
Musik adalah sarana hiburan yang murah dan praktis. Apapun permasalahannya, dendang dan jogetkan saja.
FROYONION.COM – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan dan problematika dunia, yang kita butuhkan saat ini adalah musik yang menghibur, ringan, dan tentunya enak untuk didendangkan, seperti Orkes Pensil Alis.
Buat yang belum tahu, Orkes Pensil Alis ialah sekelompok pemuda—yang mungkin saat ini sudah ada yang menjadi seorang bapak-bapak—asal Yogyakarta yang memainkan musik orkes dibalut komedi.
Terbentuk secara tidak sengaja pada tahun 2013 saat mengisi acara ulang tahun Anang Batas (seorang komika) dan beranggotakan Hifdzi Khoir (vokalis), Candra Mukti (vokalis), Hisdan (gitar), Ilham Al-Kautsar (gitar), Binasrul (perkusi), dan Satito (drum). Formasi tersebut mungkin sudah mengalami perombakan personel.
Fondasi musik yang mereka mainkan adalah orkes dangdut dengan sentuhan reggae, koplo serta improvisasi seadanya.
Berangkat dan besar dari panggung stand up comedy, penulisan lirik pada lagu-lagunya sangat nyeleneh dan unik. Kita bisa lihat dari judul-judul lagunya, seperti Kipas Angin Kesedot Sampah dan Kucing Langit.
Dengan keunikan ini, tidak aneh jika kelak mereka akan menjadi calon legenda hidup di belantika musik tanah air sejajar dengan Orkes Moral Pengantar Minum Racun atau Orkes Pancaran Sinar Petromak.
Berawal dari iseng-iseng hingga membawa mereka serius untuk bermusik, tepat di tahun 2016, Orkes Pensil Alis mengeluarkan album bertajuk Best of The Best berisikan 7 lagu.
Tidak main-main, mereka merilis dalam format album fisik dan digital di bawah naungan Demajors Records.
Panggung-panggung kecil dan komunitas sudah mereka jamah, hingga akhirnya festival sekelas Synchronize Fest berhasil mereka taklukkan.
Karya teranyar mereka berupa single berjudul BNSRL lahir di tahun 2019.
Jika kita tarik jauh ke belakang, orkes dangdut sudah merebak di tanah air.
Musik disertai balutan lirik sederhana menceritakan kehidupan sehari-hari banyak disukai dan mudah diterima di telinga masyarakat Indonesia. Bahkan lahir stigma bahwa musik dangdut merupakan selera masyarakat kelas menengah ke bawah.
Kemudahan akses dan banyaknya acara secara cuma-cuma, baik di desa maupun di kota besar sekalipun mungkin menjadi salah satu faktor lahirnya stigma tersebut.
Siapa yang tak kenal Rhoma Irama? Beliau dijuluki raja dangdut tanah air. Sudah puluhan karya, baik melalui lagu maupun akting di depan layar, beliau torehkan.
Jika kita fokuskan dari segi musik dan pertunjukannya, Orkes Pensil Alis tampil seperti pendahulunya, yaitu Orkes Pancaran Sinar Petromak dan Orkes Moral Pengantar Minum Racun.
Orkes Pancaran Sinar Petromak besar di era 1970-an. Beberapa personilnya merupakan mahasiswa Universitas Indonesia. Pada masa jayanya, mereka sering tampil bersama Warkop DKI. Selain memelesetkan lagu-lagu dangdut populer era 60—70-an, mereka menciptakan lagu sendiri, yaitu Fatimah dan Gaya Mahasiswa.
Sementara itu, Orkes Moral Pengantar Minum Racun (OM PMR) besar di era 1980-an. Suara dan gaya khas Jhonny Iskandar menjadi ikon dari kelompok orkes tersebut.
Tak jauh berbeda, OM PMR memelesetkan lagu-lagu dan menciptakan lagu orisinal nyeleneh, seperti Judul-judulan.
Sempat lama vakum, OM PMR kembali di tahun 2014 dengan karya terbaru berupa mini album bertajuk Orkeslah Kalau Bergitar, dan di tahun 2017 lahir sebuah single Too Long To Be Alone memparodikan lagu Kunto Aji.
Sayangnya, kedua kelompok orkes dangdut tersebut sudah tergerus zaman. Para personilnya yang semakin bertambah umur sudah ada yang memilih jalur lain, dan bahkan sudah ada yang ‘meninggalkan’ kita.
Berkembang pesatnya teknologi serta perubahan arus pasar menjadi faktor kesulitan bagi musisi-musisi yang berada dan bermain di kolam orkes dangdut.
Salah satu musisi yang memanfaatkan teknologi dengan upaya melestarikan ciri khas musik asli Indonesia orkes dangdut ialah Feel Koplo. Mereka berhasil memporak-porandakan lagu dari musisi tanah air maupun internasional dengan lantunan aransemen koplo.
Feel Koplo juga berhasil menggaet massa dari berbagai kasta dan golongan. Acara kecil sejenis pensi-pensi sekolah sampai festival-festival musik sudah mereka taklukkan.
Bahkan, saat main di The Sounds Project Vol. 5 mereka bersenang-senang dengan musisi internasional The Walters. Sayangnya, mereka belum banyak meramu lagu karangan sendiri.
Sebenarnya, tidak sedikit musisi yang bermain di kolam orkes dangdut, tetapi sangat segmented dan belum sebesar itu terekspos di media-media.
Jika ada yang berhasil viral hanya sebatas one hit wonder. Biasanya kita mendengarkan secara tidak sengaja ketika sedang berada di warung kopi, angkutan umum, atau pos penjaga.
Dari segi kualitas memang masih ala kadarnya. Akan tetapi, keberanian mereka untuk meracik hingga mem-publish patut diacungkan jempol.
Dari pengamatan penulis, baru festival-festival besar yang berani memberikan panggung bagi musisi-musisi beraliran orkes dangdut. Itu pun musisi yang sudah berlabel besar.
Kelak, penulis berharap musisi beraliran orkes dangdut maupun aliran apapun yang mereka mainkan diberi panggung untuk memamerkan dan bersenang-senang dengan karyanya. Tentu harus dibarengi dengan kesiapan dari segi mental dan penampilan yang totalitas. (*/)