Film-film horor di Indonesia biasanya nampilin karakter ustaz, termasuk film Qodrat yang baru-baru ini diputar. Bagaimana peran sosok ustaz Qodrat dalam memperkaya gagasan soal ustaz di film horor Indonesia?
FROYONION.COM - Dalam film horor, terutama yang berlabel horor religi, kehadiran seorang pemuka agama seperti ustaz, adalah sesuatu yang tak terhindarkan.
Seorang ustaz, bisa dibilang sering digambarkan sebagai pihak yang mewakili kebaikan, si putih yang akan tampil sebagai sang pemenang atas si hitam, pihak yang jahat.
Sebagai orang yang lahir dan tumbuh di era 90-an, masa kecil gue diwarnai oleh film-film horor yang dibintangi oleh ikon film horor Indonesia: Suzanna. Tak seperti sekarang, televisi di masa itu kerap menayangkannya di siang hari, bukannya malam hari.
Gue sudah kenyang melihat transformasi Suzanna menjadi berbagai jenis "hantu" dalam film-film horor yang dibintanginya.
Mulai dari kuntilanak yang menjadi perempuan cantik dengan paku yang dimantrai menancap di ubun-ubunnya; sundel bolong yang makan 200 tusuk sate dan minum sepanci kuah soto yang mendidih; hingga menjadi Nyi Blorong yang merupakan dewi ular dalam mitologi Jawa.
Dalam film-film horor itu, sering kali gue menjumpai sosok ustaz. Akan tetapi para ustaz tersebut selalu tampil tanpa celah, tampak seperti kebajikan yang sempurna, yang akan selalu menang atas kejahatan; ketimbang menampilkan sosok ustaz yang terlihat manusiawi.
Tak mengherankan, jika kemudian sosok ustaz hanya menjadi tokoh sampingan yang kurang di-highlight. Yang terlihat menonjol malah si "hantu".
Para ustaz di film-film horor tersebut cenderung sekali tampil belakangan, kemunculannya bahkan jarang. Di ujung film, ia bakal tiba-tiba saja muncul menghadapi si "hantu" dan mengusirnya dengan bermodal ayat-ayat suci.
Gue melihat plot semacam ini sebagai cara seorang sutradara buat mengakhiri cerita yang ia tak tahu cara menyelesaikannya dengan lebih baik, ketimbang sebagai kebajikan yang selalu menang atas kejahatan.
Tak ada pesan moral dari scene semacam itu, sungguh. Terlebih jika sejak menit awal dimulai yang lo hadapi adalah teror dan teror.
Kemudian datanglah Joko Anwar dengan film horor bernuansa klasik yang ia beri judul Pengabdi Setan. Dalam film tersebut, sosok ustaz juga dihadirkan seolah itu merupakan elemen yang amat sangat penting dalam film bergenre horor.
Sayangnya sosok ustaz yang biasa tampil dengan berwibawa, sebagai manusia tanpa celah, juga memiliki iman yang kuat dan pasti menang jika diadu dengan setan; dalam film Pengabdi Setan, ustaz justru dikerdilkan dan bisa kalah telak dengan iblis–dua kali sudah Joko Anwar melakukannya.
Namun, tentu saja ada alasan di balik jatuhnya martabat ustaz oleh iblis di film tersebut. Di film Pengabdi Setan yang pertama, gue melihat sang ustaz sempat limbung setelah mendapat kabar tewasnya putra satu-satunya karena kecelakaan.
Ditampilkan, bahwa sang ustaz kehilangan keyakinannya atas peristiwa nahas yang menimpa putranya itu. Ia kehilangan keyakinan bahwa segalanya milik Tuhan belaka.
Dan sikapnya menangisi kematian putranya menunjukkan bahwa ada yang lebih dicintainya ketimbang Tuhan, meskipun di mata kita itu sesuatu yang sebetulnya manusiawi.
Di film Pengabdi Setan 2, gue gagal menemukan alasan yang membuat sang ustaz layak kalah dari iblis dengan kepala terpelintir. Namun tetap saja itu merupakan usaha dari Joko Anwar untuk menampilkan bahwa ustaz juga seorang manusia yang juga bisa kalah dengan setan.
BACA JUGA: PENJELASAN FILM PENGABDI SETAN 2 BESERTA TEORI-TEORINYA, HATI-HATI SPOILER!
Lalu kemudian datanglah Charles Gozali dengan film Qodrat, film horor exorcism (pengusiran roh jahat). Sosok hantu yang biasanya jadi bintang utama kini bergeser menjadi tokoh sampingan. Di film tersebut, ustaz Qodrat menjadi bintang utama.
Bisa dibilang, film Qodrat menyempurnakan prototype ustaz yang diusung oleh film Pengabdi Setan. ustaz yang memiliki sikap manusiawi dan memiliki celah.
Dalam film tersebut, sosok ustaz diijinkan memiliki rasa marah, kebencian, balas dendam, kesombongan bahkan keegoisan. Sifat-sifat yang menurut gue kurang ustazable.
Sosok ustaz Qodrat tak tampil sebagai kebajikan yang tanpa celah, justru ia tampil sebagai manusia yang punya banyak kekurangan.
Ia marah terhadap iblis yang telah mencelakai anaknya. Sebelum itu, ia punya kesombongan karena merasa mampu menyembuhkan semua orang.
Di dalam penjara, Qodrat menunjukkan sifat egoisnya dengan menyalahkan Tuhan, menganggap bahwa dirinya tak layak mendapat musibah yang telah menimpa putranya.
Itulah yang kemudian membuatnya bisa dikalahkan oleh Assuala, putra iblis. Itu jugalah yang membuatnya gagal menyelamatkan Alif, putranya.
Film Qodrat pada akhirnya bukan sekadar film tentang ustaz melawan setan, kebajikan melawan kejahatan, si putih mengalahkan kebajikan. Lebih dari itu, film ini menceritakan tentang perjalanan seorang manusia membangun kembali keyakinannya terhadap Tuhan.
Kecintaannya diuji. Sebuah pertanyaan disodorkan di hadapannya: Mana yang lebih dicintainya? Tuhan atau titipan-Nya?
Pada akhirnya kita tahu ke mana arah film itu. Juga bagaimana film itu akan ditutup. Ya, kita sudah tahu bahwa ustaz Qodrat akan kembali mendapatkan keyakinannya secara utuh. Namun lebih dari itu, ustaz Qodrat juga semakin memperkaya gagasan soal ustaz di film-film horor Indonesia. (*/)
BACA JUGA: QODRAT: KESURUPAN KEREN ALA MARSHA TIMOTHY