The Telegraph mencatat, bahwa pada 1690, ada seorang tunanetra yang merasa bisa melihat warna ketika mendengar suara terompet. Hal ini disebut juga dengan sinestesia. Apa itu sinestesia?
FROYONION.COM - Fenomena melihat warna lewat alunan musik disebut juga dengan sinestesia. Persis seperti nama album ketiga band indie rock Efek Rumah Kaca berjudul Sinestesia (2015). Lalu, apa itu sinestesia?
Kata “sinestesia” berasal dari Yunani, yang artinya sensasi bersama. Dalam hal ini, sinestesia memungkinkan seseorang untuk bisa melihat warna ketika mendengarkan musik.
BACA JUGA: PAREIDOLIA: MENGAPA KITA MELIHAT MAKNA DALAM POLA ACAK
Catatan medis pertama tentang sinestesia dibuat pada 1812 oleh seorang dokter Jerman bernama Georg Tobias Ludwig Sachs.
Dalam catatannya, Georg menjelaskan bahwa sinestesia adalah fenomena yang melibatkan warna untuk musik dan rangkaian sederhana lainnya, termasuk angka, huruf, dan hari.
Melansir dari Britannica, sinestesia adalah fenomena yang sebagian besar merupakan anugerah bagi mereka yang mengalaminya, karena banyak orang yang mengalami sinestesia memiliki bakat seni, serta kreativitas dan daya ingat yang tinggi.
Teori populer tentang sinestesia adalah teori pemangkasan saraf, yaitu kelebihan koneksi saraf yang biasanya dihilangkan, tapi perkembangannya tetap utuh. Dengan demikian, jalur saraf sinestetik tetap ada.
Sinestesia bisa terjadi berkat rangsangan pada indra yang yang menyebabkan indra lain otomatis berfungsi.
Teori lain menyatakan bahwa koneksi saraf antara daerah kortikal di otak dipertahankan pada setiap orang, tetapi hanya beberapa orang yang dapat mengalami sinestesia sepenuhnya.
BACA JUGA: PSIKOLOGI WARNA YANG WAJIB DIKETAHUI ANAK DESAIN GRAFIS
Sinestesia adalah sifat yang terkait secara genetik dan diperkirakan mempengaruhi 2 hingga 5 persen populasi umum. Sinestesia warna grafem adalah bentuk sinestesia yang paling banyak dipelajari.
Dalam bentuk ini, individu memiliki persepsi warna yang berkaitan dengan angka dan huruf. Subjek berupa huruf/angka yang dibaca/didengar akan divisualisasikan sebagai warna dalam pikiran.
Peneliti kontemporer sepakat, bahwa sinestesia warna grafem terjadi lantaran bagian visual/warna pada otak mempertahankan koneksi saraf berlebih dengan area huruf sehingga proses membaca huruf bisa menampilkan warna.
Banyak orang yang memiliki lebih dari satu jenis sinestesia. Beberapa jenis sinestesia telah dilaporkan, seperti sinestesia musik-warna, yang mana nada dan suara musik diasosiasikan dengan visualisasi warna.
Terdapat juga sinestesia taktil-emosi, yang mana kain dan tekstur tertentu membangkitkan emosi tertentu dalam sinestesia tersebut.
Contoh jenis sinestesia lainnya adalah sinestesia warna-suara, suhu-rasa, suara-rasa, bau-suara, warna-satuan waktu, dan bau-kepribadian.
BACA JUGA: ULIK INSPIRASI DESAIN WARNA-WARNI DARI ALBUM K-POP
Beberapa musisi populer yang mengalami sinestesia musik-warna antara lain Adrian Yunan, Billie Eilish, Franz Liszt, Billy Joel, dan Stevie Wonder.
Fenomena sinestesia dianggap masih terlalu subjektif, maka dari itu topik ini baru menjadi subjek penelitian populer pada awal tahun 1900-an.
Penelitian sinestesia mulai berkembang lagi pada tahun 1980-an ketika peralatan teknis mampu menunjukkan bahwa hal tersebut memang merupakan suatu kondisi genetik yang jelas-jelas berbeda.
Analisis DNA menunjukkan, bahwa gen dan beberapa daerah kromosom berkaitan dengan sinestesia. Meskipun sinestesia pernah dianggap dikendalikan oleh gen pada kromosom yang menentukan jenis kelamin, kondisi ini tampaknya tidak berkaitan erat dengan jenis kelamin.
Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa mungkin ada hubungan genetik yang kompleks antara sinestesia, autisme, dan savantisme.
BACA JUGA: WONDER READER RILIS TABLET SUPAYA TEMAN TUNANETRA BISA BERBALAS PESAN
Penelitian tentang sinestesia masih berlanjut karena sifatnya yang belum dipahami, dan kesamaan neurofisiologisnya dengan kondisi yang lebih merugikan, seperti autisme dan skizofrenia.
Fenomena sinestesia turut menjelaskan bahwa seorang tunanetra tetap dapat melihat warna dengan cara mendengarkan musik.
Solois tunanetra, Adrian Yunan (sebelumnya pemain bas Efek Rumah Kaca) pun berhasil merilis album Sintas, dan ikut terlibat dalam pembuatan album Sinestesia, Efek Rumah Kaca. (*/)