Music

BARASUARA RILIS ALBUM KETIGA: JALARAN SADRAH, CAHAYA DARI KEGELAPAN

Album terbaru Barasuara, ‘Jalaran Sadrah’ menghadirkan sembilan lagu dengan tema yang mendalam dan eklektik, termasuk kolaborasi dengan Erwin Gutawa dan Sujiwo Tejo.

title

FROYONION.COM - Pada tanggal 21 Juni 2024, Barasuara, band rock asal Jakarta yang sudah dikenal luas, merilis album ketiga mereka yang sangat dinantikan, Jalaran Sadrah. Album ini dirilis secara mandiri melalui Hu Shah Records ke berbagai platform musik digital. 

Berisikan sembilan lagu baru, termasuk tiga single yang telah dirilis sebelumnya yaitu “Terbuang dalam Waktu”, “Merayakan Fana”, dan “Fatalis”, album ini menampilkan keragaman musikal yang memperlihatkan kematangan dan eksplorasi kreatif Barasuara.

Judul album Jalaran Sadrah memiliki arti yang dalam, yakni "karena pasrah". Iga Massardi, vokalis dan gitaris Barasuara, menjelaskan bahwa album ini tercipta dari kepasrahan mereka dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. 

Bersama anggota lainnya, TJ Kusuma (gitar), Marco Steffiano (drum), Asteriska (vokal), Gerald Situmorang (bas), dan Puti Chitara (vokal), Iga menggambarkan bagaimana proses pembuatan album ini dilalui dalam situasi ketidakberdayaan dan keputusasaan. 

Namun, dari situlah mereka menemukan kekuatan untuk menerima dan menjalani takdir yang diberikan. Proses kreatif album Jalaran Sadrah dimulai pada Januari 2021, saat dunia masih dilanda pandemi. 

BACA JUGA:

SIHIR PENONTON DENGAN LAGU GALAUNYA, BERNADYA SUKSES BUKA ‘TUR BERJALAN’

Tanpa manajer dan perusahaan rekaman, keenam anggota Barasuara memutuskan untuk berkumpul selama seminggu di sebuah vila di Puncak, Bogor. 

Di tempat yang sejuk dan tenang ini, mereka mulai menulis lagu dari nol serta mengembangkan materi yang telah ada. Proses ini berlanjut hingga awal 2024, dengan rekaman yang dilakukan di berbagai studio di Jakarta, termasuk kantor Barasuara serta rumah beberapa anggota band.

Lirik dalam album Jalaran Sadrah sebagian besar ditulis oleh Iga, dan dipengaruhi oleh berbagai peristiwa kelam yang terjadi belakangan ini. 

Misalnya, lagu "Fatalis" mengkritik disinformasi yang merebak selama pandemi, sementara "Habis Terang" merupakan respons terhadap kekejaman yang dilakukan Israel terhadap Palestina. 

Tema kematian menjadi benang merah dalam banyak lagu di album ini, yang disajikan dalam berbagai perspektif—ada yang merayakan, sinis, apatis, hingga kontemplatif. Selain itu, terdapat juga lagu yang membahas tentang cinta sejati dan perjalanan hidup.

JALARAN SADRAH MENJADI ALBUM ELEKTRIK

Secara musikal, Jalaran Sadrah merupakan album paling eklektik Barasuara hingga saat ini. 

Album ini menghadirkan berbagai elemen baru, salah satunya adalah kolaborasi dengan musisi legendaris Erwin Gutawa yang merangkai aransemen orkestra untuk tiga lagu: "Merayakan Fana", "Terbuang dalam Waktu", dan "Hitam dan Biru". 

Aransemen ini dieksekusi dengan megah oleh Czech Symphony Orchestra, memberikan sentuhan orkestral yang mendalam pada lagu-lagu tersebut. Selain itu, Sujiwo Tejo turut berkontribusi dengan vokal berbahasa Jawa yang syahdu dalam lagu "Biyang".

Proses penciptaan lagu dalam Jalaran Sadrah juga menunjukkan kedewasaan dan rasa saling percaya yang telah terbangun di antara anggota band selama lebih dari satu dekade. Gerald Situmorang, bassist Barasuara, mengungkapkan bahwa pengerjaan album ini sangat kolektif. 

BACA JUGA: QUENTIN: MENEMBUS RUTINITAS DENGAN MUSIK INDIE ROCK YANG SINEMATIK

Meskipun peran Gerald dalam menggubah musik sangat besar, kontribusi dari semua anggota sangat terasa. Misalnya, Puti Chitara menggubah lagu "Hitam dan Biru", sementara Asteriska menulis lirik untuk "Biyang" dan "Terbuang dalam Waktu".

Terlepas dari berbagai elemen baru yang dimasukkan, Barasuara tetap mempertahankan suara khas mereka. Kombinasi vokal Iga, Asteriska, dan Puti, gitar Iga dan TJ, bass Gerald, serta drum Marco menghasilkan harmoni yang tetap memikat. 

Lagu-lagu seperti "Antea" yang epik dan penuh lika-liku serta "Etalase" dan "Manusia (Sumarah)" yang lebih sederhana namun tetap berenergi, menunjukkan keunikan dan kekuatan Barasuara sebagai band.

BACA JUGA: BAGAIMANA LAGU BISA MEMBUAT MANUSIA TERGERAK? ‘EFEK RUMAH KACA’ MENJAWAB PERTANYAAN TERSEBUT

Menurut Marco Steffiano, drummer Barasuara, album ini merupakan "kegilaan yang berujung damai". Sementara Puti Chitara menyebutnya sebagai "terjang badai bertemu pelangi".

Jalaran Sadrah adalah bukti bahwa api dan lentera Barasuara masih menyala meskipun telah berjalan selama 12 tahun dan menghadapi berbagai cobaan. 

TJ Kusuma menambahkan bahwa album ini menyenangkan, lepas, dan memuaskan, meskipun ada rasa tidak nyaman akibat pandemi. 

Asteriska juga menekankan bahwa album ini merupakan bentuk saling menerima, mendukung, dan mempertahankan, serta bukti bahwa Barasuara masih bisa berdiri kuat walau diterpa badai.

JALAN TERANG JALARAN SADRAH

Bagi Barasuara, Jalaran Sadrah adalah terang yang lahir dari kegelapan yang mereka alami secara individu maupun kolektif selama beberapa tahun terakhir. 

Album ini adalah persembahan mereka untuk para penggemar, yang mereka sebut Penunggang Badai, serta siapa pun yang ingin menikmati musik dari band Indonesia yang tetap relevan dan inovatif. 

Iga Massardi menyatakan, "Tanpa ada itikad menggurui atau merasa lebih besar, album ini kami serahkan sepenuhnya untuk mereka nikmati dan maknai dengan caranya masing-masing."

Dalam perjalanan panjang yang penuh tantangan ini, Barasuara telah membuktikan bahwa mereka masih sangat layak diperhitungkan dalam industri musik Indonesia. Jalaran Sadrah adalah hasil dari proses kreatif yang jujur dan penuh perjuangan. 

Dari kegelapan, lahirlah cahaya baru yang memberikan inspirasi dan harapan bagi banyak orang. Album ini adalah bentuk dedikasi Barasuara kepada seni musik dan kepada para penggemar yang telah mendukung mereka selama ini.

Dalam dunia musik yang terus berubah, Jalaran Sadrah menegaskan bahwa Barasuara adalah band yang tetap kuat dan inovatif. 

Mereka telah melalui banyak tantangan dan keluar dengan karya yang tidak hanya mencerminkan pengalaman pribadi, tetapi juga resonansi dengan isu-isu global. 

Dari kepasrahan dan keputusasaan, Barasuara berhasil menciptakan sesuatu yang indah dan bermakna. Jalaran Sadrah bukan hanya album musik, tetapi juga simbol harapan, keberanian, dan keteguhan hati dalam menghadapi segala rintangan.

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Muhammad Nur Faizi

Reporter LPM Metamorfosa dan menjadi Junior editor di Berita Sleman.