![](https://www.froyonion.com/themes/froyonion/frontend/images/new-logo.png)
Penuaan dan power creep adalah 2 masalah yang sering dihadapi Marvel. Bagaimana Marvel bisa menjaga karakternya tetap segar meski usia mereka sudah tua? Simak cara Marvel menghadapi 2 masalah tersebut.
FROYONION.COM - Ketika sebuah cerita bertahan selama puluhan tahun, satu tantangan besar yang harus dihadapi adalah bagaimana mempertahankan relevansi karakter tersebut dengan usia mereka.
Marvel Comics, dengan sejarahnya yang panjang sejak tahun 1960-an, terus menghadapi masalah ini.
Karakter-karakter seperti Spider-Man, Captain America, dan Iron Man telah ada selama beberapa dekade, tetapi mereka tetap segar dan relevan untuk generasi baru. Bagaimana Marvel melakukannya?
Salah satu contoh paling menonjol adalah Spider-Man. Pertama kali muncul pada tahun 1962 di Amazing Fantasy #15, Spider-Man segera menjadi populer karena kedekatannya dengan pembacanya. Serial itu menggambarkan seorang remaja idealis yang naif.
Namun, jika mengikuti hukum alam, Peter Parker, yang merupakan Spider-Man, seharusnya sudah berusia 77 tahun. Bayangkan Spider-Man pensiun dari memerangi kriminal dan lebih sibuk dengan hobi seperti merajut di malam hari.
Untuk tetap relevan, Marvel harus terus menciptakan ulang dan menggambar ulang Spider-Man, serta banyak karakter lainnya.
BACA JUGA:
GAME ‘MARVEL RIVALS’ SUKSES RAIH 10 JUTA PEMAIN HANYA DALAM TIGA HARI PELUNCURAN
Captain America adalah contoh klasik bagaimana karakter dapat berkembang seiring waktu. Awalnya, ia adalah pahlawan Perang Dunia II yang menonjol dengan nilai-nilai patriotik.
Namun, saat ancaman global berubah dari fasisme menjadi komunisme, Captain America berubah menjadi pembasmi komunis yang ekstrem. Pada tahun 1970-an, muncul reaksi dari kreator komik seperti Steve Englehart yang merasa sulit untuk mendukung ideologi tersebut.
Solusinya? Mengungkap bahwa Captain America era 1950-an sebenarnya adalah seorang peniru bernama William Burnside, yang menjadi psikosis akibat serum super yang gagal. Dengan cara ini, Marvel berhasil menjaga Captain America tetap relevan tanpa kehilangan esensi awalnya.
Salah satu tantangan terbesar Marvel adalah menghadapi keterbatasan waktu yang nyata, terutama ketika cerita berhubungan dengan peristiwa sejarah seperti Perang Vietnam. Beberapa karakter Marvel, seperti Tony Stark (Iron Man), Punisher, dan Wolverine, memiliki cerita latar yang terikat dengan perang ini.
Akan tetapi karena Vietnam semakin jauh dari konteks modern, Marvel menciptakan Siangong War, perang fiksi yang menggantikan Vietnam dalam cerita mereka. Dengan cara ini, para karakter tetap relevan tanpa harus terjebak dalam linimasa historis tertentu.
Bagi Marvel, membunuh karakter utama sering kali hanya bersifat sementara. Sebagai contoh, sidekick Captain America, Bucky Barnes, dianggap mati selama beberapa dekade sebelum akhirnya kembali sebagai Winter Soldier. Hal ini terjadi karena, dalam dunia komik, kematian sering kali dianggap sebagai batas yang "arbitrer."
Menurut Sean Howe, seorang penulis komik Marvel, alasan utama di balik kebangkitan karakter adalah keuntungan finansial. Karakter seperti Spider-Man dan Fantastic Four menghasilkan jutaan dolar. Membiarkan mereka mati permanen sama saja dengan menyia-nyiakan potensi keuntungan besar.
BACA JUGA:
MARVEL HIDUPKAN KEMBALI LEGENDA KUNO MELALUI KOMIK MODERN
Masalah lain yang harus dihadapi Marvel selain menghadapi isu usia adalah harus menangani power creep, di mana kekuatan karakter menjadi terlalu besar sehingga sulit dikelola. Salah satu contohnya adalah Scarlet Witch, yang memiliki kekuatan begitu besar hingga bisa mengalahkan musuh hanya dengan satu mantra.
Untuk menjaga keseimbangan cerita, Marvel memutuskan untuk mengubah Scarlet Witch menjadi penjahat dengan alasan bahwa kekuatannya membuatnya kehilangan kewarasan. Contoh lain adalah bagaimana Marvel menempatkan dewa-dewa Norse seperti Odin dan Thor di bawah aturan semesta Marvel.
BACA JUGA:
KISAH BRYAN VALENZA, 10 TAHUN MENJADI COLOR ARTIST UNTUK KOMIK MARVEL DAN DC!
Dengan begitu banyak entitas "dewa" dan "iblis" di dunia mereka, Marvel sering membiarkan hierarki kekuatan tetap ambigu, memberi ruang bagi debat di kalangan penggemar. Keberhasilan Marvel dalam menjaga relevansi selama puluhan tahun menunjukkan fleksibilitas luar biasa dalam menghadapi tantangan kreatif.
Dengan menciptakan ulang karakter, membangun dunia fiksi, dan memperkenalkan konflik baru, Marvel memastikan bahwa ceritanya terus menarik bagi generasi pembaca baru.
Strategi ini tidak hanya mempertahankan popularitas karakter tetapi juga memungkinkan para penggemar untuk terus berdebat dan menikmati perkembangan cerita, baik di layar lebar maupun dalam halaman komik. Marvel, dengan segala tantangannya, tetap menjadi contoh utama bagaimana cerita dapat terus hidup melampaui batas waktu. (*/)
BACA JUGA:
SEDERET KARAKTER MARVEL YANG HAK LISENSINYA MASIH ADA DI STUDIO LAIN