Movies

REVIEW FILM ‘I, THE EXECUTIONER’: HADIRKAN ACTION DENGAN NUANSA SLAPSTICK

Film berjudul ‘I, the Executioner’ mengisahkan tim kepolisian yang dipimpin oleh Seo Do-cheol berhadapan dengan pembunuh berantai. Berikut review film I, the Executioner.

title

FROYONION.COM - Raihan jumlah penonton I, the Executioner di Korea Selatan yang berhasil melampaui Exhuma, menunjukkan kerinduan fans Veteran pada aksi polisi Seo Do-cheol (Hwang Jung-min).

Butuh jeda sembilan tahun bagi sutradara Ryoo Seung-wan untuk membuat kelanjutan film yang sukses mengibarkan namanya di dunia perfilman.

Dalam film ini seakan mengamini pepatah: “Karma is watching you.” si protagonis memanen hasil perbuatannya di masa lalu yang terkesan punya standar ganda dan moral ambigu dalam setiap aksinya.

BACA JUGA: REVIEW FILM KUASA GELAP: FILM EKSORSISME KATOLIK PERTAMA DI INDONESIA

Hadir dengan naskah yang sederhana, action yang sinematik, hingga suntikan komedi di beberapa bagian, menjadikan sekuel ini lebih dari sekadar blockbuster yang bergantung pada nostalgia.

Seperti apa filmnya? Simak review film I, the Executioner.

SINOPSIS FILM I, THE EXECUTIONER

Seolah ingin langsung memantik kenangan para fans, film ini memulai menit pertamanya lewat aksi penggerebekan yang komedik.

Ada banyak adegan komikal ditampilkan. Seperti aksi Do-cheol yang nyaris jatuh dari ketinggian dan justru disemangati oleh rekan-rekannya, perkelahian main-main dengan si penjahat, hingga tendangan penghancur ‘masa depan’.

Namun, setelah aksi penggerebekan yang berlangsung ngebut dan mengundang tawa, adegan selanjutnya berubah serius seiring dengan ditampilkannya antagonis yang sadis.

BACA JUGA: 8 REKOMENDASI TONTONAN NETFLIX BULAN OKTOBER, ADA FILM GHIBLI TERBARU!

Layaknya Jigsaw, si penjahat berjuluk Haechi ini membunuhi orang-orang jahat yang gagal mendapat ganjaran setimpal melalui sistem hukum yang korup dan kotor.

Do-cheol bersama rekan-rekannya pun diminta untuk menyingkap identitas si pelaku dan menangkapnya.

Namun pengejaran ini membuatnya mempertanyakan kembali kompas moralnya yang banyak diabaikannya di film pertamanya.

Apakah tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap penjahat adalah sesuatu yang dapat dibenarkan?

KARMA IS WATCHING YOU

Setiap kali menonton sekuel sebuah film, pertanyaan paling utama yang muncul adalah: perlukah kita menonton film sebelumnya untuk bisa mengikuti ceritanya?

Jawabannya, tidak. Secara plot cerita, Veteran 2 sebetulnya tak saling berkaitan bahkan bisa dibilang merupakan film yang berbeda dengan versi pertamanya.

Menontonnya seperti menonton film Bad Boys atau Mission Impossible

Si protagonisnya tetap sama dan itu-itu saja. Kita masih bisa menikmati film ini, tanpa perlu repot menggali informasi soal tokoh-tokoh di dalamnya yang beberapa pernah muncul di film pertamanya.

Hanya saja sebagai sebuah sekuel, film ini tetap mengandalkan sisi nostalgia lewat serangkaian easter egg dari versi aslinya yang ditebar di beberapa bagian, utamanya dalam sosok Do-cheol.

Oleh karena itu, jika ada satu tokoh yang perlu dikenal secara mendalam, itu adalah sosok si protagonis, Do-cheol.

BACA JUGA: REVIEW FILM JOKER: FOLIE A DEUX, JOKER YANG JAUH DARI HARAPAN FANS

Seperti yang penulis bilang di awal, Do-cheol harus membayar dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu. 

Di Veteran 1 Do-cheol adalah polisi yang tak sungkan menghajar penjahat dan menganggapnya sebagai suatu kewajaran. 

Bahkan brengseknya, karena tindakan tersebut dilarang di kepolisian kecuali untuk membela diri, Do-cheol tak ragu melukai dirinya sendiri demi punya alasan melakukan penghakiman kepada penjahat.

Dia juga tak ragu berbuat kotor, seperti melakukan penyuapan, demi mendapatkan informasi tentang target incarannya.

Watak kerasnya sebagai polisi, juga Do-cheol bawa ke rumah ketika mengambil peran sebagai seorang ayah.

Kepada anak lelakinya, dia mengajarkan bahwa perkelahian adalah suatu kewajaran. Bahkan meyakini bahwa anak lelaki tumbuh ditempa dengan kekerasan yang dihadapinya.

Dosa-dosa masa lalu itu berbuah karma bagi Do-cheol, utamanya lewat sosok Park Sun-woo (Jung Hae-in), seorang pemuda yang dijuluki sebagai “polisi UFC” karena kemampuan tarungnya.

Dalam setiap aksinya, tanpa berpikir dua kali Sun-woo akan menghajar dan nyaris menghilangkan nyawa tiap orang yang diduga sebagai Haechi.

Sejak awal penonton sudah diberitahu apa motif di balik tindakan Sun-woo, bahkan sebetulnya penonton sudah diberi tahu siapa sosok Haechi sebenarnya tanpa perlu repot menebak.

Namun, Sun-woo beserta segala aksi tarungnya yang terampil menjadi cerminan sempurna bagi Do-cheol yang akan mengingatkannya pada dosa masa lalu. Sesuatu yang bahkan diakuinya ketika scene di meja makan.

Karma lainnya muncul lewat relasi kurang harmonis dan berjarak antara Do-cheol dengan anak lelakinya yang kini telah berusia remaja.

Dibimbing dengan pola asuh yang mewajarkan kekerasan, anak lelakinya tumbuh sebagai remaja yang gemar berkelahi, cenderung depresi bahkan di satu titik menjadi korban perundungan.

Dengan kata lain, I, the Executioner menjadi penghukuman bagi Do-cheol, tempatnya untuk membetulkan kompas moralnya yang sebelumnya agak melenceng.

Tak salah lagi, film ini menyorot dinamika karakter Do-cheol yang mesti berhadapan dengan gejolak batin yang lebih kaya dan kompleks dibandingkan versi pertamanya.

ACTION YANG SINEMATIK DENGAN NUANSA SLAPSTICK

Kemampuan Ryoo Seung-wan dalam mengelola aksi tak perlu diragukan lagi. Terlebih dengan bantuan tata kamera dari Choi Young-hwan, aksi yang ditawarkan tak hanya menarik melainkan juga sinematik.

Meski koreografi pertarungan yang ditampilkan cenderung generik, Ryoo sukses membuatnya megah dengan menambahkan beberapa sentuhan.

Ryoo berhasil mementaskan aksi yang padat dan intens, tanpa perlu terlalu bergantung pada polesan dari CGI.

Dia memanfaatkan dengan sangat baik atap-atap yang tergenang air oleh hujan, hingga terowongan gelap terbengkalai untuk pertarungan puncak.

Jangan lupakan juga suntikan nuansa slapstick yang komikal dan menghibur dalam beberapa aksinya, yang mungkin akan mengingatkan kita pada film aksi ala-ala Jackie Chan.

Sayangnya, meskipun sukses membangun action yang memukau, Ryoo gagal memanfaatkan potensi naskahnya yang berpeluang menjadikan film ini punya kedalaman cerita yang membekas.

Naskah yang terkesan ambisius dengan menggandeng beragam isu yang menambah kerumitannya, kurang dikelola dengan baik hingga menghasilkan penyelesaian atau konklusi instan yang terkesan kurang smooth.

Sebagai misal, Do-cheol gagal mencicil konklusi untuk konflik internal dengan putranya, sehingga relasi keduanya tetap terasa canggung hingga film ini tuntas.

Bahkan beberapa pemeran sampingan yang punya daya tarik lebih di film sebelumnya, seperti Miss Bong (Jang Yoon-ju), tak mendapat jatah screentime yang layak untuk membuatnya berdampak pada plot cerita.

Meski hanya menyentuh konflik cerita yang dibawanya di permukaannya saja, dengan penyelesaian yang serba nanggung.

Bahkan hingga akhir penonton tak menangkap sepenuhnya jawaban atas pertanyaan, “Apakah tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap penjahat adalah sesuatu yang dapat dibenarkan?”

Namun, secara keseluruhan, sekuel ini merupakan suatu kemajuan ketimbang film pertamanya, utamanya dari segi pengembangan karakter Do-cheol.

Meskipun ada beberapa kekurangan dari kedalaman ceritanya, film I, the Executioner berhasil tampil menghibur tanpa menghancurkan pondasi di versi pertamanya. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Shofyan Kurniawan

Shofyan Kurniawan. Arek Suroboyo. Penggemar filmnya Quentin Tarantino. Bisa dihubungi di IG: @shofyankurniawan