Berencana comeback akhir tahun 2023, yuk kenalan sama Hellens, band shoegaze asal Tangerang!
FROYONION.COM - Siapa di sini yang suka menikmati musik shoegaze? Musik satu ini bisa diartikan sebagai sebuah subgenre dari alternative rock yang bercirikan vokal yang tidak jelas karena didominasi distorsi dan efek gitar, synth dan volume serta melodi yang samar-samar.
Kalau kamu suka dengerin genre musik sejenis shoegaze atau dream pop, yuk kenalan sama Hellens!
Hellens adalah band shoegaze independen asal Tangerang yang beranggotakan 6 orang yaitu Igar Adriansyah (rhythm), Satrio Rizky (lead guitar), Andrian Garibaldi (bass), Ary Gunaryono (synth), Titan (drum), dan Larasati Nugraha (vokal).
BACA JUGA: ELEVENTWELFTH: BAND MATH ROCK KECE ASAL INDONESIA YANG TERKENAL DI JEPANG
Meskipun band shoegaze lokal di Indonesia sudah banyak bermunculan, rata-rata vokalisnya pasti cowok. Dii Hellens, vokalisnya justru, yaitu Larasati Nugraha alias Ayas.
Tak hanya berbeda dari segi komponen personel, Hellens memiliki lagu-lagu yang variatif. Tidak semua lagu-lagu Hellens bersifat tone down, ada juga yang upbeat, seperti Fadeaway dan Around.
Berikut rangkuman obrolan Froyonion.com dengan Hellens dalam wawancara virtual pada tanggal 26 Juni 2023 lalu dan pandangan mereka terhadap musik shoegaze.
Saat dihubungi, Ayas selaku vokalis Hellens menceritakan banyak hal terkait bandnya, dari asal mula sampai mimpi-mimpi ke depannya.
Band indie itu pasti identik dengan estetika, kebebasan berekspresi dan masa muda. Sama seperti Hellens, band ini terbentuk pada 2015 ketika Ayas dan teman-temannya masih duduk di bangku SMA.
“Awalnya temen-temen yang cowok yang mulai, karena emang suka dengerin musik yg sama. Daripada main terus, kita mau coba bikin hal yang lebih produktif. Masing-masing anak Hellens emang suka main instrumen musik dan ngulik lagu,” ungkap Ayas. Ia sendiri personel yang terakhir bergabung sebagai vokalis sebelum akhirnya formasi mereka lengkap.
“Kita malah resmi bentuk bandnya justru pas udah lulus, sekitar awal tahun 2015. Baru abis itu bikin beberapa materi untuk ngerilis EP, di 2016 akhirnya kita punya EP pertama berjudul Distancia.”
Di antara banyaknya genre musik, Hellens memilih menjadi band beraliran shoegaze. Alasannya sederhana, karena ternyata memang anak-anak Hellens suka mendengarkan musik shoegaze seperti Slowdive dan My Bloody Valentine.
Ayas mengaku sebelum membentuk sebuah band, mereka riset dan menemukan fakta kalau pada saat itu, belum ada band lokal shoegaze dari Tangerang. “Jadi, bisa dibilang Hellens sebagai salah satu band indie lokal shoegaze pertama yang ada di Tangerang,” kata Ayas.
Terinspirasi dari The Milo dan The Trees and the Wild, Hellens telah melahirkan dua single yaitu “Blue Sun” dan “Cherry Darling”, serta sebuah EP (extended play) berjudul Distancia yang artinya jarak.
Ayas menjelaskan dalam wawancara singkat tersebut, “Kebanyakan lagu-lagu dalam EP itu tentang penggambaran diri kita yang lagi distance sama pasangan kita, pasangan itu maksudnya gak melulu tentang pacar, ya. Tapi, tentang jarak dengan apa yang tadinya bareng sama kita, misalnya teman-teman, pas banget waktu itu momen kelulusan, abis lulus udah mencar-mencar. Ya, basically ini tentang distance karena pendewasaan diri dan hal-hal yg biasa terjadi di kehidupan itu benar adanya, lho.”
Setelah mengeluarkan EP Distancia, mereka sempat vakum dalam produksi musik dan berencana akan comeback di tahun ini.
“Cherry Darling udah ada di YouTube, tapi memang belum dirilis di platform lain. Nah, sneak peak dikit ya, sebenarnya Blue Sun dan Cherry Darling bakal jadi materi kita untuk rilis fisik selanjutnya. Hopefully, semoga ni bakal jadi goals kita tahun ini atau ya paling telat banget awal tahun depan [2024] bisa rilis fisik entah itu EP atau kalau kekejar ya rilis album full.”
Ayas dan seluruh personel Hellens tak akan pernah melupakan kata-kata di atas. Salah satu pendengar mereka pernah berkomentar, “Hellens, kalian itu membuat sesuatu untuk menghidupi musik ya, kalian bukan hidup dari musik.”
Testimoni dadakan ini menandakan kecintaan mereka yang tulus untuk bermusik. Apa yang dibuat dengan sepenuh hati pasti akan sampai dan menyentuh ke hati orang lain.
Meskipun masih independen, Hellens cukup aktif untuk promosi dan partisipasi dalam banyak acara. Pada 2017 mereka aktif ikut acara kolektifan dan mengadakan semacam mini tour ke luar kota seperti Jogja dan Bandung.
Dengan mengadakan gigs kecil di luar kota, Hellens dipertemukan dengan penikmat musik shoegaze yang secara sincere mendukung dan mengapresiasi musik mereka.
Selain itu, pada 2022 sampai 2023 mereka juga cukup aktif manggung di beberapa acara musik dan mini gigs seperti Lumenaals Special Showcase, SORE SANTAI MARKET Holiday In the Park! dan Orange Pop.
Saat ditanya tentang perkembangan musik shoegaze saat ini, Ayas berpendapat, “Sekarang yg terjun ke dunia musik shoegaze dan peminatnya pun lebih banyak dibanding pas kita bikin dulu. Dibandingkan menganggap mereka rival, kita lebih melihatnya sebagai kesempatan berkolaborasi, belajar dan motivasi buat terus berkarya.”
Ia juga mengatakan kalau ini didukung dengan kemudahan akses dan perkembangan media sosial serta media indie lokal yang mau membicarakan atau membahas spesifik tentang musik. Salah satunya shoegaze.
Selama kurang lebih 7 tahun, Hellens sudah melewati banyak hal. Melihat ke belakang, mereka mengalami banyak suka dan duka, mulai dari pergantian drummer, mengurus lisensi dan perintilan secara mandiri, sampai “ngamen” untuk keperluan produksi.
Ayas juga mengenang masa-masa dari mereka lulus SMA sampai sekarang. “Walaupun prosesnya lama, hampir 7 tahun dan kita tetep bareng-bareng, seneng banget. Kan pernah ada yg bilang ke kita gini, ‘Hellens itu membuat sesuatu untuk menghidupi musik ya, kalian bukan hidup dari musik’. Wah, itu rasanya seneng banget. Tapi, ya… kalau bisa dua-duanya itu lebih bagus ya hahahaha.”
Sekarang band ini merasa terbantu dengan adanya kolektif-an dan media independen yang membahas musik, jadi mereka mendapatkan banyak exposure.” (*/)