
Nggak usah jauh-jauh ke Hollywood kalau mau ngomongin race swap. Di Indonesia juga banyak, malah sudah sejak lama. Untungnya, masih ada series original dengan kearifan lokal yang bisa jadi angin segar.
FROYONION.COM - Belakangan, lagi ramai-ramainya dibahas di sosial media terkait race swap yang dilakukan Hollywood. Itu lho, mengganti ras pemeran dalam sebuah film live action dari yang awalnya berkulit putih jadi berkulit hitam.
Karakter Ariel di The Little Mermaid adalah salah satu yang cukup bikin heboh. Gimana nggak, image Ariel yang sudah melekat dengan kulit putih, mata biru dan rambut merah berkibar tiba-tiba diperankan oleh aktris berkulit gelap dan berambut gimbal.
Nggak usah jauh-jauh ke Hollywood. Di Indonesia, race swap sebenarnya sudah bukan hal baru lagi. Seringkali film yang mengisahkan ulang tokoh sejarah dengan ras tertentu justru diperankan oleh aktor atau aktris dengan ras yang berbeda.
Soe Hok Gie, tokoh historis Tionghoa-Indonesia ini diperankan oleh aktor blasteran Jerman. BJ Habibie, mantan presiden Republik Indonesia asal Sulawesi ini diperankan oleh seorang aktor berdarah Iran. Sri Asih, salah satu tokoh pahlawan dalam Jagad Sinema Bumilangit yang berasal dari Jawa diperankan oleh aktris keturunan Inggris.
Daftarnya tentu nggak berhenti sampai di situ. Panglima Besar Jenderal Soedirman yang berasal dari Jawa diperankan aktor blasteran Jerman. Hayati dalam Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang merupakan asli perempuan Minang, malah diperankan aktris blasteran Inggris.
Mungkin memang sulit mencari aktor atau aktris dengan ras yang sama persis dengan karakter yang harus diperankan dalam sebuah film. Bisa jadi, produser berhasil menemukan aktor atau aktris yang sesuai tapi kemampuan aktingnya masih di bawah deretan cast blasteran di atas.
Tapi, apa iya sesulit itu menemukan talenta lokal yang mumpuni? Indonesia adalah negara multi-etnis, tapi media lebih sering menyorot blasteran lagi, blasteran lagi. Serendah itukah talent lokal yang ada sampai untuk memerankan tokoh sejarah asli Jawa saja harus menggaet aktor keturunan Eropa?
BACA JUGA: PROSES KREATIF BACEP SUMARTONO, PENULIS NASKAH FILM PENDEK ‘TILIK’
Jawabannya, Indonesia jelas masih punya stok talenta lokal yang luar biasa. Salah satunya bisa kita lihat di Tilik the Series, serial original yang tayang tiap hari Jumat di platform streaming WeTV.
Tilik the Series merupakan kelanjutan dari film pendek berjudul Tilik yang dirilis di kanal YouTube Ravacana Films pada 2018 lalu. Berdurasi sekitar 30 menit, film ini menceritakan sekelompok ibu-ibu asal Yogyakarta yang hendak menjenguk Bu Lurah di Rumah Sakit dengan menggunakan truk.
Bu Tejo, salah satu penumpang truk ini, menjadi tokoh sentral dalam film pendek Tilik sekaligus daya tarik terbesarnya. Gaya bicaranya julid dan terkesan ceplas-ceplos terutama saat membicarakan seorang warga desa bernama Dian.
Hampir semua dialog menggunakan bahasa Jawa dan filmnya juga turut memperlihatkan budaya khas orang-orang yang tinggal di pedesaan. Sebut saja seperti budaya tilik atau menjenguk yang jadi inti cerita film pendek ini.
Hingga kini, film pendek Tilik telah ditonton 27 juta kali di YouTube. Nggak heran kalau kemudian dibuat Tilik the Series dengan tetap membawa deretan cast lama, terutama Bu Tejo yang sudah jadi ikon filmnya. Tayang perdana pada 31 Maret lalu, Tilik the Series direncanakan akan hadir dalam 8 episode.
Kisahnya kini berfokus pada pemilihan Kepala Desa di Desa Karangwaru. Dua kandidat terkuat adalah Pak Hartono dan suami Bu Tejo, Pak Tejo. Sebagai ketua tim sukses suaminya, Bu Tejo tentu mengupayakan segala cara supaya sang suami bisa mendapat dukungan penuh dari masyarakat.
BACA JUGA: 5 FILM PENDEK HOROR KARYA SINEAS INDONESIA YANG SUKSES BIKIN LO KETAKUTAN
Tim produksi kelihatan banget banyak melakukan riset untuk series ini. Bisa dilihat dari konflik yang diperlihatkan saat pemilihan kades tampak sangat real, mulai dari sikut-sikutan antar timses, serangan fajar, hingga berusaha saling menyabotase kampanye satu sama lain.
Tilik the Series juga masih setia untuk menggunakan bahasa Jawa di hampir semua dialog para pemainnya. Bahkan, deretan cast semuanya menggunakan talent lokal Jogja. Sama sekali nggak terlihat ada wajah familiar artis kondang ibukota di sini.
Walau demikian, kualitas akting mereka nggak usah diragukan lagi. Mulai dari pemeran utama Bu Tejo yang julid-nya menghayati banget sampai pemeran figuran yang hanya setor muka sesekali. Nggak ada satupun yang tampak kaku berdialog atau tampil awkward di depan kamera. Semuanya natural tanpa kesan dibuat-buat.
Nggak hanya sekedar menceritakan sengitnya persaingan pemilihan kades, Tilik the Series juga turut mengangkat isu kekinian dalam balutan komedi yang kocak. Sudah nonton potongan klip viral saat Bu Tejo memarahi petugas parkir gara-gara menaikkan tarif? Itu kan, sebenarnya sedang nyindir budaya pungli yang sedang marak akhir-akhir ini.
Serial ini juga masih memperlihatkan budaya orang-orang pedesaan yang kental, seperti budaya rewang atau membantu acara hajat di rumah seseorang. Bahkan, pandangan patriarki yang membuat perempuan seakan hanya dihargai karena jabatan suaminya juga turut disinggung.
Menonton Tilik the Series nggak hanya akan membuat penontonnya terpingkal-pingkal di tiap episode. Serial ini nggak sekedar membuat kita merasa relate dengan tokoh-tokoh dan kejadian di dalamnya, tapi juga menyadari betapa besar potensi talenta lokal yang kita miliki.
BACA JUGA: BICARA RINDU MELALUI FILM PENDEK MENGUNDANG SENDU
Tilik the Series adalah contoh nyata dari good representation, authentic casting, dan cerita yang berkelas. Representasi suku Jawa dengan bahasa daerah yang medok namun tetap natural tanpa kesan cringe karena diperankan oleh orang lokal, ditambah dengan cerita yang relate dengan kehidupan sehari-hari serta tetap aware dengan isu-isu kekinian di luar sana.
Di tengah gempuran cast blasteran pada industri perfilman lokal, Tilik the Series bisa dibilang bak angin segar. Tanpa pemeran bernama besar dan berasal dari keturunan campuran, serial ini tetap sukses menyuguhkan cerita yang menarik, relatable dan pastinya menghibur.
Bukan nggak mungkin, berkat Tilik the Series di masa depan akan semakin banyak film ataupun serial yang mengedepankan talenta lokal, terutama kalau memang harus memerankan tokoh sejarah asli Indonesia. Mengutip perkataan Bu Tejo, “dadi wong kuwi kudu solutif! Ho’oh to?” Jadi orang itu harus solutif! Iya kan? (*/)