Bagaimana kalau ada musik yang tidak dianggap sebagai sebuah genre, tetapi lebih tepat disebut sebagai “gaya bermusik”. Namanya adalah shoegaze, dan style ini masih sangat segmentit, lho. Penasaran? Yuk baca.
FROYONION.COM - Musik sudah menjadi bagian dalam hidup manusia. Ketika sedang mumet, stress ataupun bahagia musik bisa menjadi teman yang menyenangkan.
Malah terkadang musik seakan bisa menjadi obat khususnya untuk mereka yang sedang sedang galau. Selain itu, berbagi playlist pun bisa dijadikan sebagai ajang bonding dengan gebetan, biasanya diselipkan musik/lagu yang yang membicarakan isi hati sebagai kode.
Banyak di antaranya berhasil menggaet hati gebetan dengan cara berbagi playlist. Buat kalian yang belum pernah, coba deh sekarang!
Di antara musik-musik yang muncul khususnya di Indonesia biasanya masih masuk dalam ranah mainstream. Mainstream di sini bukan berarti jelek, melainkan labeling untuk musik yang memasuki ranah yang lebih luas.
Misalnya seperti genre folk acoustic yang mulai ramai dan familiar di telinga umum pada 2014 lalu. Padahal skena folk acoustic di Indonesia sudah mulai bertebaran di awal tahun 2000-an.
BACA JUGA: YUK KENALAN SAMA AIMYON: J-POP STAR YANG MASIH UNDERRATED DI INDONESIA
Lalu ada lagi musik campur sari yang awalnya adalah musik untuk masyarakat menengah, malah menjadi musik yang didengarkan oleh semua kalangan.
Perubahan selera masyarakat memang tidak menentu. Muncul beberapa faktor seperti tren, lalu social media effect, juga kejenuhan pasar.
Di balik beberapa skena musik yang naik turun di Indonesia. Ada satu genre atau lebih pantas disebut sebagai “gaya bermusik” yang masih belum familiar di telinga umum, dan namanya adalah Shoegaze.
Shoegaze adalah gaya musik yang muncul dari negara Britania Raya atau Inggris pada akhir 1980-an dan awal 1990-an.
Gaya bermusik dari shoegaze sendiri memiliki gaya musik secara keseluruhan sedikit noisy dikarenakan shoegaze masih memiliki benang merah dengan post rock.
BACA JUGA: 5 TAHUN VAKUM, RADIOHEAD SIAP GARAP PROJECT BARU
Lalu yang membuat shoegaze berbeda adalah mereka selalu bermain dengan efek instrument yang fuzzy dan penambahan echoing reverb/vibes menggema untuk menciptakan nuansa nada yang berbayang dan terasa mengawang-ngawang di kepala kalian.
Semua itu akan dipandu dan dibawa lebih jauh lagi dengan permainan vocal mereka yang agak landai atau mendayu. Biasanya sang vocalist akan bernyanyi dengan agak nyeret. Sehingga kalian akan terasa seperti sedang mendengarkan musik yang mencuci otak.
Permainan dari shoegaze yang berisik dan fuzzy, berbanding terbalik dengan vocal yang mengayun, akan membawa kalian pada experience yang berbeda dari musik pada umumnya. Salah satu band Shoegaze yang paling terkenal adalah adalah Slowdive.
Slowdive adalah band shoegaze asal Inggris yang mulai terbentuk pada tahun 1989. Band ini terdiri dari 5 anggota dimulai dari Rachel Goswell (vocal utama dan lead gitar), lalu ada Neil Halstead (vocal dan gitar), kemudian Christian Savill (gitar), Nick Chaplin (bass), dan terakhir Simon Scott (drum).
Band ini sangat terlihat menonjol dalam skena musik shoegaze di Inggris pada awal 1990-an karena besarnya nama Slowdive kala itu.
Album keduanya berjudul Souvlaki yang dirilis pada 1993 dianggap sebagai album shoegaze terbesar sepanjang masa, bahkan sejak awal album tersebut rilis sudah memiliki banyak respon yang beragam dan ramai khususnya dalam skena musik shoegaze.
Shoegaze sendiri sangat erat dengan beberapa genre, khususnya Britpop dan Post Rock.
Kedua genre ini memiliki kesamaan dalam pengolahan vocal, permainan reverb dan nuansa echoing, delay, juga drive pada musik ini.
Berbeda halnya dengan Dream Pop, perbedaan dari Shogaze dan Dream Pop sangatlah kecil.
Istilah mudahnya Dream Pop adalah versi lebih ringan dari Shoegaze.
Makanya pembawaan vocal Dream Pop akan jauh lebih dreamy dan sedikit lebih soft.
Keempat genre ini bisa dibilang masih memiliki benang merah yang sama, dikarenakan juga gelombang dari keempat genre ini saat pertama kali muncul sangatlah berdekatan.
Dalam kurun waktu terbaru ini banyak sekali bermunculan band Indie beraliran shoegaze ini dan sangat diterima di telinga pendengar shoegaze.
Ada banyak band-band yang bisa dibilang belum terlalu lama seperti Dive Collet lalu ada, Heals, Noirless, The Milo, dan Sharesprings.
Dalam skena musik ini, beberapa band itu telah menjajaki banyak panggung dan banyak live music.
Ada yang terkadang sedikit Dream Pop namun masih termasuk aman untuk didengarkan, terutama untuk para puritan.
Tapi selain itu kalian harus tahu bahwa ada satu band Shoegaze yang sempat populer pada masanya di Indonesia.
Sebagai salah satu band indie yang beraliran shoegaze asal Bandung, Cherry Bombshell didirikan oleh 4 orang dengan Agung Pramudya Wijaya (bass), Harry Hidayatullah (gitar), Ismail Rahaji (gitar), dan Mochammad Febry Syarif (drum).
Mereka baru bertemu dengan Alex (Alexandra) sebagai vocalist setelah band ini sudah berjalan. Cherry Bombshell sendiri mulai terbentuk pada tahun 1995 pada 5 Juni.
Dan sempat populer pada skena musik indie atau musik underground sebagai penyebutan kala itu di tahun 2000-an.
Beberapa musiknya yang terkenal seperti Satu Di Antara Seribu, Langkah Peri, Luka, dan Kecewa.
Selain itu, ada satu band ternama seperti Rumah Sakit, namun lebih bergaya Britpop daripada shoegaze, hanya saja masih cocok didengarkan karena masih memiliki gaya yang mirip dengan shoegaze secara pengolahan dan permainan musiknya, seperti dijelaskan tadi.
Untuk kalian yang sama sekali masih belum pernah mendengar shoegaze dan tidak ada satupun dalam playlist kalian, coba dengerin deh.
Siapa tahu bisa menambah referensi musik kalian, dan mungkin bisa cocok dengan kalian sehingga bisa kita nikmati bersama. Dan ke depannya bisa saja skena musik ini naik ke ranah mainstream sehingga dapat dinikmati oleh semua orang. (*/)