kerajaan nusantara. 

Bahasa Jawa yang digunakan sebagai dasar lirik lagu mendekatkan Klantink secara linguistik ideologis dengan masyarakat Jawa, khususnya daerah Jawa Timur. 

Metode pngucapan kebahasaan yang digunakan Klantink juga dekat dengan dialek Jawa Timur-an, seperti munculnya idiom koen untuk menyebut kamu secara lebih akrab—umum diucapkan oleh sekelompok usia sebaya dalam lingkup anggota di dalamnya. 

Kata koen ini sendiri muncul di sela-sela lirik yang seolah memberikan penekanan seorang sahabat dalam mengajak anggotanya untuk sama-sama berbuat baik dengan nilai religius di dalamnya.

Menarik untuk melihat pembukaan lagu tersebut melalui liriknya, Klantink menggunakan bunyi-bunyi huruf yag serupa dan senada sebagai akhir setiap lirik. Misalnya, bait pertama diisi oleh diksi lali, mati, santri, bumi. Sementara itu, bait kedua diisi oleh akhiran diksi loro, siro, biso, dan sikso

Dari penggunaan akhiran yang serupa itu Klantink mencoba membangkitkan kembali metode penulisan teks sastra seperti yang dilakukan Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga dengan syair-syair lagu terjemahan Arab ke dalam bahasa Indonesia—sebuah cara untuk mengajak suatu bangsa secara geografis dan linguistis untuk mengkaji suatu lirik dengan lebih mudah dipahami.

Selain keunikan penggunaan diksi dengan akhiran yang serupa, Klantink menghadirkan pula cerminan sosiologis, misalnya dengan kata santri. Mengakar dari kebudayaan di Jawa Timur yang memiliki banyak Pondok Pesantren, menunjukkan bahwa masyarakat Islam yang meninggal akan dikuburkan oleh generasi muda penerusnya yang merupakan para santri. 

Mereka adalah pembelajar agama yang kemudian seringkali dipercaya untuk menjadi tonggak pemegang keimanan di satu atau sebagian daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, ada rasa kehormatan tersendiri ketika seseorang dikuburkan oleh kalangan santri, seolah doa yang dipanjatkan lebih mudah sampai ke pangkuan Tuhan.

Nilai tradisi tersebut juga dibarengi dengan sebuah candaan yang menarik dengan dikotomi Pangeran Diponegoro dengan Pangeran Gusti Allah. Pangeran Diponegoro dikenal oleh kalangan muslim Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagai seorang santri, pembesar Islam yang juga menjaga nilai tradisi Jawa, mewakili salah satu perjuangan pembebasan bangsa. 

Namun demikian, dengan segala status tersebut, Pangeran Diponegoro tidak memiliki tempat khusus dalam tradisi kematian secara religius. Tetap saja, Pangeran Gusti Allah adalah Tuhan yang menjadi pusat dari segala hal, terutama alam setelah kematian.

Penggunaan parodi dikotomi di atas menunjukkan kemampuan Klantink dalam membuat padanan istilah serupa, namun tak sama secara struktur religius. 

Kata pangeran sendiri digunakan oleh masyarakat Jawa untuk menyatakan bahwa seorang putra raja memiliki trah kekuatan Ketuhanan, sehingga, pangeran di masa kerajaan Islam mulai merambat tumbuh nusantara seringkali menjadi julukan bagi anak-anak raja. Hanya saja, pangeran ini akan kehilangan kata pangeran setelah kematiannya menuju Pengeran Gusti Allah.

Selain parodi di atas, Klantink juga menghadirkan beberapa parodi dalam lirik refrain. Parodi ini dekat dengan tradisi kritis yang baru-baru ini hits di Indonesia dan dunia. Berikut adalah lirik parodi yang dimaksud.

Di neraka tak ada goyang parkoy

Di neraka tak ada virus covid

Di neraka tak ada open BO

Di neraka yang ada hanya penghakiman

Dalam potongan lirik refrain di atas didapati tiga potret kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang dikritik oleh Klantink. Pertama, Goyang parkoy adalah sebuah ritus yang umum dilakukan oleh masyarakat Pantura ketika sedang menonton dangdut dengan cara bergoyang sambil menenggak minuman keras. Tidak jarang terjadi perkelahian hanya sebab senggol-senggolan selama melakukan goyangan. 

Lalu, virus covid menjadi potret kedua yang memperlihatkan bagaimana suasana pandemi sangat mencekam, tetapi neraka lebih mencekam daripada virus tersebut. Terakhir, Klantink menyebut open BO sebagai sesuatu yang sedang tren dilakukan para artis untuk menjual sensualitas tubuh demi tambahan pendapatan.

Semua itu ditutup Klantink dengan sebuah slogan, “mumpung durung budal koen!”. Penutup itu digunakan Klantink untuk mengingatkan masyarakat tentang penghakiman di neraka yang hanya bisa dihindari dengan taubat dan ibadah. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Hamdan Mukafi

Selamanya penulis