
Pada Japanese Film Festival, salah satu film yang ditayangkan adalah Mondays: See You This Week. Film bergenre time loop tersebut mengangkat isu overwork yang mengakar di pekerja Jepang.
FROYONION.COM - Bagaimana rasanya terjebak di pekerjaan kantor yang melelahkan dan menyebalkan selama sepekan penuh? Dan kamu mesti mengulangi pekan yang menyebalkan itu hingga puluhan kali?
Itulah garis besar cerita yang coba diangkat oleh sineas muda Ryo Takebayashi dalam filmnya yang berjudul Mondays: See You This Week.
Ryo menampilkan bagaimana Yoshikawa Akemi (Marui Wan) dan rekan-rekannya terperangkap dalam time loop sehingga mesti menjalani pekan menyebalkan berulang kali.
Scene awal film ini dimulai dengan Akemi yang terbangun di depan meja kerjanya setelah menghabiskan akhir pekannya bekerja lembur di kantor hingga Senin.
Di sekelilingnya, ada rekan-rekan seperjuangannya yang juga sama-sama menginap di kantor, kecuali si perempuan berkacamata yang datang lalu membuka tirai dan bos mereka, Nagahisa Shigeru.
Seekor burung merpati lalu menabrak jendela kantor dengan keras dan membuat semua orang terkejut. Namun kemudian, burung merpati itu menjadi ‘jangkar’ ingatan bagi semua orang di kantor itu bahwa mereka tengah berada dalam mimpi buruk berwujud time loop.
BACA JUGA: SAJIAN KOMEDI DALAM FILM ‘AGAK LAEN’ SIAP MEMBUAT PENONTON TERTAWA
Lalu mereka bersama-sama mencoba untuk memutus lingkaran waktu yang mengurung mereka. Berbagai asumsi soal penyebab terjadinya time loop tersebut pun dicari.
Mulai dari gelang ajaib yang konon bisa mengabulkan permintaan apa pun, termasuk keinginan bos mereka yang tak ingin merayakan ulang tahunnya ke-50. Hingga impian lama yang terpaksa dipendam karena hantaman realita.
Saat mengetahui di JFF (Japanese Film Festival) terdapat film Mondays yang mengangkat genre time loop, saya langsung menjadikan film tersebut sebagai incaran.
Meski dapat dibayangkan bakal seperti apa bentukan plot dari film semacam ini, sedikit pun tak ada keraguan di hati jika yang menggarapnya adalah sineas Jepang.
Genre time loop bukanlah genre yang mudah untuk dibawakan. Di menit awal, biasanya akan dimulai dengan satu-dua tokoh yang menyadari kalau mereka terjebak dalam lingkaran waktu yang terus berulang.
Selanjutnya, satu-dua orang itu akan memberi tahu orang lainnya yang tentunya akan dibantah mentah-mentah sebelum akhirnya sama-sama menyadarinya. Di plot selanjutnya, para tokoh akan berjuang untuk memutus lingkaran waktu tersebut agar bisa terbebas.
Yang sulit dari genre ini adalah soal mengolahnya sedemikian rupa agar penonton tidak lekas bosan. Sebab dalam time loop, para tokoh akan melakukan hal-hal yang terus berulang bahkan seringnya set lokasinya pun hanya di situ-situ saja.
Tak heran jika kemudian, genre time loop sering diusung bersama genre komedi. Seperti yang ada dalam Beyond The Infinite Two Minutes (2020) dan di Mondays ini.
BACA JUGA: MENYELAMI ALASAN BUNUH DIRI DARI BERBAGAI PERSPEKTIF (SEBUAH ULASAN FILM ‘KEMBANG API’)
Terkadang juga time loop akan dibarengi dengan genre thriller yang mendebarkan seperti yang ada di serial Re/Member dan film Erased.
Pada Mondays, sekali lagi penonton bisa melihat kepiawaian sineas Jepang dalam mengolah genre time loop. Meski banyak peristiwa yang berulang, cita rasa komedi dan sisi emosional yang diselipkan di dalamnya mampu menjauhkan penonton dari rasa bosan.
Skoring-nya yang cenderung jenaka mampu menghidupkan momen-momen lucu yang dimunculkan. Hal tersebut dipercantik dengan visualnya yang mampu mengeksplorasi set di ruangan kantoran yang sempit.
Biarpun secara plot tidak menawarkan bentuk yang baru seperti yang ada dalam Beyond The Infinite Two Minutes, film Mondays bisa dibilang cukup berhasil dalam mengolah isu yang mereka usung.
Isu seperti kurangnya work life balance dalam kultur dunia kerja masyarakat Jepang sehingga menimbulkan tekanan pekerjaan berlebih dan stres. Hingga menyorot kurangnya sikap saling mendukung satu sama lain dan hanya mementingkan ego sendiri dalam lingkungan kerja antar pegawai.
Dalam beberapa tahun ke belakang, gaung work life balance semakin banyak terdengar dan tersebar di media sosial. Gaya hidup ini menekankan agar tiap orang sadar betapa pentingnya menyeimbangkan rutinitas pekerjaan dengan kehidupan pribadi sebagai manusia.
Kata kunci untuk work life balance ini adalah menghindari overwork atau menghindari pekerjaan yang kelewat overtime hingga menyita waktu kita untuk menikmati hidup.
Isu itulah yang kemudian coba diangkat oleh Mondays. Melalui Akemi dan rekan-rekannya, penonton dapat menyaksikan kultur dunia kerja di Jepang yang keras dan penuh tekanan. Lengkap dengan lembur panjang tak manusiawi yang memaksa mereka mengorbankan akhir pekan dan mesti menginap di kantor hingga Senin tiba.
Jepang memang terkenal sebagai salah satu negara yang masyarakatnya gila kerja. Bahkan banyak yang masih memercayai kalau bekerja selama lebih dari dua belas jam merupakan hal yang lumrah belaka.
Banyak juga yang menganggap dengan bekerja lembur dan tak mengambil cuti kerja, menunjukkan kepada atasan kalau mereka punya dedikasi dan komitmen penuh terhadap pekerjaan. Belum lagi pekerja lainnya yang merasa bersalah jika harus membebani rekan mereka ketika mereka tidak bisa bekerja karena cuti.
Waktu kerja yang berlebihan inilah yang kemudian membuat banyaknya pekerja di Jepang mengalami Karoshi atau kematian yang terjadi akibat terlalu banyak bekerja. Faktor stres yang menyebabkan gangguan kesehatan mental hingga serangan stroke dan jantung disebut sebagai biang keladi Karoshi.
BACA JUGA: PENJELASAN AKHIR FILM ALICE IN BORDERLAND SEASON 2, HATI-HATI SPOILER!
Ada alasan yang membuat merebaknya budaya overwork di Jepang. Dikutip dari laman Big Think, disebutkan bahwa merebaknya budaya overwork tersebut bermula karena Jepang mengalami kekurangan tenaga kerja dalam beberapa dekade terakhir.
Selain itu, resesi global yang terjadi pada tahun 1990-an, membuat perusahaan mesti melakukan efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja. Sehingga membuat mereka yang masih tinggal harus merangkap pekerjaan beberapa orang sekaligus.
Namun masalah utamanya tetaplah kurangnya angkatan tenaga kerja yang lantas berdampak pada menurunnya produktivitas. Bahkan perlu diketahui juga bahwa kini Jepang menjadi negara dengan rasio lansia tertinggi di dunia karena penurunan angka kelahiran yang ekstrem.
Karena hal inilah, perusahaan menekan dan memberi target yang tinggi terhadap pekerjanya, yang kemudian menciptakan jam kerja panjang dan beban kerja berlebih yang memicu stres.
Pemerintah Jepang melakukan beragam upaya untuk menekan Karoshi. Seperti menetapkan program “Jumat Premium” yang memperbolehkan para karyawan libur di hari Jumat terakhir tiap bulannya.
Juga berupa diterbitkannya daftar hitam bagi perusahaan yang melanggar aturan ketenagakerjaan untuk mempermalukan mereka. Hingga ditetapkannya batasan lembur yang diperbolehkan tiap bulannya.
Hanya saja tidak ada undang-undang yang betulan mengikat dan melindungi pekerja dari budaya overwork tersebut. Bahkan masih ada celah yang bisa dimanfaatkan perusahaan untuk memaksakan overwork pada pekerja.
Budaya overwork itulah yang kemudian diangkat dan ditampilkan dalam Mondays. Walaupun dibawakan dalam balutan komedi, Mondays berhasil menunjukkan betapa sulitnya menjadi pekerja seperti Akemi dan rekan-rekannya.
BACA JUGA: REVIEW ONE PIECE NETFLIX: LIVE ACTION YANG DIBUAT DENGAN HATI
Selain mengangkat isu budaya kerja yang toxic, Ryo Takebayashi juga membagikan harapannya soal lingkungan kerja yang ideal dalam beberapa scene yang ditampilkan.
Lingkungan kerja ideal dalam bayangan Ryo Takebayashi barangkali berupa ketika work life balance bisa menjadi pedoman; ketika tiap pekerja dimaafkan dan dimaklumi untuk kesalahan yang mungkin jarang sekali terjadi; ketika kinerja para pekerja diapresiasi; ketika sesama rekan kerja saling support dan membantu, mengingat mereka sama-sama menanggung beban pekerjaan yang kurang lebih sama.
Namun rasanya harapan itu terkesan terlalu utopis buat diwujudkan, bukan? Apalagi jika sebagai sesama pekerja, mereka lebih dulu dibuat pening dengan urusan masing-masing. Jangankan saling support, tidak kena tipes dan asam lambung bahkan stroke saja rasanya sudah bersyukur banget.
Mondays rasanya bakal relate jika ditonton oleh kaum pekerja, utamanya para pekerja kantoran yang punya beban pekerjaan menyiksa. Jika tak cukup memberikan solusi, setidaknya lewat film ini kamu bisa merasa terwakilkan. (*/)