Ada banyak fakta menarik di balik pengerjaan album baru Reality Club. Dengan tema romantika, unit indie asal Jakarta tersebut berupaya memotret berbagai kisah perjalanan cinta menggunakan kacamata sinema.
FROYONION.COM – Cinta adalah salah satu perasaan terbaik yang bisa dimiliki manusia. Secara konseptual, cinta, menurut penulis Lebanon-Amerika, Khalil Ghibran, adalah ketulusan. Tak memiliki ataupun dimiliki, cinta telah cukup untuk cinta. Ia tidak perlu apapun kecuali keutuhan perasaan itu sendiri.
Yang jadi persoalan, cinta tidak seindah kalimat Khalil Ghibran di kehidupan nyata. Tidak semua kisah romantis berakhir bahagia.
Cinta adalah jalan yang berduri dan berbatu. Di lain cerita, ia bertepuk sebelah tangan. Ada pula yang sudah memberi perhatian sepenuh hati tapi berakhir jadi ‘badut’ semata. Dalam situasi terburuk, perasaan tersebut malah menjadi kedok untuk nafsu birahi. Mereka yang sedang dalam cinta, bahkan saling menyakiti.
Namun, itulah cinta. Ia datang, pergi, dan kembali melalui berbagai cara. Seperti sebuah film, setiap kisah romantis mempunyai perjalanannya sendiri.
Inilah yang coba dipotret Reality Club dalam album terbaru mereka “Reality Club Presents...”. Dengan kacamata sinema, mereka menghadirkan soundtrack dari setiap kisah romantis yang ada.
Terdapat sepuluh track dalam album yang berdurasi sekitar 40 menit. Menurut Faiz Novascotia, gitaris Reality Club, setiap lagu memiliki ‘semesta cintanya’ sendiri. Reality Club mengambil personifikasi sebagai sebuah movie theater yang menampilkan berbagai kisah tersebut.
“Kami adalah sinema yang mengkurasi berbagai kisah cinta. Di album ini kami sebenarnya adalah production house berkedok band,” ucapnya dalam sesi peluncuran album di Cinepolis Senayan Park, Jakarta, Kamis 25 Mei 2023.
Puluhan orang beringsut ke dalam studio film 6 di Cinepolis Senayan Park, Jakarta. Sebelum agenda pemutaran film dimulai, seorang pembawa acara meminta penonton duduk sesuai tempat masing-masing. Empat barisan terdepan bagi para Goddess Rockstar, penggemar berat Reality Club. Sementara empat di belakangnya, diperuntukkan awak media.
Dengan hidangan popcorn dan minuman bersoda, Reality Club menyajikan sepuluh lagu dari album Reality Club Presents… secara berurut seperti film di layar tancap. Sebelum semua video klip diputar, ada dokumentasi behind the scene dari pembuatan lagu di studio.
Enam di antaranya yakni I Wish I Was Your Joke, You Let Her Go Again, Dancing in The Breeze Alone, Tell Me I’m Wrong, Desire, dan Anything You Want sudah bisa diakses di YouTube. Sisanya, Arrowhead Man, Am I Bothering You, Four Summers, dan Love Ephiphany, ditampilkan secara terbatas di bioskop itu saja.
Disertai raungan gitar Queen, video klip Arrowhead Man menampilkan collage art yang trippy. Hal ini seturut dengan konsep lagu yang membahas hubungan toksik. Adapun untuk tembang Am I Bothering You, Reality Club menghadirkan sebuah video lirik berkonsep bubble chat. Lagu tersebut mengangkat kegelisahan personal saat pedekate dengan gebetan.
Video lirik Four Summers menunjukkan kerinduan seseorang yang tidak lama berjumpa. Sementara sebagai tembang penutup, Love Epiphany menampilkan semua personil Reality Club menjadi aktor dalam jenis hubungan berbeda-beda. Ada yang dalam hubungan bahagia, sudah bercerai, bahkan hendak menikah.
Gitaris, Faiz Novascotia, yang kebetulan memerankan tokoh utama dalam video musik tersebut, menjelaskan bahwa Love Epiphany adalah single utama dari album Reality Club Presents…
Lagu tersebut mengisahkan mengenai seorang pria yang sudah berhenti percaya dengan cinta. Namun di tengah keterpurukan tersebut, pria itu justru mendapat kesempatan untuk melihat berbagai bentuk cinta dan ‘memenangkan semuanya’.
Disertai lantunan orkestra 46 alat musik berbeda dari The Budapest Symphony Orchestra, Love Epiphany adalah kesimpulan dari seluruh kisah perjalanan cinta yang tersaji di album Reality Club Presents…
Menurut Faiz, jatuh cinta adalah perjudian. Untuk bisa berbahagia dalam sebuah hubungan adalah keberuntungan. Manusia bisa kalah dan menderita kapan saja. “Namun karena alasan itu juga, jangan menyerah dengan cinta. You can lose, but you can also win, anytime, in love. So, just try,” bebernya di sela-sela acara.
Reality Club Presents… adalah album terbaru dari band beranggota Fathia Izzati (vokal), Nugi Wicaksono (bass), Era Patigo (drum), dan Faiz Novascotia (gitar). Dirilis Jumat, 26 Mei 2023 di berbagai platform digital, album tersebut menjadi karya ketiga mereka setelah Never Get Better (2017) dan What Do You Really Know (2017).
Album Reality Club Presents… sudah digarap sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Proses pengerjaan album pun tidak mudah. Sejak 2020, Reality Club harus bolak-balik ke studio dan mendirikan bootcamp untuk menuntaskan album tersebut.
“Hidung aku kayaknya sampai sakit banget deh karena bolak-balik swab test. Apalagi itu sedang mahal-mahalnya buat tes PCR. Jadi personally memang keluar banyak biaya buat album ini,” kisah Fathia Izzati.
Secara musik, Fathia menjelaskan Reality Club menggunakan pendekatan berbeda pada album ketiga. Jika dua album sebelumnya proses produksi dipegang langsung oleh drummer, Era Patigo. Reality Club memutuskan menggandeng Wisnu Iksantama sebagai record producer dan mixing engineer.
Mantan pentolan Lomba Sihir itu menghadirkan berbagai metode baru. Mulai dari mood board atau papan ide sebagai guideline untuk mengerucutkan ide dan konsep lagu, hingga meminta para personil mendeskripsikan track serta album dengan tiga kata.
Pada pertemuan pertama, Fathia mengingat pembahasan terasa begitu intens. Ia mengaku sempat nangis sepulang bertemu Tama, sapaan karib Wishnu Iksantama.
“Aku nangis karena sempat kepikiran bermusik ternyata bisa seserius ini. Berat. Tapi memang harus begitu supaya tahu musiknya mau kemana,” ungkapnya.
Meskipun demikian, proses pembuatan Reality Club Presents… juga menyisakan berbagai momen unik. Fathia mengaku sempat jatuh dari kuda saat band itu menggarap video musik Dancing in The Breeze Alone dan Desire, yang bertema wild west, di Bali.
Sementara lagu Wish I Was Your Joke nyaris dijual ke solois, Bilal Indrajaya. Faiz Novascotia mengatakan vokal Bilal terbayang sangat jelas dalam track itu.
“Tapi pas gue bawa ke Fathia dia ngamuk ‘loh ngapain dijual mending kita pakai aja’. Jadi diputuskan kalau Bilal kita ajak featuring. Untung dia mau,” kelakarnya.
Semua lagu di album ketiga, bahkan seluruh karya mereka, diketahui memang berbahasa Inggris. Alasan Reality Club melakukan hal ini dijelaskan lebih rinci oleh bassist, Nugi Wicaksono.
Nugi, sapaannya, mengatakan bahwa gitaris, Faiz Novascotia, lebih nyaman untuk mengutarakan ide dan bernyanyi menggunakan bahasa Inggris.
Alasan lainnya, Reality Club selama ini ingin bersaing di panggung internasional. Oleh sebab itu, bahasa Inggris diyakini sebagai alat paling efektif untuk mencapai cita-cita besar tersebut.
“Kami ingin musik kami didengarkan secara global,” ucap pria berkumis ini.
Reality Club hingga kini memang tampil impresif. Anugerah Musik Indonesia (AMI) menobatkan mereka sebagai Best Alternative Group dalam kurun 2018, 2020, 2021, dan 2022. Pada 2020, Reality Club adalah salah dua band yang terpilih mewakili Indonesia di Festival South by Southwest (SXSW) di Austin, Texas, Amerika Serikat.
Album Reality Club Presents… menjadi karya yang patut dinikmati. Perjalanan cinta ditampilkan dalam berbagai bentuk. Dari sisi terburuk, teraneh, hingga terbaiknya. (*/)