Kasus bunuh diri di Korea Selatan termasuk dalam catatan yang mengkhawatirkan. Serial Tomorrow pun memunculkan sebuah wacana yang mencoba mengaitkan masalah mental dengan kasus bunuh diri, lebih-lebih memberikan sebuah sarana psikologis agar kasus semacam itu bisa ditangani.
FROYONION.COM - Serial drama Korea Tomorrow sempat menjadi perbincangan hangat pada tahun 2022. Drama tersebut dinilai sebagai sebuah cerminan yang menyedihkan dalam pengurangan populasi masyarakat Korea Selatan. Selain itu, Korea Selatan juga sebuah negara yang memiliki angka kelahiran rendah. Kekhawatiran pemerintah terhadap kondisi tersebut direkam oleh serial drama tersebut.
Sebagai sebuah karya seni, drama Korea yang tayang di televisi lokal dan sudah disebarluaskan melalui beragam ruang virtual seperti Netflix, Viu, dan laman resminya itu diharapkan mampu menjadi media pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan yang dimaksud adalah sentuhan terhadap kesadaran mental.
Kesadaran mental sendiri sudah menjadi sebuah perhatian khusus sejak tahun 2010-an. Salah satu pemantiknya, tidak lain adalah kasus bunuh diri di negara-negara Asia, terutama Jepang dan Korea Selatan.
Sejatinya, kasus bunuh diri bukanlah hal yang baru dalam perkembangan arus intelektual manusia, namun lahirnya media yang semakin mempermudah pemerolehan berita, kasus ini pun menjadi sebuah perbincangan hangat yang membutuhkan perhatian khusus.
Serial drama Tomorrow mengangkat isu tekanan hidup masyarakat Korea Selatan. Tekanan hidup yang dimaksud misalnya tentang tekanan pekerjaan, trauma perundungan di masa lampau, kebangkrutan ekonomi, hingga soal percintaan.
Mereka yang tidak mampu mengatasi segala ujian hidup itu memutuskan untuk bunuh diri agar perasaan tertekan secara personal dapat dianggap hilang.
Apakah memang benar demikian? Dalam salah satu pandangan psikologis yang diungkapkan dalam serial ini dikatakan bahwa orang-orang yang bunuh diri sejatinya telah melakukan pembunuhan terhadap dirinya. Hasil dari pembunuhan itu adalah kesedihan yang lebih mendalam bagi orang-orang yang ditinggalkan.
BACA JUGA: 6 DRAMA KOREA BERTEMA KELUARGA INI SAJIKAN KISAH MENYENTUH
Mungkin saja, dengan mengakhiri hidup seseorang atau sekelompok keluarga akan mendapat asuransi jiwa yang dapat membantu kehidupan setelah kematiannya. Akan tetapi, setiap keluarga yang ditinggalkan akan kehilangan semangat juang dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Inilah yang terkadang tidak dipikirkan oleh pelaku bunuh diri.
Serial TV Tomorrow ini juga memberi pernyataan bahwa, meskipun, untuk diri sendiri seseorang akan kehilangan hal yang berharga, yakni waktu berjuang, apabila melakukan bunuh diri.
Semboyan menarik disampaikan sejak episode pertama dan menjadi banner imajinatif sepanjang serial ini ditayangkan. Semboyan itu menyatakan bahwa kegagalan adalah saatnya untuk berjuang lagi.
Semboyan itu kemudian melahirkan narasi yang mengedepankan usaha tak berujung untuk menemukan sebuah tujuan daripada hanya menyerah pada percobaan yang kesebelas, ke-20, atau seratus kali pun, selama masih ada kesempatan hidup, maka kesempatan berjuang pun masih ada.
Uniknya, pengajaran agar seseorang tidak bunuh diri justru disampaikan oleh sekelompok Malaikat Maut yang bekerja di Jumadeung. Malaikat maut yang menangani kasus bunuh diri berada dalam divisi Manajemen Risiko (sering kali hanya disebut dalam singkatan MR).
Divisi MR ini awalnya hanya berisi dua Malaikat Maut bernama Bu Koo dan Pak Lim. Namun, nantinya akan ada sebuah kasus ketidaksengajaan yang membuat mereka harus mengajak pegawai magang dari ruh manusia yang koma bernama Choi Jun-Wo.
Divisi tersebut sebenarnya tidak disukai oleh divisi-divisi Jumadeung yang lain ebab tugas Malaikat Maut seharusnya mencabut nyawa dan mengantarkan ruh ke alam selanjutnya. Akan tetapi, divisi ini jutru berusaha agar kematian berkurang. Mereka juga dikenal sebagai divisi yang paling suka-suka dalam menjalankan tugasnya.
Kekuatan Malaikat Maut tidak boleh sembarangan digunakan, tetapi divisi ini, terutama Bu Koo sering menggunakannya oleh sebab keluarnya amarah. Mereka juga sering meminjam alat yang sebenarnya dilarang untuk digunakan seperti mobil kuno untuk bisa menjelajahi waktu.
Bahkan, pegawai magang mereka, Choi Juun-Wo, baru hari pertama bekerja sudah mematahkan kunci ingatan. Padahal, kunci itu sangatlah penting untuk mengetahui titik kelemahan atau kekuatan ingatan manusia agar dapat digunakan dalam menangani kasus bunuh diri.
Meskipun semua hal itu terjadi, Ratu Giok yang memimpin Jumadeung tampaknya menaruh harapan besar terhadap divisi yang dibilang sangat newbee ini.
Ratu Giok sempat mengutip beberapa harapan parlemen Korea Selatan yang katanya memerlukan solusi untuk menangani degradasi populasi yang terjadi di Semenanjung Korea. Divisi ini dianggap menjadi solusi tepat untuk dapat mewujudkan rencana tersebut.
Nampaknya, salah satu solusi itu muncul dari pegawai magang yang tampak selalu terlibat masalah. Choi Jun-Wo adalah seorang manusia yang sering mengalami kegagalan dalam hidupnya. Untuk seorang yang sudah berusia 30 tahunan ia masih sering keluar masuk gedung perusahaan.
Bukan karena apa, tetapi sebab ia selalu mengalami penolakan untuk diterima bekerja. Berbagai penolakan itu tak lantas membuatnya terpuruk dan merasa hidup harus berakhir, seolah dirinya dipenuhi oleh harapan hidup yang positif. Ia pun seringkali mampu melihat sisi kebutuhan harapan itu untuk membantu manusia bangkit kembali secara mental.
Berbagai misteri juga dibubuhkan dalam film ini, terutama alasan sebenarnya dibalik pemilihan Bu Koo yang merupakan penghuni neraka untuk memimpin divisi MR.
Kedua, Ratu Giok memang melaran perjalanan waktu, namun selalu ada time remnant ‘serpihan waktu’ yang menunjukkan adanya keterlibatan Jumadeung dalam berbagai kasus pengubahan alur sejarah, yang sepertinya, tampak tercatat sebagai realita resmi. Menarik bukan?
Solusi yang menyenangkan, menghibur, penuh dengan misteri dipertontonkan serial drama ini demi sebuah wacana penanganan terhadap kasus bunuh diri di Korea Selatan. (*/)