Dominasinya yang masif di pasar media sosial mampu membuat TikTok menjadi platform yang banyak membawa perubahan baru. Salah satunya ialah industri musik.
FROYONION.COM - Tiktok sudah menjadi bagian dari kehidupan berdigital di seluruh dunia. Hampir berbagai lini terjamah oleh dominasi platform ini. Dari mulai dunia pendidikan, bisnis, pemerintahan, bahkan sampai Industri musik ikut terseret.
Karena itu, bisa dibilang TikTok telah mengubah secara kultural tentang bagaimana budaya dari sebuah industri bekerja, dalam hal ini dunia musik.
Keberadaan TikTok, memaksa berbagai industri untuk turut beradaptasi dengannya.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Oke, mari kita mulai dari apa sih kelebihan TikTok dibanding media sosial lain?
Sistem algoritma TikTok yang umum dikenal dengan fitur FYP atau For Your Page dapat dikatakan bagus. Intinya, keberadaan TikTok dengan sistem FYP mampu mempengaruhi secara signifikan tentang bagaimana TikTok memaksa pengguna mau berlama-lama dalam platform ini.
Cara kerja dari fitur FYP mudah sekali untuk dipahami. TikTok merekomendasikan berbagai konten yang kita sukai dan apa yang sekiranya bisa kita nikmati. Dengan begitu, pengguna akan kebanjiran konten yang cocok sehingga betah untuk berlama-lama dengannya.
Lalu, ketika muncul sebuah tren atau hal yang sedang viral akan sangat cepat ter-blast ke halaman FYP pengguna.
Dan di era Fear of Missing Out (FOMO) seperti sekarang ini, hampir semua orang berlomba-lomba untuk terus update dengan isu-isu terkini.
Ditambah, ketika sebuah tren muncul ke permukaan, pengguna bukan hanya menjadi seorang penikmat atau konsumen saja. Mereka juga dapat terlibat menjadi aktor yang turut meramaikan tren tersebut.
Maka dari itu, sebagai sesama pengguna, mereka akan terasa lebih dekat, lebih terhubung, juga bisa saling terlibat satu sama lainnya.
Dengan pendekatan ini, mampu menyentuh sisi emosional pengguna, yang akhirnya menciptakan pandangan personal terhadap TikTok.
Banyak sekali lapisan-lapisan es konten di TikTok yang memiliki bentuk konten beragam, namun dengan berdasar pada satu konsep yang sama yaitu “viral”.
Untuk mengupas lebih dalam betapa kuatnya pengaruh platform ini, mari kita lihat apa saja sih fenomena besar yang lahir dari media sosial TikTok?
Pertama Ratatouille the Musical. Sebuah internet meme dan crowdsourced musical yang diadaptasi berdasarkan film animasi Ratatouille yang dirilis oleh Disney/Pixar pada tahun 2007 silam.
Ini bermula ketika seorang pengguna TikTok bernama Emily Jacobsen membuat short comedic song pada Agustus tahun 2020 sebagai penghormatan kepada Remy, seekor tikus yang menjadi karakter utama dalam film tersebut dengan judul lagu Ode to Remy.
Akibat viral-nya lagu ini, mendorong pengguna TikTok lainnya, Daniel Mertzlufft, mengatur penghormatan yang dibuat oleh Jacobsen seolah-olah itu adalah penutup dari musikal Disney.
Hingga akhirnya setelah meluas sebagai meme di media sosial TikTok, akhirnya membuat banyak pihak yang pernah terlibat dalam meramaikan meme ini untuk menciptakan virtual charity concert yang nyata dengan nama yang sama yaitu “"Ratatouille: The TikTok Musical”.
Konser virtual ini berhasil memperoleh lebih dari 1 juta dollar dalam penjualan tiket dari streaming virtual. Bisa dibilang pendapatan dari konser virtual ini terlalu besar dengan mengetahui fakta bahwa semua bermula dari sekedar meme saja.
Dan kedua, meroketnya FIFT FIFTY. Mereka berhasil mencetak sejarah dengan memasuki Billboard Hot 100 melalui single debut mereka berjudul “Cupid” . Padahal lagu debut mereka ini baru saja dirilis pada berbagai platform musik pada 24 Februari tahun 2023.
Kunci dari meroketnya nama FIFTY FIFTY tentu bersandar pada kuatnya pengaruh media sosial terutama TikTok.
Ini dimulai ketika salah satu pengguna TikTok sempat mengunggah konten yang menyatakan bahwa “pre-chorus” dari lagu “Cupid’ yang telah dipercepat sebagai “pre-chorus” terbaik.
Konten ini kemudian viral dan menjadikan FIFTY FIFTY dengan “Cupid”-nya meroket begitu pesat. Apalagi saat ini Industri K-Pop memang sedang digandrungi, dan sudah memiliki banyak sekali jumlah Girl Group atau Boy Grup dari berbagai agensi.
Inilah yang menjadikan bahwa persaingan industri musik K-Pop semakin ketat karena mereka harus berebut potongan kue dari pasar yang luas ini. Bisa dibilang FIFTY FIFTY berhasil membuktikan bahwa TikTok sangat berjasa dalam melambungkan namanya.
Semua orang pun sudah mengetahui bahwa lagu-lagu yang trending di TikTok seringkali berakhir di chart Billboard 100 atau “Spotify Viral 50” dan “Top Global 50”.
Selain FIFTY-FIFTY yang berhasil menyentuh top chart Spotify akibat gelombang viral TikTok. Terdapat satu musisi yang saat ini masih hangat untuk diperbincangkan yaitu Peggy Gou dengan “(It Goes Like) Nanana”-nya.
Per saat artikel ini ditulis, Peggy Gou berhasil menyentuh peringkat 28 di chart “Top 30 – Global” Spotify. Tentu ini bermula dari banyaknya konten yang membuat parodi dari Peggy Gou sendiri di platform TikTok dan bahkan menyebar hingga media sosial lain. Seperti Instagram dengan reels-nya dan YouTube dengan short-nya.
Saking kuatnya platform ini sampai sampai mengubah kultur para pengguna internet dalam mencari musik yang mereka suka. Menurut studi yang dilakukan oleh perusahaan analisis musik MRC Data, 67% pengguna TikTok cenderung lebih sering mencari lagu di layanan streaming musik setelah mendengarnya di TikTok.
Oleh karena itu, bukan hal aneh apabila sebuah label musik memaksa para musisi di bawah naungannya untuk membuat konten TikTok sebagai bagian dari promosi untuk karya mereka. Karena jika dilihat dari segi bisnis sangatlah menguntungkan.
Ada banyak peluang dan bentuk strategi yang dapat digunakan dalam merancang promosi bagi seorang musisi, secara label maupun indie menggunakan TikTok.
Dari mulai challenge, menggaet influencers, atau bahkan me-remix lagu orisinalnya dengan dipercepat.
Oleh karena tidak heran apabila para musisi bahkan mereka yang melewati jalur indie mendapatkan tempat untuk menjual karya mereka secara mudah.
Karena tidak diragukan bahwa TikTok mampu memberikan peluang atensi yang besar pada karya mereka. (*/)