Movies

REVIEW MAHARAJA, HADIRKAN KEAJAIBAN STORYTELLING LEWAT SEBUAH TEMPAT SAMPAH

Film ‘Maharaja’ di Netflix dianggap sebagai film paling mind blowing belakangan ini. Film dengan bahasa Tamil ini punya plot twist di ending yang mengejutkan penonton. Simak review lengkapnya!

title

FROYONION.COM - Jika ada film yang mencoba untuk mengamalkan teknik penulisan cerita Chekov’s Gun, film Maharaja karya Nithilan Swaminathan adalah salah satu yang berhasil melakukannya dengan nyaris sempurna.

Teknik ini menekankan pentingnya fungsi dari detail yang ditebar di sepanjang film, menggunakannya sebaik mungkin agar tak menjadi sia-sia belaka.

Seperti yang diungkapkan oleh Anton Chekov, penulis drama panggung dan cerpenis asal Rusia, bahwa seseorang tak boleh menaruh senapan di panggung, jika ia tidak menembakkannya kemudian.

Dan itulah yang ditawarkan oleh film berbahasa Tamil ini yang belakangan dianggap sebagai film paling mind blowing.

Film Maharaja banyak menebar detail-detail di act 1 dan 2 yang seolah tak saling nyambung dan membingungkan penonton.

Namun, sejalan dengan plotnya yang tidak linier, mencampuradukkan antara masa lalu dan masa sekarang tanpa sekat; akhirnya ketahuan kalau semua detail itu terpakai seluruhnya.

Ibarat sebuah petasan renteng, satu demi satu ledakan kecil akan saling menyambung untuk menghasilkan ledakan besar kemudian. Detail-detail kecil yang sebelumnya terlihat tak berdampak banyak, justru menambah daya kejut film ini di akhir.

Meski masih menyisakan beberapa cela dan kekurangan, plot twist di akhir tak salah lagi akan membuat penonton memakluminya.

Bahkan plot twist bukanlah satu-satunya senjata di film ini. Masih banyak kelebihan yang ditawarkan oleh Maharaja. Apa saja? Simak detailnya!

SINOPSIS FILM MAHARAJA

Film ini dimulai dengan awal yang bikin ngilu. Yaitu lewat adegan kecelakaan truk tragis menabrak sebuah rumah yang menewaskan istri dari Maharaja (Vijay Sethupathi).

Setelah kematian istrinya, Maharaja membesarkan putrinya sendirian sambil melakoni pekerjaannya di sebuah barbershop sebagai tukang cukur.

Suatu malam, rumahnya diterobos perampok dan satu-satunya benda yang hilang adalah tempat sampah yang diberi nama Laksmi (setidaknya begitu awal pengakuan Maharaja di kantor polisi).

Meski remeh, tempat sampah itu punya sejarah panjang. Saat kecelakaan di masa lalu terjadi, Laksmi secara ajaib melindungi dan menyelamatkan putrinya dari reruntuhan rumah.

Tak heran jika kemudian Maharja melaporkan kehilangan tempat sampah itu pada polisi meskipun kemudian ia menjadi bahan tertawaan. Bahkan ia rela membayar untuk bisa menemukan Laksmi.

Dari sini petualangan Maharaja dimulai. Ada banyak perkelahian dan pertumpahan darah yang mesti dilaluinya hanya demi menemukan sebuah “tempat sampah”.

KEINDAHAN STORYTELLING MAHARAJA

Sulit untuk membahas Maharaja tanpa membocorkan kejutannya di akhir. Terlebih kejutan itu menjadi senjata utama sekaligus benang merah yang mengikat setiap detail yang berserakan di babak 1 dan 2.

Jadi biarkan kejutan itu tersimpan dalam peti dan menguburnya. Mari biarkan itu tetap aman dan tak tersentuh, karena itu hadiah terbesar film ini bagi penonton.

Meski begitu, seperti yang penulis bilang di awal, ada banyak kelebihan yang ditawarkan dalam film ini, selain plot twist di ending.

Bahkan hanya dengan menikmati berbagai tingkah para tokohnya yang beberapa menggelitik dan beberapa kejam itu, termasuk Maharaja sendiri, sudah cukup menghibur. Walaupun terkesan absurd dan tanpa arah.

Jika melihat keseluruhan, film ini seperti mengambil banyak inspirasi dari banyak film populer yang beberapa mungkin sudah kalian tonton.

Tampil sebagai film bergenre kriminal sekaligus dark comedyMaharaja agak mengingatkan pada Pulp Fiction karya Quentin Tarantino.

Terlebih dengan alurnya yang tidak linier, menyambungkan masa lalu dan masa kini tanpa sekat dan dengan hanya bermodalkan penanda rambut si Maharaja: beruban dan tidak.

Sedangkan pemilihan tokoh berupa bapak-bapak yang rela melakukan segalanya demi keluarga, termasuk menghabisi orang-orang jahat, bakal mengingatkan kita pada Taken yang menghadirkan sosok ayah beringas lewat peran Liam Neeson.

Bahkan bisa dibilang, film ini juga nyambung dengan Nobody dan John Wick berkat benda atau sesuatu yang dianggap sepele yang seolah menjadi motif bagi sang tokoh utama untuk bergerak dan beraksi.

Jika di Nobody karena gelang mainan putrinya. Lalu, di John Wick karena anjing kesayangannya tewas dibunuh. Di Maharaja yang jadi penggeraknya adalah tempat sampah penyok seharga 300 rupee.

Tak sampai di situ, alur yang agak njelimet dengan ending mengejutkan, membuat banyak orang menyandingkannya dengan salah satu masterpiece dari Christopher Nolan, Memento.

Namun biarpun mengambil inspirasi dari banyak film, bahkan terkesan mengoplos semuanya jadi satu, Maharaja berhasil tampil autentik dan tak kehilangan jati dirinya sebagai film yang menyorot kehidupan masyarakat India dengan berbagai masalahnya.

Dengan kemiskinan sebagai latar utamanya, diselipkan isu dan kritik sosial soal pejabat dan polisi yang korup, maraknya pemerkosaan hingga tingginya angka kejahatan.

Tentunya, sangat layak diapresiasi adalah penulisan naskahnya yang berhasil mengantarkan kritik-kritik tersebut dengan smooth dan rapi tanpa terkesan dipaksakan masuk.

Bahkan ada salah satu kritik yang betulan dipikirkan set ceritanya, sehingga tak hanya mudah ditangkap melainkan bikin kita yang menontonnya tertawa puas dan mungkin membatin: “Akhirnya kena batunya juga.

Credit lebih juga layak diberikan pada Nithilan Swaminathan yang sukses memperkenalkan tiap tokoh pentingnya, utamanya Maharaja dan Selvam (Anurag Kashyap). 

Mereka tak hanya muncul secara ujug-ujug dan melakukan sesuatu, melainkan juga dipersiapkan backstory-nya masing-masing. Ini menjadikan mereka karakter yang tampak manusiawi, tak sekadar hitam dan putih. 

Siapa sangka di balik sosok Selvam yang kejam, ternyata ia adalah ayah dan suami penyayang. Jangan lupakan juga pak inspektur korup yang ternyata masih menyimpan kebaikan hati.

PERAN TOKOH PEREMPUAN YANG MINIM

Sayangnya, meski beberapa tokoh penting berhasil diperkenalkan dengan sangat baik, ada beberapa karakter yang dimunculkan namun mendapatkan screentime yang minim.

Salah satu yang mengecewakan adalah minimnya peran bu guru yang banyak disebut sebagai pengajar yang diperkenalkan punya karakter istimewa di depan murid-muridnya.

Selain itu, Maharaja terasa kental dengan nuansa maskulinitas. Untuk film yang bicara soal isu pemerkosaan yang menimpa perempuan, peran perempuan untuk memperjuangkan hak atas tubuhnya sendiri terbilang minim.

Layaknya dongeng garapan Disney, perempuan di film ini justru tampil sebagai korban yang menunggu untuk diselamatkan oleh pangeran. 

Mereka digambarkan tak punya daya untuk memperjuangkan haknya sendiri dan menunggu laki-laki melakukannya untuk mereka.

Meski kesalahan ini terbilang cukup fatal, penonton sangat mungkin memakluminya, mengingat film ini punya set di India yang memiliki budaya patriarki yang kuat. 

Terlebih film ini punya storytelling yang menghanyutkan, juga plot twist di akhir yang begitu meriah.

AAMIR KHAN AKAN MEMBUAT VERSI REMAKE MAHARAJA

Kegemilangan film Maharaja membuat Aamir Khan meliriknya dan tertarik untuk membuat versi remake-nya. Bahkan kabarnya, ia sendiri yang akan memerankan tokoh Maharaja.

Meski begitu, banyak yang menganggap ini sebagai keputusan gegabah dan buruk dari aktor film 3 Idiots tersebut.

Seperti diungkap oleh laman Telugu 360, remake Maharaja mungkin akan berujung menjadi film yang kurang laku karena beberapa alasan.

Salah satu alasan utamanya adalah banyak orang sudah menonton film ini dan sudah membongkar plot twistnya, sehingga ketika muncul versi lainnya hal itu tak akan lagi mengejutkan.

Namun, jika Aamir Khan tetap ingin melakukannya, masih ada beberapa hal yang bisa dipoles dan ditambahkan dalam naskah film Maharaja yang sudah cukup solid itu.

Mungkin di versi lainnya, porsi karakternya lebih berimbang dan penonton akan melihat jagoan perempuan mengibarkan bendera feminis, seperti yang pernah ditampilkan dalam film Dangal. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Shofyan Kurniawan

Shofyan Kurniawan. Arek Suroboyo. Penggemar filmnya Quentin Tarantino. Bisa dihubungi di IG: @shofyankurniawan