Black Widow dan Scarlett Witch menarik perhatian penggemar Marvel Cinematic Universe (MCU). Kini, keduanya pelan-pelan sedang dalam ketidakpastian yang membuat fans Marvel gelisah.
FROYONION.COM - Baru-baru ini, Scarlett Johansson membuat pernyataan bahwa dirinya sudah tidak akan terlibat dalam film-film MCU lagi. Baginya, film Avangers: Endgame adalah pertanda perpisahan, sementara perannya menjadi Black Widow yang dimunculkan kembali sebagai Prekuel sebelum terjadinya Endgame melawan Thanos adalah wujud kesetiannya kepada Marvel untuk menuntaskan serangkaian teka-teki heroik yang sengaja dibuat oleh MCU.
Menilik kembali perannya sebagai Black Widow dalam film Iron Man 2 setiap penggemar Marvel tentu dibuat terpana oleh dua hal penting yang ditunjukkannya. Pertama, ia menjadi hero perempuan pertama yang dimunculkan Marvel untuk menjadi rangkaian terbentuknya Avengers. Kedua, ia menunjukkan kecantikan luar biasa sebagai seorang perempuan yang bukan hanya mampu melakukan spionase, tetapi juga memanfaatkan hal itu untuk melumpuhkan lawan-lawannya.
Kedua hal ini kemudian menjadi sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu oleh fans MCU setiap rilis film-film barunya. Black Widow sebagai seorang mata-mata juga tokoh yang kompleks, terutama ketika ia menunjukkan kesetiaan kepada Shield dan pandangan romantisnya kepada Steve Rogers yang seolah sedang merujuk kepada alternative universe yang dimiliki oleh rangkaian alur Marvel lainnya. Sempat muncul rumor bahwa ia dan Steve akan dipertemukan kembali melaui What If?, namun fans harus merasa legowo bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi.
Setelah pernyataan dan kenyataan bahwa Black Widow yang diperankan Scalett Johansson tidak akan pernah muncul kembali dalam MCU, fans Marvel masih harus was-was dengan situasi Wanda. Elizabeth Olsen yang dipilih untuk memerankan tokoh Scarlett Witch tersebut memiliki nasib yang kurang mengenakkan dalam film terakhirnya ketika berhadapan dengan Doctor Strange. Ia diketahui tertimbun oleh bebatuan gunung dan tidak diketahui pasti nasibnya.
Ketidakpastian nasib ini membuat fans kembali was-was, terutama ketika melihat tren MCU yang sering gonta-ganti aktor. Hulk sudah berganti aktor 3 kali, mulai dari Eric Bana, Edward Norton, hingga Mark Ruffalo. Hal yang serupa pernah terjadi pula dengan Spiderman, yang mulai diperankan oleh Tobey Maguire, Andrew Garfield, hingga terakhir Tom Holland.
Perubahan-perubahan aktor ini membuat sebuah time paradox dalam penggarapan film MCU yang terlihat dari penampakan tiga tokoh Spiderman dalam film Spiderman: No Way Home. Hal yang serupa tentu dikhatirkan terjadi kepada Wanda yang diperankan oleh Elizabeth Olsen.
Wanda yang diperankan oleh Elizabeth Olsen memiliki pesona yang susah digantikan oleh aktor-aktor lainnya. Seperti Iron Man yang sudah melekat kepada Tony Stark, Elizabeth Olsen juga membuat fans Marvel benar-benar memahami madness yang dialami Wanda sejak kemunculannya dalam Avangers: Age of Ultron.
Perannya sebagai tokoh yang akan mampu mewujudkan dunia imajiner terutama ketika harus melawan musuh-musuh pengendali ilusi tentu sangat dibutuhkan. Bahkan, Doctor Strange sendiri mengakui bahwa dirinya tidak sehebat Wanda ketika menjadi seorang penyihir.
Lebih dari semua hal itu, animo film Marvel dengan kemunculan tokoh-tokoh Young Avengers terlihat tidak terlalu mulus. Dilansir dari Rotten Tommatoes, kemunculan She Hulk misalnya, sebagai salah satu Young Avengers yang nantinya memiliki peran penting mewakili hero-hero perempuan hanya mendapat sambutan audien sebanyak 33%.
Masih beruntung kemunculan Ms. Marvel yang dibawakan oleh Iman Vellani mendapat sambutan audien sebanyak 80%. Namun demikian, angka tersebut belum bisa menandingi Wanda yang mendapat sambutan penonton sebanyak 88% dan Black Widow yang menembus angka 91%.
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa Disney dan Marvel memerlukan sebuah usaha tertentu yang mampu membuat mereka dapat mengembalikan kepopupelaran hero-hero perempuan di dalam MCU. Lebih-lebih, hero-hero ini sendiri mampu mewakili berbagai macam idealisme yang kini berkembang di masyarakat.
Idealisme pertama yang dimaksud adalah feminisme yang berpusat pada kesetaraan gender. Adanya perempuan-perempuan kuat yang mampu bahu-membahu dalam mengalahkan musuh bersama hero-hero laki-laki menunjukkan bahwa kaum perempuan pun mampu menjadi simbol kepahlawanan.
Dengan menjadi simbol kepahlawanan akan lahr keberanian-keberanian baru yang dapat ditiru oleh kalangan perempuan lainnya. Film sebagai fungsi pengajar psikologis pun mampu mengarahkan hal ini untuk memberi efek kepada penontonnya di dunia nyata.
Selain idealisme yang sudah mengalami berbagai macam gelombang itu, ada pula sebuah konsep lahirnya ruang keputusan yang bisa diambil oleh anak-anak muda. Ms.Marvel yang diperankan Iman Vellani mengajak penonton untuk melihat hadirnya seorang anak yang mampu mengambil kebijaksanaan dari segala kecerobohannya. Ia yang terlihat tidak nurut kepada orang tuanya, kemudian menemukan titik tengah untuk berbakti sekaligus menjadi superhero.
Tentu saja, efek terbesar lahir dari Wanda dan Black Widow tentang bagaiman keduanya mengatasi tekanan mental dalam hidup. Natasha Romanoff yang dikenal sebagai salah satu proyek mata-mata Rusia mampu mengatasi keganasan dalam dirinya untuk mengubahnya sebagai energi positif.
Wanda yang mengalami tekanan traumatis sejak meninggalnya Vision mungkin telah menjadi penjahat, namun ia juga mulai menemukan kesadaran diri dan ketenangan batin, terutama ketika ia memilih untuk ikut terkubur bersama iblis yang dibangkitkannya.
Melihat peran besar dari Wanda dan Black Widow itu, Marvel pun perlu menghadirkan tren-tren baru yang sedang erat dalam pembahasan masa kini. Nantinya hal itu akan menjadi sebuah jalan agar fans tidak was-was akan nasib pemeran superhero perempuan dalam MCU. (*/)