Penggemar dunia film tentunya tahu dong apa itu Hollywoood. Studio yang menggarap berbagai film blockbuster itu pun sedang melahirkan anaknya di Indonesia. Bedanya, anak studio ternama itu lahir di tangan seorang sutradara kenamaan Indonesia bernama Hanung Bramantyo dan diberi nama Studio Alam Gamplong.
FROYONION.COM - Seolah tidak bisa melepaskan diri dari kerinduan terhadap Yogyakarta, Studio Alam Gamplong dibangun Hanung Bramantyo di daerah Sleman, tetap berbatasan dengan area wisata alam Kulonprogo. Suami dari Zaskia Adi Mecca ini memang anak Jogja asli yang dalam membangun dunia sinematografi menjadikan Yogyakarta sebagai pondasinya.
Pernah menempuh perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang akhirnya tidak sampai rampung. Hanung pun meneruskan mimpinya melalui di Institut Kesenian Jakarta. Hanung Bramantyo menempuh jalan panjang sebagai sineas dengan bekal pendidikan perfilman di sana.
Belajar dari para pemilik ide kreatif di Yogyakarta seperti Teater Gandrik, Landung Simatupang, dan para sineas militan di Yogyakarta, Hanung pun melahirkan studio impiannya dan diberi nama Studio Alam Gamplong.
BACA JUGA: SELAIN PETUALANGAN SHERINA 2, INI FILM-FILM DRAMA INDONESIA YANG BAKAL TAYANG DI 2023
Terletak tepat di daerah Gamplong, Sleman, Yogyakarta, studio ini mengintegrasikan properti perfilman dengan keindahan alam Yogyakarta. Bagaimana tidak, hutan bambu, suara air terjun, dan aliran sungai menjadi pengantar perjalanan siapapun yang hendak menyaksikan Hollywood-nya Indonesia.
Dalam proses pengerjaan Studio Alam Gamplog hingga resmi dibuka pada 2018 silam, Hanung Bramantyo mengakuibahwa studioo ini meruopoakan mimpi yang sudah dirancang bersama setiap jajaran Dapur Film (production house miliknya).
Hanung Bramantyo sendiri mengakui bahwa ia menginginkan sebuah ruang luas untuk menuangkan ide-ide kreatif yang bisa dibangun, direkayasa, dan dikonstruksi ulang. Sudah seperti set perfilman di Hollywood gitu! Kalau Civs pernah lihat bagaimana proses pembuatan film, banyak kok di YouTube, terutama di Hollywood, maka Civs akan lihat gimana sibuknya tim properti.
Berbagai gedung tinggi dihancurkan, dibangun ulang, digabungkan dengan beragam teknologi terkini, dan sebagainya. Permainan olah properti latar ini hanya bisa dilakukan dengan sebuah lahan luas seperti Hollywood. Nah, Studio Alam Gamplong ini memiliki fungsi yang serupa itu juga.
Dengan adanya ruang repertoar tak terbatas seperti itu berbagai jenis film bisa dikerjakan tanpa adanya batasan. Bisa dibayangkan, kalau mau bikin film laga,tetapi harus di lokasi yang dinyatakan sebagai milik sebuah lembaga, pastinya banyak urusan birokrasi yang perlu dikerjakan. Akan tetapi, dengan adanya sebuah studio yang siap pakai, proses birokrasi seperti itu pun bisa dipotong.
Tidak mengherankan bukan, kalau film-film Hanung Bramantyo sejak Rudi Habibie mulai termutakhiran? Beberapa pengolahan efek kamera dengan green screen atau blue screen sudah dimulai dari film fenomenal tersebut. Kala itu, Studio Alam Gamplong masih belum terbuka seperti sekarang.
Hingga, film Bumi Manusia, Shultan Agung, dan Habibie & Ainun 3 ditayangkan. Kini, penikmat sinematografi bisa menyaksikan langsung bagaimana set properti yang digunakan Hanung Bramantyo telah menjadikannya sebagai salah satu sutradara top di Indonesia.
Salah satu sudut di latar film Shultan Agung. (Foto: Dok. pribadi penulis)
Studio Alam Gamplong telah dibuka untuk umum sejak 2018 silam. Pengunjung tidak perlu khawatir soal biaya tiket masuk. Lebih-lebih pengunjung bisa milih, bayar pakai uang, atau pakai bibit tanaman. Kalau bayar pakai uang pun tidak ada tarif minimal yang dibanderolkan. Hal yang sama juga berlaku untuk bibit tanaman. Jadi, pengunjung yang datang dianggap sebagai seseorang yang mampu menilai sebuah karya kreatif dengan hagra yang sesuai.
Berbagai keunikan disajikan oleh Studio Alam Gamplong selain beragam set kreatif yang disajikan. Bagi yang sudah menonton Rudi Habibie dan/atau Habibie & Ainun 3 tentunya akan teringat pada sebuah commuter line ala Eropa.
Nah, di Studio Alam Gamplong, kereta yang sarat makna budaya Eropa itu bisa dinaiki oleh para pengunjung setiap akhir pekan. Menarik bukan?
“Studio Alam Gamplong adalah sebuah fenomena dari Hanung Bramantyo dan tentu akan memantik banyak para pemimpi di bidang seni lainnya untuk mencontohnya,” ungkap Anggita, seorang lulusan Antropologi UGM dan pengamat seni. Kala itu, Anggita bertemu dengan Tim Froyonion di Yogyakarta pada 18 Agustus 2022.
Baru-baru ini, Studio Alam Gamplong juga sedang ramai-ramainya lho! Hal ini disebabkan oleh hype dari film Satria Dewa Gatotkaca. Film yang mengajarkan kembali intisari kebudayaan Jawa melalui sebuah penurunan kisah dari Mahabharata versi Indonesia itu menggunakan banyak set properti di Studio Alam Gamplong. Hingga saat ini, beberapa set properti sebagai kenangan dari film tersebut masih bisa disaksikan di sana.
Serupa dengan Satria Dewa Gatotkaca, beragam set properti dari film-film Hanung Bramantyo terdahulu juga masih tertata rapi di sana. Rumah Nyai Ontosoroh misalnya, sebagai sebuah latar dari film narasi legendaris Bumi Manusia itu masih kokoh di sana. Hal it juga berlaku untuk sebuah miniatur istana kesultanan Yogyakarta di masa Sultan Agung. Kegagahan istana itu seperti mengenangkan kembali pada masa keemasan Yogyakarta di masa kolonial.
Dengan berkunjung di Studio Alam Gamplong ini, kita bisa melihat dengan jelas sebuah mimpi besar yang sudah diciptakan oleh Hanung Bramantyo. Indonesia sebagai sebuah negara yang pelan, tapi pasti maju, tentu membutuhkan ruang kreasi khusus yang bisa menjadi ikon seperti Hollywood. Studio Alam Gamplong telah menjadi representasi dari hal itu dengan Hanung Bramantyo sebagai pemrakarsa di dalamnya.
Hanung Bramantyo pun dengan senang hati mempersilakan sineas lain untuk menggunakan set properti di Studio Alam Gamplong. Berbagai film bernuansa romantis dan historis pun sudah sering menggunakan Studio Alam Gamplong sebagai salah satu rujukan latarnya.
Hal ini merupakan sebuah cara untuk mendekatkan para sineas bagi Hanung Bramantyo. Akhirnya, mimpi dari Studi Alam Gamplong itu pun bukan hanya menjadi milik Hanung Bramantyo dan Dapur Film, tetapi juga memantik mimpi-mimpi besar sineas Indonesia lainnya. (*/)